#: locale=id-ID ## Action ### Text to Speech TextToSpeechBehaviour_7C2499F6_35EA_3AF9_41BF_9D77B46F6F62.text = Assaidis Syarief Haroen bin Assaidis Syarief Hasyim Syahbuddin \ Assaidis Syarief Haroen bin Assaidis Syarief Hasyim Syahbuddin adalah Sultan atau Raja terakhir dari Kesultanan Pelalawan. Ia pernah memimpin wilayah adat Pelalawan hingga masa transisi ke Republik Indonesia. Namanya saat ini diabadikan di Makam Raja Pelalawan yang menjadi objek wisata religi di Kabupaten Pelalawan. \ \ Pelalawan pada masa pemerintahannya dikenal memiliki warisan sejarah seperti Istana Sayap Pelalawan (dibangun tahun 1892–1896), berbagai peninggalan kerajaan seperti baju kebesaran, stempel, keris, guci, gong, dan lain-lain, serta makam-makam penguasa termasuk dirinya yang menjadi tempat ziarah masyarakat setempat. \ --- \ Assaidis Syarief Haroen bin Assaidis Syarief Hasyim Syahbuddin \ Assaidis Syarief Haroen bin Assaidis Syarief Hasyim Syahbuddin was the last Sultan or traditional ruler of the Pelalawan Sultanate. He presided over the Pelalawan region during the transition to the Republic of Indonesia. Today, his name is honored at the Pelalawan Royal Cemetery, which serves as a religious heritage site in Pelalawan Regency. \ \ During his reign, the Pelalawan Sultanate retained historical legacy sites such as the Sayap Palace (constructed between 1892 and 1896), along with royal artifacts like ceremonial attire, seals, kris, vases, gongs, and more. His grave is visited annually by the local community as a place of cultural reverence. TextToSpeechBehaviour_7946600D_352A_492A_419F_4B75C70FEC2C.text = Ayakan Beras \ Ayakan beras adalah alat tradisional yang digunakan untuk membersihkan beras dari kotoran seperti sekam, kerikil, atau butiran beras yang tidak sempurna. Alat ini umumnya terbuat dari anyaman bambu atau rotan berbentuk bundar dan pipih dengan permukaan yang cukup lebar agar memudahkan proses pengayakan. \ \ Cara penggunaannya dilakukan dengan menggoyang-goyangkan atau mengguncang ayakan secara ritmis, sehingga partikel yang lebih ringan seperti sekam akan terpisah dan terbang ke luar, sementara beras yang bersih akan tertinggal di dalam ayakan. Alat ini banyak digunakan oleh masyarakat agraris di berbagai daerah di Indonesia, terutama sebelum berkembangnya teknologi penggilingan modern. \ \ Selain sebagai alat fungsional dalam kehidupan sehari-hari, ayakan beras juga merepresentasikan kearifan lokal dan tradisi masyarakat dalam mengolah hasil pertanian secara manual dan efisien. \ \ --- \ \ Rice Sieve \ A rice sieve is a traditional tool used to clean rice from impurities such as husks, small stones, or broken grains. It is typically made from woven bamboo or rattan, with a round and flat shape and a wide surface to facilitate the sieving process. \ \ The sieve is used by shaking or moving it rhythmically, allowing lighter particles like husks to be separated and blown away, while the clean rice remains inside the sieve. This tool has long been used by agrarian communities across Indonesia, especially before the advent of modern milling technology. \ \ In addition to its practical function in daily life, the rice sieve also reflects local wisdom and traditional methods of processing agricultural products manually and efficiently. TextToSpeechBehaviour_91393313_3078_5A75_41C4_2F7B7D3E9E0E.text = BM Syamsudin \ B.M. Syamsudin adalah seorang sastrawan yang lahir di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, pada 10 Mei 1935. Ia memulai karier kepenulisannya dengan menulis puisi-puisi, dan beberapa tahun kemudian aktif menulis untuk koran dan majalah. \ \ Selain menulis puisi dan cerpen, B.M. Syamsudin juga produktif dalam menulis buku cerita rakyat, buku pendidikan untuk anak sekolah dasar, serta roman sejarah. \ \ Karya-karya berbentuk cerpen: \ \ 1. Perempuan Sampan \ \ 2. Toaka (1991) \ \ 3. Kembali ke Bintan \ \ 4. Bintan Sore-Sore \ \ 5. Gadis Berlapis (1992) \ \ 6.. Pemburu Pipa, Sepanjang Pipa (1992) \ \ 7. Nang Noka (1992) \ \ 8. Jiro San \ \ 9. Tak Elok Menangis \ \ Karya-karya berbentuk roman sejarah: \ \ 1. Jalak (1982) \ \ 2. Tun Biajid I (1983) \ \ 3.Tun Biajid II (1983) \ \ 4. Braim Panglima Kasu Barat (1984) \ \ 5. Cerita Rakyat Daerah Riau (1993) \ \ --- \ BM Syamsudin \ B.M. Syamsudin was a literary writer born in Natuna Regency, Riau Islands, on May 10, 1935. He began his writing career by composing poetry, and a few years later became active in writing for newspapers and magazines. \ \ In addition to writing poetry and short stories, B.M. Syamsudin was also prolific in producing folk tale books, educational books for elementary school children, as well as historical romance novels. \ \ Short story works: \ \ 1. Perempuan Sampan \ \ 2. Toaka (1991) \ \ 3. Kembali ke Bintan \ \ 4. Bintan Sore-Sore \ \ 5. Gadis Berlapis (1992) \ \ 7. Pemburu Pipa, Sepanjang Pipa (1992) \ \ 8. Nang Noka (1992) \ \ 9. Jiro San \ \ 10. Tak Elok Menangis \ \ Historical romance works: \ \ 1. Jalak (1982) \ \ 2. Tun Biajid I (1983) \ \ 3. Tun Biajid II (1983) \ \ 4. Braim Panglima Kasu Barat (1984) \ \ 5. Cerita Rakyat Daerah Riau (1993) TextToSpeechBehaviour_7CB2C63A_352A_496E_4197_FB7F9690953D.text = Baki \ Bahan: Perak \ Fungsi: Sebagai wadah meletakkan gelas air minum yang akan disuguhkan kepada tamu \ \ --- \ \ Tray \ Material: Silver \ Function: Used as a container for placing drinking glasses to be served to guests. TextToSpeechBehaviour_0E3084A7_353E_4966_41B2_A13666309D5C.text = Bebano \ Bahan: Kulit kambing \ Deskripsi: \ Bebano menjadi alat musik perkusi yang mengiringi lagu-lagu atau dendang melayu, Bebano ini berbentuk bulat tanpa penyangga yang biasa dimainkan dengan cara ditabuh dengan tangan kosong. Dimainkan dengan beberapa pola yang dimiliki. \ \ --- \ Bebano \ Material: Goatskin \ Description: \ Bebano is a percussion instrument used to accompany Malay songs or chants. It has a round shape without a frame and is typically played by striking it with bare hands. It is performed using several rhythmic patterns. \ TextToSpeechBehaviour_7EA20DCB_35EB_DB2F_41C8_1724B7E7FD1B.text = Brigjen H. Edy Natar Nasution \ Brigjen H. Edy Natar Nasution menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau mulai tanggal 3 November 2023, menggantikan Gubernur Syamsuar yang mengundurkan diri karena mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI. Sebelumnya, Edy Natar menjabat sebagai Wakil Gubernur Riau periode 2019–2023. \ \ Sebagai Plt Gubernur, ia melanjutkan roda pemerintahan Provinsi Riau hingga masa akhir jabatannya. Dalam kepemimpinannya sebagai Plt, Edy Natar fokus menjaga stabilitas pemerintahan, memastikan kelanjutan program pembangunan, serta menjaga netralitas birokrasi menjelang Pemilu 2024. Dengan latar belakang militer, ia dikenal tegas, disiplin, dan konsisten dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. \ \ --- \ Brigjen H. Edy Natar Nasution \ Brigadier General H. Edy Natar Nasution served as the Acting Governor of Riau starting from November 3, 2023, replacing Governor Syamsuar who resigned to run for a seat in the Indonesian House of Representatives (DPR RI). Prior to this, Edy Natar held the position of Vice Governor of Riau for the 2019–2023 term. \ \ As Acting Governor, he continued the administration of the Riau Provincial Government until the end of the term. During his leadership, he focused on maintaining governmental stability, ensuring the continuation of development programs, and safeguarding bureaucratic neutrality ahead of the 2024 General Elections. With a military background, he is known for his firm, disciplined, and consistent approach to governance. TextToSpeechBehaviour_7CCFA8A7_351E_F967_41C1_C5DAF0B34F30.text = Buli-buli \ Buli-buli terbuat dari tanah liat, berbentuk bulat lonjong dengan leher pendek, bibir cukup tebal dan lingkaran mulut kecil. Lingkaran badan bagian atas beralur. Digunakan sebagai wadah air suci dalam upacara keagamaan dan biasa juga digunakan sebagai wadah abu jenazah. Serta fungsi lain yang teridentifikasi adalah untuk wadah cairan tinta. \ \ T = 13 cm; Ø = 5 cm \ Cina; Dinasti Song; abad 10 - 13 masehi \ \ --- \ Jar \ The jar is made of clay, with an oval-rounded shape, a short neck, a fairly thick rim, and a small mouth opening. The upper body features grooved rings. It was used as a container for holy water in religious ceremonies and was also commonly used as an urn for cremated remains. Another identified function is as a container for ink. \ \ H: 13 cm; Ø: 5 cm \ China; Song Dynasty; 10th–13th century AD TextToSpeechBehaviour_0CA20CE2_352E_F91E_41C7_3EE46180CBB0.text = Canting \ Asal didapat: Kotamadya, Pekanbaru \ Deskripsi: \ Canting adalah alat utama dalam proses batik tulis yang berfungsi untuk menorehkan malam cair pada kain. Terbuat dari gagang kayu dan corong tembaga kecil, canting memungkinkan pembuat batik menciptakan motif-motif halus dan detail. Alat ini mencerminkan keterampilan, ketelatenan, dan kekayaan budaya dalam tradisi membatik Indonesia. \ \ --- \ Canting \ Origin: Municipality of Pekanbaru \ Description: \ Canting is the main tool used in the batik tulis (hand-drawn batik) process, functioning to apply hot liquid wax onto fabric. It consists of a wooden handle and a small copper spout, allowing batik artisans to create fine and intricate patterns. This tool symbolizes the craftsmanship, patience, and cultural richness embedded in Indonesia’s traditional batik-making heritage. \ \ TextToSpeechBehaviour_7F55CBE4_352A_3F1A_4195_50C77827F0C0.text = Cepu Bertutup \ Bahan : Porselin \ Fungsi : Peralatan rumah tangga cina dinasti Qing abad 19-20M \ \ --- \ \ Lidded Bowl \ Material: Porcelain \ Function: A household utensil from 19th–20th century China, Qing Dynasty. TextToSpeechBehaviour_7F76C7F8_351D_F6EA_41A5_D06472DBB4C0.text = Ceret Kristal \ Terbuat dari kaca kristal dengan badan berbentuk cembung dan leher yang ramping. Permukaan badan memiliki desain berpola wajik (diamond). Salah satu sisi lingkaran mulut ceret menjulur ke luar dan agak naik yang berfungsi sebagai cerat/corot. Ceret ini memiliki gagang yang melengkung dari bagian mulut hingga ke pangkal badan. Ceret bergaya era Victoria ini termasuk dalam tipe/jenis cruet yang diperkirakan dibuat di Eropa sekitar akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 masehi. Difungsikan sebagai perlengkapan peralatan minum Raja Riau Lingga saat menjamu tamu kerajaan. Biasanya digunakan sebagai tempat untuk menyajikan air minum. \ \ --- \ Crystal Jug \ Made of crystal glass, this jug has a rounded body and a slender neck. The surface of the body features a diamond-shaped pattern design. One side of the mouth extends outward and slightly upward, functioning as a spout. The jug has a curved handle that stretches from the mouth to the base of the body. This Victorian-style jug belongs to the cruet type and is believed to have been made in Europe around the late 19th to early 20th century AD. It served as a drinking vessel used by the Riau-Lingga royal family when hosting royal guests. It was typically used to serve drinking water. TextToSpeechBehaviour_6581C498_3515_C92A_41C2_F1585A3107F4.text = Donsi \ Terbuat dari perak yang terdiri dari dua buah wadah dengan ukuran berbeda yang dihubungkan rantai dan masing-masing memiliki tutup yang disatukan dengan engsel. Wadah yang berukuran besar berbentuk mangkuk, alas datar, memiliki penampang berbentuk segi delapan, dan permukaan luarnya dihiasi ukiran motif sulur flora. Wadah yang berukuran kecil berbentuk mangkuk bulat dan alas cekung dengan permukaan polos. Donsi ini diperkirakan dibuat pada awal abad ke-20 masehi. Donsi merupakan wadah menyimpan bahan-bahan menginang sirih yang dapat dibawa ke mana-mana karena ukurannya yang kecil. Donsi juga menjadi simbol status sosial orang yang memilikinya dalam pergaulan luas di masyarakat, dan hanya dapat dibeli oleh kalangan tertentu di masa lalu. \ \ --- \ \ Donsi (Betel Nut Container) \ Made of silver, this artifact consists of two containers of different sizes connected by a chain, each with a hinged lid. The larger container is bowl-shaped with a flat base, an octagonal cross-section, and its outer surface is decorated with engraved floral vine motifs. The smaller container is round with a concave base and a plain surface. This donsi is estimated to have been made in the early 20th century AD. \ \ Donsi functioned as a portable container for storing betel chewing ingredients (sirih). Due to its compact size, it could be easily carried. It also served as a symbol of social status for its owner in wider society and, in the past, could only be purchased by certain social groups. TextToSpeechBehaviour_92D40ADB_3079_CBF5_4199_FF799173A9EF.text = Drs. H. Syamsuar, M.Si. \ Drs. H. Syamsuar, M.Si. (Datuk Seri Setia Amanah) lahir pada 8 Juni 1954 di Desa Jumrah, Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Sebelum menjabat sebagai Gubernur, ia pernah dua periode menjabat sebagai Bupati Siak (2011–2019), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Bupati Siak (2001–2006). \ \ Ia memulai karier sebagai pegawai honorer dan meniti karier melalui berbagai posisi birokrasi hingga menjadi pejabat pemerintah provinsi. Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Sumatera Utara pada tahun 1990 dan gelar magister dari Universitas Riau pada tahun 2005. \ \ Dalam kepemimpinannya sebagai Bupati Siak, ia mengelola APBD daerah secara transparan dan akuntabel, serta meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama beberapa tahun. Saat menjabat sebagai Gubernur Riau (2019–2023), ia dikenal fokus pada pembangunan berkelanjutan, peningkatan kerukunan umat beragama, serta perbaikan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Ia juga mendapat penghargaan sebagai Tokoh Publik Berpengaruh oleh MAW Talk Awards (MTA) 2022 karena kontribusinya terhadap pengaruh positif di Riau. \ \ Ia mengundurkan diri pada 3 November 2023 untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI. \ \ --- \ Drs. H. Syamsuar, M.Si. \ Drs. H. Syamsuar, M.Si. (Datuk Seri Setia Amanah) was born on June 8, 1954, in Jumrah Village, Rimba Melintang District, Rokan Hilir Regency, Riau. Before serving as Governor, he served two terms as Regent of Siak (2011–2019), after previously serving as Deputy Regent of Siak (2001–2006). \ \ He began his career as an honorary civil servant and advanced through various bureaucratic positions to become a provincial government official. He earned his bachelor’s degree from the University of North Sumatra in 1990 and a master’s degree from the University of Riau in 2005. \ \ During his leadership as Regent of Siak, he managed the regional budget transparently and accountably, earning an Unqualified Opinion (WTP) for several consecutive years. As Governor of Riau (2019–2023), he was known for focusing on sustainable development, strengthening interfaith harmony, and improving governance and public services. He was also recognized as an Influential Public Figure by the MAW Talk Awards (MTA) in 2022 for his positive impact on Riau. \ \ He resigned on November 3, 2023, to run for a seat in the Indonesian House of Representatives (DPR RI). TextToSpeechBehaviour_79E07CEA_351A_DAEE_41C6_387033207A61.text = Duplikat Payung Kerjaan Siak \ Payung Kerajaan Siak merupakan simbol kebesaran dan kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang terletak di Provinsi Riau, Indonesia. Payung ini biasanya digunakan dalam upacara-upacara adat, penyambutan tamu agung, serta sebagai bagian dari atribut kebesaran sultan dan keluarga kerajaan. \ \ Payung ini umumnya berukuran besar dengan tangkai panjang dan kanopi berbentuk bulat lebar. Warna yang dominan adalah kuning keemasan, melambangkan kejayaan, kemuliaan, dan kekuasaan raja. Pada bagian kanopi sering dihiasi dengan motif khas Melayu seperti bunga, sulur-suluran, atau kaligrafi Arab yang disulam atau disulamkan dengan benang emas. Ujung-ujung payung biasanya diberi hiasan tassel atau rumbai-rumbai emas yang menambah kesan megah. \ \ Fungsi utama payung ini tidak hanya sebagai pelindung dari panas atau hujan, tetapi juga sebagai lambang status dan kehormatan. Hanya sultan dan anggota bangsawan tertentu yang berhak menggunakan atau dibawakan payung ini dalam acara resmi. \ \ Payung kerajaan menjadi salah satu koleksi penting yang tersimpan di Istana Siak Sri Indrapura, dan kini menjadi bagian dari warisan budaya yang merepresentasikan kejayaan dan struktur sosial Kesultanan Siak pada masa lampau. \ \ --- \ \ Replica of the Siak Royal Umbrella \ The Siak Royal Umbrella is a symbol of grandeur and authority of the Sultanate of Siak Sri Indrapura, located in Riau Province, Indonesia. This umbrella was traditionally used in royal ceremonies, to welcome honored guests, and as part of the regalia of the sultan and the royal family. \ \ The umbrella is typically large in size, with a long handle and a wide, circular canopy. The dominant color is golden yellow, symbolizing glory, nobility, and royal power. The canopy is often adorned with traditional Malay motifs such as floral patterns, tendrils, or Arabic calligraphy, embroidered with gold thread. The edges of the umbrella are usually decorated with golden tassels, enhancing its majestic appearance. \ \ Beyond its practical function as protection from the sun or rain, the umbrella also served as a symbol of rank and honor. Only the sultan and select members of the nobility were entitled to use or be accompanied by this umbrella during formal occasions. \ \ The royal umbrella is one of the most important artifacts housed in the Siak Sri Indrapura Palace and is now a part of the cultural heritage that reflects the glory and social hierarchy of the Siak Sultanate in the past. TextToSpeechBehaviour_6674245B_34EE_492F_41A2_1F994E247A6E.text = Enggrang \ Enggrang adalah salah satu permainan rakyat yang dimainkan untuk mengisi waktu senggang menjelang sore hari. Permainan ini dimainkan secara individu atau perorangan oleh anak laki-laki dengan menggunakan alat berupa sepasang bambu atau kayu dengan panjang 1 sampai 2,5 meter yang diberi tumpuan kaki atau pijakan setinggi 60 cm sampai 75 cm. Pemainnya berdiri di atas pijakan sepasang bambu atau kayu, sambil kedua tangan berpegang pada bambu atau kayu tersebut, kemudian pemain melangkah dan berjalan. \ \ Permainan ini selain sebagai hiburan, juga merupakan permainan bentuk atraksi atau ketangkasan dalam mengendalikan diri dengan menjaga keseimbangan tubuhseperti layaknya berjalan. Biasanya permainan ini dimainkan di lapangan atau halaman rumah yang cukup luas dengan tujuan supaya bisa berpacu mengadu kecepatan para memainnya dari ke salah satu sisi menuju sisi yang lainnya kemudian kembali ke sisi awal. \ \ --- \ Enggrang \ Enggrang is a traditional folk game played to fill leisure time, usually in the late afternoon. This game is played individually, mostly by boys, using a pair of bamboo or wooden stilts ranging from 1 to 2.5 meters in length, with footrests positioned about 60 to 75 centimeters from the ground. \ \ To play, the participant stands on the footrests while holding the stilts with both hands. The player then begins to walk by stepping forward while maintaining balance, as if walking on elevated legs. \ \ Besides serving as entertainment, Enggrang is also a form of skill and agility training, requiring good body control and balance. It is typically played in open spaces or large yards, where players race from one side of the area to the other and then return to the starting point, competing for speed and coordination. TextToSpeechBehaviour_0C080BF5_352A_FEFA_41BB_EB052CB66E28.text = Gambus \ Gambus adalah alat musik petik yang berasal dari Timur Tengah. Alat musik ini memiliki bentuk yang mirip dengan mandolin atau gitar. Gambus memiliki berbagai macam variasi senar, mulai dari tiga hingga 12 senar. Setiap senar tersebut dapat berupa senar tunggal maupun senar ganda gambus biasanya berbahan dari kayu dan kulit. Alat musik ini kemudian berkembang dan menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Indonesia, terutama di daerah yang memiliki pengaruh budaya Melayu yang kuat.gambus sering dikaitkan dengan budaya Melayu dan sering digunakan dalam berbagai acara seperti pesta pernikahan, syukuran, serta untuk mengiringi tarian zapin dan musik marawis. Alat musik ini juga identik dengan nyanyian yang bernafaskan Islam, sehingga sering digunakan dalam acara-acara keagamaan.Gambus dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik ini menghasilkan suara yang khas dan seringkali digunakan untuk menciptakan melodi yang lembut dan menenangkan. \ \ --- \ Gambus \ The gambus is a plucked string instrument that originated in the Middle East. It has a shape similar to a mandolin or guitar. The gambus comes in various string configurations, ranging from three to twelve strings. These strings can be single or double. The body of the gambus is usually made of wood and animal skin. \ \ The instrument eventually evolved and spread to various regions, including Indonesia—especially in areas with strong Malay cultural influence. The gambus is closely associated with Malay culture and is commonly used in events such as weddings, thanksgiving ceremonies (syukuran), and to accompany zapin dances and marawis music. \ \ The gambus is also linked to Islamic-themed songs and is frequently played during religious occasions. It is played by plucking the strings and produces a distinctive sound, often used to create soft and soothing melodies. TextToSpeechBehaviour_095F515B_353A_CB2F_41CA_15BF508692F0.text = Gong \ Jauh sebelum masehi gong sudah digunakan, terbukti dengan ditemukannya gong oleh beberapa arkeolog yang terkubur di dalam tanah. Gong terbuat dari bahan kuningan dan kayu, adapun ciri khas dari alat musik ini adalah berbentuk bulat dengan bagian tengah yang terdapat bulatan berbentuk tabung. Gong merupakan alat musik yang biasanya digunakan saat upacara adat. Gong dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat pemukul khusus yang disebut "mallet", alat pemukul ini biasanya terbuat dari kayu atau bahan lunak lainnya. \ \ Gong bukan sekadar alat musik, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Suara gong yang nyaring dan bergema dianggap sebagai simbol kekuatan, keagungan, dan spiritualitas. Oleh karena itu, gong sering digunakan dalam upacara-upacara adat dan keagamaan. \ \ --- \ Gong \ Long before the Common Era, gongs were already in use, as evidenced by archaeological findings of gongs buried underground. Gongs are made from brass and wood, and their distinctive feature is their round shape with a raised central knob that resembles a tube. \ \ Gongs are musical instruments commonly used during traditional ceremonies. They are played by striking them with a special beater called a mallet, which is typically made of wood or other soft materials. \ \ The gong is not merely a musical instrument, but also holds deep philosophical meaning. Its loud and resonant sound is regarded as a symbol of power, grandeur, and spirituality. For this reason, gongs are often used in traditional and religious ceremonies. TextToSpeechBehaviour_7EB77453_351D_C93E_41C5_38E569A91F91.text = Guci Kecil \ Guci terbuat dari tanah liat, berbentuk bulat dengan leher pendek, bibir cukup tebal dan lingkaran mulut kecil. Pada bagian badan terdapat corak dan lingkaran alasnya rata. Digunakan sebagai wadah air suci dalam upacara keagamaan dan biasa juga digunakan sebagai wadah abu jenazah. Serta fungsi lain yang teridentifikasi adalah untuk wadah cairan tinta. \ \ T = 14 cm \ Cina; Dinasti Yuan; abad 13 - 14 masehi \ \ --- \ \ Small Jar \ The jar is made of clay, with a rounded shape, short neck, fairly thick rim, and a small mouth opening. The body features decorative patterns, and the base is flat. It was used as a container for holy water in religious ceremonies and was also commonly used as an urn for cremated remains. Another identified function is as a container for ink. \ \ H: 14 cm \ China; Yuan Dynasty; 13th–14th century AD TextToSpeechBehaviour_7FCC3F9A_351E_772E_41B5_F6096BD456EF.text = Guci Kecil/Buli-buli \ Guci, terbuat dari tanah liat (stoneware), berglasir, badan melebar ke atas dan di atasnya tersambung dengan pundaknya sehingga membentuk sudut, lingkaran bibir yang melipat ke luar dan lubang mulut kecil. Lingkaran alas datar dan lebih kecil dibandingkan lingkaran badannya. Guci ini digunakan sebagai wadah untuk menyimpan air, berasal dari Vietnam dan dibuat sekitar abad ke-16 hingga abad ke-17 masehi. \ T = 16 cm \ Vietnam; abad 16 - 17 masehi \ \ --- \ Small Jar / Buli-buli \ The jar is made of glazed stoneware, with a body that widens upward and connects to the shoulder at an angle. It has a rim that folds outward and a small mouth opening. The base is flat and smaller in diameter than the body. This jar was used as a container for storing water. It originates from Vietnam and was made around the 16th to 17th century AD. \ \ H: 16 cm \ Vietnam; 16th–17th century AD TextToSpeechBehaviour_06CA247B_34F5_C9EF_41C6_39475C717940.text = H. Annas Maamun \ H. Annas Maamun lahir pada 17 April 1940 di Bagansiapiapi, Riau. Ia menjabat sebagai Gubernur Riau ke-14, mulai menjabat sejak 19 Februari 2014. Sebelumnya, ia adalah Bupati Rokan Hilir selama dua periode, dari tahun 2006 hingga 2014. \ \ Masa jabatannya sebagai gubernur tidak berlangsung lama karena ia ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada September 2014, atas kasus suap terkait persetujuan alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2015, ia dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tipikor Bandung selama 6 tahun penjara, yang kemudian diperberat menjadi 7 tahun dan denda Rp 200 juta. Ia memperoleh grasi dari Presiden, sehingga hukumannya kembali menjadi 6 tahun, dan ia bebas pada September 2020. \ \ Namun, pada awal tahun 2022, ia kembali tersandung kasus baru dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap terkait pengesahan RAPBD Riau tahun anggaran 2014–2015. Ia divonis 1 tahun penjara tambahan dan denda Rp 100 juta pada bulan Juli 2022. \ \ --- \ H. M. Rusli Zainal, S.E., M.P. \ H. Annas Maamun (born 17 April 1940 in Bagansiapiapi, Riau) served as the 14th Governor of Riau Province, beginning his term on 19 February 2014 . Prior to that, he was the Regent of Rokan Hilir (2006–2014) His administration was cut short when he was arrested by the Corruption Eradication Commission (KPK) in September 2014, over a bribery scheme involving land-use approval for oil palm plantations. In mid-2015, he was sentenced by the Bandung Corruption Court to 6 years in prison (later increased to 7 years on appeal), plus a Rp 200 million fine He was granted a presidential pardon, reducing the sentence to 6 years, and was released around September 2020 However, new allegations arose in early 2022: he was arrested again for suspected bribery connected to the approval of Riau’s 2014–2015 provincial budget (RAPBD), eventually receiving an additional 1-year prison sentence and a Rp 100 million fine in July 2022 TextToSpeechBehaviour_0DEFF6F2_21D8_248A_41AA_D65E846864FA.text = H. Imam Munandar \ H. Imam Munandar adalah Gubernur Riau yang menjabat dari tahun 1980 hingga 1988. Ia dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan memiliki visi pembangunan yang kuat untuk kemajuan Riau. Di masa kepemimpinannya, berbagai proyek infrastruktur dan peningkatan pelayanan publik mulai digalakkan. Selain itu, ia juga aktif mendorong pelestarian budaya Melayu dan pembangunan sumber daya manusia. Kepemimpinannya selama dua periode memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan provinsi Riau. \ \ --- \ H. Imam Munandar \ H. Imam Munandar served as the Governor of Riau from 1980 to 1988. He was known as a firm leader with a strong vision for the development of Riau. During his administration, numerous infrastructure projects and improvements in public services were initiated. He was also active in promoting the preservation of Malay culture and human resource development. His two-term leadership made a significant contribution to the province’s growth and progress. TextToSpeechBehaviour_7CB439E8_35EA_FAEA_41BD_FDE3F404FB4E.text = H. Wan Thamrin Hasyim \ H. Wan Thamrin Hasyim lahir pada 27 Desember 1944 di Bagansiapiapi, Rokan Hilir. Ia memulai karier sebagai Pegawai Negeri Sipil di pemerintahan Provinsi Riau sejak tahun 1974 dan menjabat dalam berbagai posisi, termasuk kepala Dispenda Kabupaten Kepulauan Riau, Kepala Bappeda Kepri, Kepala Biro Ekonomi dan Dinas Pertambangan Riau. \ \ Ia kemudian terpilih sebagai Bupati Rokan Hilir pertama (7 Juni 2001 – 7 Juni 2006). Pada 25 April 2017, DPRD Riau memilihnya sebagai Wakil Gubernur Riau, dan ia resmi dilantik oleh Presiden pada 12 Mei 2017. Saat Gubernur Arsyadjuliandi Rachman mengundurkan diri pada 24 September 2018, Wan Thamrin ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Gubernur, dan setelah itu secara resmi menjadi Gubernur Riau pada 10 Desember 2018 hingga 19 Februari 2019. \ \ Ia juga mendapatkan gelar adat Datuk Seri Timbalan Setia Amanah dari Lembaga Adat Melayu Riau pada Mei 2018. Setelah masa jabatan gubernur selesai, ia memilih untuk beristirahat dan menulis memoar pribadi yang tidak diterbitkan secara publik. \ \ --- \ H. Wan Thamrin Hasyim \ H. Wan Thamrin Hasyim, born on December 27, 1944 in Bagansiapiapi, Rokan Hilir, began his civil service career in the Riau provincial government in 1974, holding various positions such as head of the Revenue Office in the Riau Islands, head of Bappeda Kepri, head of the Economic Bureau, and head of the Mining Department in Riau. \ \ He was later elected as the first Regent of Rokan Hilir (June 7, 2001 – June 7, 2006). On April 25, 2017, the Riau Regional House of Representatives appointed him as Vice Governor of Riau, and he was inaugurated by the President on May 12, 2017. Following the resignation of Governor Arsyadjuliandi Rachman on September 24, 2018, Wan Thamrin was appointed as Acting Governor, and officially became Governor of Riau from December 10, 2018 to February 19, 2019. \ \ In May 2018, he received the traditional title Datuk Seri Timbalan Setia Amanah from the Riau Malay Customary Institution (LAMR). After completing his term as governor, he opted for retirement and wrote a private memoir that was not published for the public. TextToSpeechBehaviour_0FF581D9_353A_4B2A_41B9_89D1B2FA156D.text = Harmonium \ Harmonium merupakan alat musik sejenis orgel asal Eropa dan tergolong alat musik aerofon, yaitu alat musik yang sumber suaranya dari udara. Bentuknya seperti balok kotak terbuat dari kayu dengan tuts yang nadanya menyerupai piano. Harmonium dibunyikan dengan menekan tombol pembuka lidah-lidah pada tuts keyboard melalui tangan kanan, menggunakan getaran angin yang dipompa melalui tangan kiri. Alat musik ini dimainkan dengan cara duduk. Dalam Sejarah perkembangan musik di Indonesia, harmonium pernah sangat berpengaruh khususnya di semenanjung Melayu, di antaranya daerah Pantai Sumatera dan pulau-pulau sekitarnya, semenanjung Malaysia, Kepulauan Riau, Pantai laut Kalimantan Barat, dan Jakarta (Betawi). Saat ini pemakaian harmonium sebagai instrumen musik sudah sangat jarang. Kelompok musik yang masih menggunakan harmonium sebagai instrumen musik adalah Katumbak dari daerah Pariaman (Sumatera Barat), dan musik Melayu Ghazal dari Kepulauan Riau. \ \ --- \ Harmonium \ The harmonium is a type of organ instrument originating from Europe and is classified as an aerophone, which is a musical instrument that produces sound through vibrating air. It is shaped like a rectangular wooden box and has keys that produce notes similar to those of a piano. \ \ The harmonium is played by pressing keys on the keyboard with the right hand to open the reeds, while the left hand pumps air to produce vibration. The instrument is played while sitting. \ \ In the history of music development in Indonesia, the harmonium was once highly influential, especially in the Malay Peninsula, including areas along the coast of Sumatra and surrounding islands, the Malaysian Peninsula, the Riau Archipelago, the western coast of Kalimantan, and Jakarta (Betawi). \ \ Today, the use of the harmonium as a musical instrument has become very rare. Music groups that still use the harmonium include Katumbak from Pariaman (West Sumatra), and Melayu Ghazal music from the Riau Archipelago. TextToSpeechBehaviour_795F5258_35EB_C92A_41C6_68E53A24BCB8.text = Idrus Tintin \ Idrus Tintin lahir di Rengat pada 10 November 1932 dari pasangan Tiamah (ibu) dan Tintin Idrus (ayah). Ia merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. \ \ Sebagai seorang seniman dan budayawan, Idrus Tintin telah melahirkan banyak karya sastra, khususnya dalam bentuk sajak dan puisi, yang terangkum dalam beberapa buku berikut: \ \ 1. LUPUT – Kumpulan sajak berisi 26 puisi karya Idrus Tintin, ditulis kembali oleh Armawi KH (1986). \ \ 2. BURUNG WAKTU: Kumpulan Puisi Idrus Tintin – Berisi 37 judul puisi, diterbitkan oleh Gramita, Pekanbaru (1990). \ \ 3. IDRUS TINTIN: Seniman dari Riau, Kumpulan Puisi dan Telaah – Merupakan kompilasi tiga puisi utama: Luput, Burung Waktu, dan Nyanyian di Lautan, Tarian di Tengah Hutan (1996). \ \ 4. JELAJAH CAKRAWALA: Seratus Lima Belas Sajak Idrus Tintin (2003). \ \ Atas dedikasi dan kontribusinya yang besar dalam bidang seni dan budaya, Idrus Tintin menerima berbagai penghargaan, antara lain: \ \ 1. The Best Actor dalam Festival Drama di Pekanbaru dari Pemerintah Provinsi Riau (1996). \ \ 2. Anugerah Sagang dalam kategori Seniman dan Budayawan Pilihan dari Yayasan Sagang (1996). \ \ 3. Seniman Pemangku Negeri (SPN) dalam kategori Seni Teater dari Dewan Kesenian Riau (2001). \ \ --- \ Idrus Tintin \ Idrus Tintin was born in Rengat on November 10, 1932, to parents Tiamah (mother) and Tintin Idrus (father). He was the third of four siblings. \ \ As an artist and cultural figure, Idrus Tintin created many literary works, particularly poems, which have been compiled into several books: \ \ 1. LUPUT – A collection of 26 poems by Idrus Tintin, rewritten by Armawi KH (1986). \ \ 2. BURUNG WAKTU: A Collection of Poems by Idrus Tintin – Contains 37 poems, published by Gramita, Pekanbaru (1990). \ \ 3. IDRUS TINTIN: An Artist from Riau, A Collection of Poems and Analysis – A compilation of three main poems: Luput, Burung Waktu, and Nyanyian di Lautan, Tarian di Tengah Hutan (1996). \ \ 4. JELAJAH CAKRAWALA: One Hundred and Fifteen Poems by Idrus Tintin (2003). \ \ For his contributions to the arts and culture, Idrus Tintin received several awards, including: \ \ 1. The Best Actor at the Drama Festival in Pekanbaru from the Riau Provincial Government (1996). \ \ 2. Sagang Award in the category of Outstanding Artist and Cultural Figure from the Sagang Foundation (1996). \ \ 3. State Cultural Artist (Seniman Pemangku Negeri) in the Theater Arts category from the Riau Arts Council (2001). TextToSpeechBehaviour_7D997DE4_35EA_5B1A_41B5_D5F09FF08C34.text = Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, M.B.A. \ Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, M.B.A. lahir pada 8 Juli 1960 di Pekanbaru. Ia adalah seorang politisi dari Partai Golkar yang pernah menjabat sebagai Gubernur Riau dari 25 Mei 2016 hingga 20 September 2018. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur sejak Oktober 2014 dan juga pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Riau mulai 19 Februari 2014. Setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai gubernur, ia terpilih sebagai Anggota DPR RI periode 2019–2024. \ \ Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di bidang pertanian dari Universitas Sebelas Maret dan meraih gelar MBA dari Oklahoma City University di Amerika Serikat. Sebelum aktif di dunia politik, ia juga terlibat dalam dunia usaha dan organisasi, termasuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Riau. \ \ --- \ Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, M.B.A. \ Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, M.B.A. was born on July 8, 1960, in Pekanbaru. He is a politician from the Golkar Party who served as the Governor of Riau from May 25, 2016, to September 20, 2018. Prior to that, he served as Acting Governor starting in October 2014 and had also held the position of Vice Governor of Riau from February 19, 2014. After his term as governor, he was elected as a Member of the Indonesian House of Representatives (DPR RI) for the 2019–2024 period. \ \ He earned his bachelor's degree in agriculture from Sebelas Maret University and obtained an MBA from Oklahoma City University in the United States. Before entering politics, he was involved in business and organizations, including the Riau Chamber of Commerce (KADIN). TextToSpeechBehaviour_7D044439_35EA_496A_4179_F6C2AC76B2D2.text = Ir. H. S. F. Hariyanto \ Ir. H. S. F. Hariyanto (Sofyan Franyata Hariyanto), lahir 30 April 1965 di Pekanbaru, adalah seorang birokrat karier yang menempuh jenjang karier dari pegawai honorer hingga menjadi pejabat tinggi di pemerintah Provinsi Riau. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau (2021–2024), dan menjabat sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Riau dari 29 Februari hingga 15 Agustus 2024. Pada 20 Februari 2025, ia dilantik sebagai Wakil Gubernur Riau periode 2025–2030 mendampingi Gubernur Abdul Wahid. \ \ Sebagai Pj Gubernur, Hariyanto fokus pada kelancaran administrasi pemerintahan dan kesinambungan program pembangunan. Sebagai Wakil Gubernur, ia aktif mendukung kebijakan pro-rakyat terutama di bidang perbaikan infrastruktur, peningkatan layanan publik, dan penguatan tata kelola pemerintahan. \ --- \ Ir. H. S. F. Hariyanto \ S. F. Hariyanto (Sofyan Franyata Hariyanto), born on April 30, 1965, in Pekanbaru, is a career bureaucrat who rose from being an honorary staff to key leadership positions within the Riau Provincial Government. He has served as Head of the Public Works Department, Regional Secretary (Sekda) of Riau Province (2021–2024), and was appointed Acting Governor of Riau from February 29 to August 15, 2024. On February 20, 2025, he was inaugurated as Vice Governor of Riau for the 2025–2030 term, serving alongside Governor Abdul Wahid. \ \ As Acting Governor, Hariyanto focused on smooth administrative transitions and the continuation of development programs. As Vice Governor, he is actively supporting people-centered policies, particularly in upgrading infrastructure, improving public services, and strengthening governance oversight. TextToSpeechBehaviour_0CE1DA58_352B_D92A_41B6_ADDB129316DD.text = Keris \ Bahan: Besi dan Kayu \ Didapat: Dari berbagai daerah kabupaten / kota \ Fungsi: Sebagai alat untuk bela diriatau berkelahi melawan musuh \ Deskripsi: \ Keris adalah senjata tajam bersarung, berujungtajam dan bermata dua (bilahnya ada yang lurus, danyangberluk) keris ini terbuat dari tembaga dan kayu sebagai pemegangnya. \ \ --- \ Keris \ Material: Iron and Wood \ Origin: Various regencies/cities \ Function: Used as a self-defense weapon or in combat against enemies \ Description: \ The kris is a sheathed sharp weapon with a pointed tip and double-edged blade (some are straight, while others are wavy). It is made of iron for the blade and wood for the handle. \ TextToSpeechBehaviour_7B6F39C4_4842_9806_41C7_1321036DB172.text = Lukisan (Karya Mirza) \ Lukisan ini adalah lukisan karya seniman bernama Mirza yang dibuat pada tahun 2005. Menggambarkan tentang aktifitas nelayan yang menjaring ikan di tepi sungai siak (senapelan), berlokasi di bawah jembatan Leighton Pekanbaru, lukisan ini menggambarkan suasana tahun 1979. \ \ ---- \ \ Painting (Artwork by Mirza) \ This painting is a work by an artist named Mirza, created in 2005. It depicts the activity of fishermen casting their nets along the banks of the Siak River (Senapelan), located beneath the Leighton Bridge in Pekanbaru. The painting portrays the atmosphere of the year 1979. TextToSpeechBehaviour_7F4704D6_352D_C926_41C6_31DF4234559E.text = Mata Uang Sesudah Kemerdekaan RI \ 1. Rupiah \ Asal didapat: Pekanbaru \ Bahan : Kertas \ Dicetak dan beredar di indonesia tahun 1958 dengan nilai 100 rupiah \ \ 2. Rupiah \ Asal didapat: Pekanbaru \ Bahan: Kertas \ Dicetak dan beredar di indonesia tahun 1958 dengan nilai 1000 rupiah \ \ 3. Rupiah \ Asal didapat: Pekanbaru \ Bahan : Kertas \ Dicetak dan beredar di indonesia tahun 1958 dengan nilai 5000 rupiah \ \ --- \ \ Currency After the Independence of the Republic of Indonesia \ \ 1. Rupiah \ Origin: Pekanbaru \ Material: Paper \ Printed and circulated in Indonesia in 1958 with a value of 100 rupiah \ \ 2. Rupiah \ Origin: Pekanbaru \ Material: Paper \ Printed and circulated in Indonesia in 1958 with a value of 1,000 rupiah \ \ 3. Rupiah \ Origin: Pekanbaru \ Material: Paper \ Printed and circulated in Indonesia in 1958 with a value of 5,000 rupiah TextToSpeechBehaviour_7877913D_352A_CB6A_41C7_57C763B9957F.text = Menenun Kain \ Menenun kain adalah proses tradisional dalam pembuatan tekstil yang dilakukan secara manual dengan menggunakan alat tenun. Proses ini melibatkan penggabungan benang lungsi (benang panjang) dan benang pakan (benang melintang) secara sistematis untuk membentuk kain. Dalam budaya Indonesia, kegiatan menenun tidak hanya berfungsi sebagai aktivitas ekonomi, tetapi juga sebagai warisan budaya yang sarat dengan nilai simbolis, estetika, dan identitas lokal. \ \ Teknik menenun dilakukan dengan kesabaran dan ketelitian tinggi, di mana motif dan warna kain yang dihasilkan sering kali mencerminkan kearifan lokal, status sosial, hingga makna spiritual masyarakat setempat. Alat tenun yang digunakan bisa berupa alat tenun tradisional bukan mesin (ATBM) maupun alat tenun gedogan yang lebih sederhana dan banyak ditemukan di daerah-daerah pedesaan. \ \ Hingga kini, tradisi menenun masih dilestarikan di berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua, dengan masing-masing memiliki ciri khas dan motif yang unik. Kegiatan ini menjadi salah satu bentuk penting dalam pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi kreatif masyarakat lokal. \ --- \ \ Weaving Fabric \ Weaving fabric is a traditional textile-making process carried out manually using a loom. This process involves interlacing warp threads (longitudinal threads) and weft threads (horizontal threads) in a systematic manner to form a piece of cloth. In Indonesian culture, weaving is not only an economic activity but also a cultural heritage rich in symbolic meaning, aesthetic value, and local identity. \ \ The weaving technique requires great patience and precision. The resulting patterns and colors often reflect local wisdom, social status, and even spiritual beliefs of the community. The looms used can range from non-mechanical traditional looms (ATBM) to simpler gedogan looms, which are commonly found in rural areas. \ \ Today, the tradition of weaving is still preserved in various regions across Indonesia, such as Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, and Papua—each with its own distinctive styles and motifs. Weaving remains an important cultural practice and a vital part of the local creative economy. TextToSpeechBehaviour_7AE687E3_43BC_C2ED_41A9_2D7432F76D6B.text = Museum Sang Nila Utama Pekanbaru \ Museum Sang Nila Utama di Pekanbaru, Riau, merupakan museum daerah yang memiliki peran penting dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya Melayu Riau. Museum ini menyimpan ribuan koleksi bersejarah dan budaya, seperti pakaian adat, alat musik tradisional, permainan rakyat, serta fosil dan artefak penting lainnya. Awalnya bernama Museum Negeri Provinsi Riau, museum ini resmi berdiri sejak 9 Januari 1991, kemudian berubah nama setelah otonomi daerah dan diberi nama “Sang Nila Utama” pada tahun 1993, terinspirasi dari seorang raja abad ke-13. Dengan lebih dari 4.000 koleksi, museum ini menjadi pusat edukasi dan pelestarian warisan budaya lokal yang berharga bagi masyarakat kini dan mendatang. \ \ ------ \ \ Sang Nila Utama Museum, located in Pekanbaru, Riau, is a regional museum that plays a vital role in preserving and promoting the cultural heritage of Riau Malay. The museum houses thousands of historical and cultural collections, including traditional clothing, musical instruments, folk games, as well as important fossils and artifacts. \ \ Originally named the State Museum of Riau Province, it was officially established on January 9, 1991. Following regional autonomy, the museum was renamed "Sang Nila Utama" in 1993, inspired by a 13th-century king. With over 4,000 items in its collection, the museum serves as an educational hub and a center for safeguarding the region’s valuable cultural legacy for both present and future generations. TextToSpeechBehaviour_0EC3C52A_352A_4B6E_41B2_36734E1E42F6.text = Parang \ Bahan: Besi dan Kayu \ Didapat: Bengkalis \ Deskripsi: \ Parang adalah alat yang digunakan untuk menebas rerumputan liar di perkebunan kelapa, persawahan, perladangan dll. \ \ --- \ Parang \ Material: Iron and Wood \ Origin: Bengkalis \ Description: \ The parang is a tool used for clearing wild grass in coconut plantations, rice fields, farms, and other agricultural areas. \ TextToSpeechBehaviour_7E0A825C_3516_492A_4174_1E655E2DB702.text = Pencuci Tangan \ Terbuat dari silika, wadah berbentuk mangkuk dengan cekungan cukup dalam dan lingkaran permukaan lebih lebar dari lingkaran badan serta berwarna merah transparan. Memiliki tangkai kaki rendah yang menyatukan wadah dengan alasnya yang berbentuk bulat dan pipih. Berfungsi sebagai salah satu perlengkapan peralatan makan Raja Abdullah yang Dipertuan Muda Riau IX yang memerintah pada 1827 - 1852 M. \ \ --- \ Handwashing Vessel \ Made of silica, this bowl-shaped container features a deep concave interior and a rim wider than the body, with a transparent red color. It has a short stem that connects the bowl to its flat, round base. It served as one of the dining utensils of Raja Abdullah, the ninth Yang Dipertuan Muda of Riau, who reigned from 1827 to 1852 AD. TextToSpeechBehaviour_7F953548_352E_4B29_41CA_7DF9CDABF5AC.text = Perlengkapan Menyirih \ Terbuat dari perak, terdiri dari dua buah wadah tempat meramu kapur sirih dan peralatan kebersihan yang seluruhnya terhubung dengan rantai serta dilengkapi dengan hiasan berjumbai. Kedua wadah memiliki ukuran yang berbeda, wadah yang kecil berbentuk setengah lingkaran dengan alas dan tutup datar dan permukaan terdapat ornamen ukiran sedangkan wadah yang besar berbentuk bundar dengan alas dan tutup sedikit cembung. Perlengkapan menyirih ini diperkirakan dibuat sekitar akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 masehi. \ \ --- \ \ Betel Chewing Set \ Made of silver, this set consists of two containers used for preparing lime and holding cleaning tools, all connected by a chain and adorned with tassel decorations. The two containers are of different sizes: the smaller one is semi-circular with a flat base and lid, featuring engraved ornamental designs on its surface, while the larger one is round with slightly convex base and lid. This betel chewing set is estimated to have been made between the late 19th and early 20th century AD. TextToSpeechBehaviour_7927E33C_351E_4F69_41A9_F23061518F4C.text = Piring \ Piring porselin, bentuk bulat cekung dan lingkaran kaki rendah. Pada bagian tengah permukaan terdapat motif hias rangkaian bunga raya dan daun yang dibuat dengan teknik lukis. Serta pada sekeliling lingkaran permukaan bagian atas terdapat motif bunga dan geometris yang dibuat dengan teknik cap. Digunakan sebagai wadah makanan. \ \ T : 5 cm, Ø : 43 cm \ Eropa, abad 19 - 20 Masehi \ \ --- \ Plate \ A porcelain plate with a round concave shape and a low circular foot. At the center of the surface, there is a decorative motif of hibiscus flower arrangements and leaves made using the painting technique. Surrounding the upper circular surface are floral and geometric motifs created using a stamping technique. It was used as a food container. \ \ H: 5 cm, Ø: 43 cm \ Europe, 19th–20th century AD TextToSpeechBehaviour_7C5CB19D_351A_4B2A_41BB_CF16AC37015F.text = Prasasti Pasir Panjang \ Prasasti Pasir Panjang ditemukan oleh K.F. Holle pada tahun 1873. Tulisan pada prasasti ini dipahatkan pada sebuah dinding bukit granit yang terdapat di Pulau Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Prasasti ini terdiri dari tiga baris kata yang menggunakan aksara Nagari dan bahasa Sansekerta. Hasil transliterasi dari prasasti ini berdasarkan pembacaan Brandes dan Caldwel yaitu: \ \ Mahāyānika \ golayaṇṭritasri \ gautamasripada (h) \ \ Disimpulkan bahwa tulisan tersebut mengandung arti “Pemujaan kepada Sang Budha melalui Tapak KakiNya”. \ \ Berdasarkan karakternya prasasti ini diperkirakan berasal dari abad 9 – 10 Masehi \ \ --- \ Pasir Panjang Inscription \ The Pasir Panjang Inscription was discovered by K.F. Holle in 1873. The text of this inscription is carved onto a granite hill wall located on Karimun Island, in the Riau Islands Province. The inscription consists of three lines written in Nagari script and Sanskrit language. The transliteration of this inscription, based on the readings by Brandes and Caldwell, is as follows: \ \ Mahāyānika \ golayaṇṭritasri \ gautamasripada (h) \ \ It is concluded that the inscription conveys the meaning: "Worship of the Buddha through His footprints." \ \ Based on its characteristics, the inscription is estimated to date from the 9th–10th century AD. TextToSpeechBehaviour_7E6BDF53_35EE_373E_41C1_360DEED012DB.text = Soeman Hs \ Soeman Hs (nama asli Suman Hasibuan) lahir pada 4 April 1904 di Bantan Tua, Bengkalis, Riau dan wafat pada 8 Mei 1999 di Pekanbaru. Ia dikenal sebagai sastrawan terkemuka dari angkatan Pujangga Baru serta pelopor cerita pendek dan novel detektif modern dalam sastra Indonesia. \ \ Kariernya dimulai sebagai guru bahasa Melayu setelah menyelesaikan sekolah guru di Langsa, Aceh. Ia pernah mengajar di HIS Siak dan Pasir Pengaraian. Pada masa penjajahan Jepang dan perjuangan kemerdekaan, ia aktif dalam organisasi politik lokal dan dewan nasional. \ \ Sebagai penulis, ia menghasilkan karya terkenal seperti Kasih Tak Terlarai, Pertjobaan Setia, dan Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan. Kumpulan cerpennya Kawan Bergeloet menjadi salah satu karya penting dalam perkembangan sastra Indonesia modern. \ \ Setelah kemerdekaan, ia menjabat sebagai kepala Dinas Pendidikan di Riau dan mendirikan berbagai lembaga pendidikan, termasuk sekolah menengah dan universitas Islam. Namanya kini diabadikan dalam sebuah perpustakaan megah di Pekanbaru.. \ \ --- \ Soeman Hs \ Soeman Hs (real name Suman Hasibuan) was born on April 4, 1904, in Bantan Tua, Bengkalis, Riau, and passed away on May 8, 1999, in Pekanbaru. He was a prominent writer of the Pujangga Baru generation and a pioneer of modern detective fiction and short stories in Indonesian literature. \ \ His career began as a Malay language teacher after completing teacher training in Langsa, Aceh. He taught at HIS Siak and Pasir Pengaraian. During the Japanese occupation and the independence struggle, he was actively involved in local politics and national committees. \ \ As a writer, he produced well-known works such as Kasih Tak Terlarai, Pertjobaan Setia, and Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan. His short story collection Kawan Bergeloet is considered a landmark in modern Indonesian literature. \ \ After independence, he served as the head of the education department in Riau and established several educational institutions, including Islamic secondary schools and universities. His name is commemorated in a grand library in Pekanbaru. TextToSpeechBehaviour_7F51C805_35EA_391A_41C2_C7A85C14E04B.text = Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin \ Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin atau dikenal sebagai Sultan Syarif Kasim II, adalah Sultan ke‑12 dan Sultan terakhir Kesultanan Siak Sri Indrapura. Ia memerintah dari tahun 1915 hingga 1945. Lahir pada 1 Desember 1893 di Siak Sri Indrapura dan wafat pada 23 April 1968 di Pekanbaru, Riau. \ \ Sultan Syarif Kasim II dikenal sebagai tokoh yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setelah Proklamasi tahun 1945, ia menyatakan bahwa Kesultanan Siak bergabung dengan Republik Indonesia dan menyumbangkan sebagian besar hartanya—termasuk mahkota dan benda berharga lainnya—senilai sekitar 13 juta gulden untuk keperluan negara dan perjuangan. Ia juga aktif mendorong raja-raja di Sumatra Timur untuk mendukung NKRI. \ \ Selama pemerintahannya, ia berfokus pada pengembangan pendidikan rakyat: mendirikan sekolah dasar umum dan sekolah untuk perempuan, menyediakan beasiswa untuk anak-anak berprestasi, serta menyediakan transportasi gratis untuk pelajar. Ia juga secara terang-terangan menolak praktik kerja paksa yang diberlakukan penjajah Belanda dan Jepang. \ \ Saat menjabat, Sultan Syarif Kasim II menjadikan Kesultanan Siak sebagai simbol kemandirian dan perlawanan elegan terhadap kolonialisme, dengan pendekatan melalui pendidikan, deklarasi politik, dan dukungan finansial terhadap republik. \ \ --- \ Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin \ Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin, popularly known as Sultan Syarif Kasim II, was the 12th and final Sultan of the Siak Sri Indrapura Sultanate. He reigned from 1915 to 1945. Born on December 1, 1893, in Siak Sri Indrapura, he passed away on April 23, 1968 in Pekanbaru, Riau. \ \ He is recognized as a staunch supporter of Indonesia's independence struggle. After Indonesia proclaimed independence in 1945, he formally integrated the Siak Sultanate into the Republic and generously donated most of his wealth—including his crown and other royal regalia—worth approximately 13 million guilders to support the republic. He also worked to persuade other East Sumatran monarchs to join the cause. \ \ During his reign, he emphasized education reform: establishing elementary schools for the common people and girls, providing scholarships to bright students, and offering free transport for schoolchildren. He openly rejected forced labour policies imposed by Dutch and Japanese occupiers. \ \ Through a combination of educational initiatives, political declarations, and significant financial contributions, Sultan Syarif Kasim II made Kesultanan Siak a symbol of enlightened resistance and national unity. TextToSpeechBehaviour_0F8B0318_351E_4F2A_41C1_5209AB417A8C.text = Tanjak Diraja \ (Tanjak Diraja Dendam Tak Sudah) \ \ Tanjak Diraja adalah penutup kepala adat Melayu yang dikenakan oleh raja atau sultan dalam upacara kebesaran dan acara resmi kerajaan. Tanjak ini melambangkan kedaulatan, kekuasaan, dan kehormatan tertinggi dalam struktur sosial dan budaya Melayu. \ \ Tanjak ini biasanya dibuat dari kain songket berkualitas tinggi, dengan warna emas atau kuning keemasan sebagai warna utama yang identik dengan kemegahan dan simbol kebangsawanan. Bentuknya menjulang dan dilipat dengan teknik khusus yang hanya digunakan untuk kalangan istana. Lipatan tanjak Diraja umumnya lebih rumit dan eksklusif dibanding tanjak biasa. \ \ Sebagai bagian dari pakaian kebesaran, tanjak Diraja bukan sekadar aksesori, tetapi juga menjadi simbol legitimasi kekuasaan, kemuliaan adat, serta kesinambungan warisan budaya kerajaan Melayu yang dijunjung tinggi secara turun-temurun. \ \ --- \ Royal Tanjak \ (Tanjak Diraja Dendam Tak Sudah) \ \ The Royal Tanjak is a traditional Malay headgear worn by kings or sultans during grand ceremonies and official royal events. It symbolizes sovereignty, authority, and the highest honor within the Malay social and cultural structure. \ \ This tanjak is typically crafted from high-quality songket fabric, with gold or golden-yellow as the dominant color—representing grandeur and nobility. Its towering shape is folded using a special technique reserved exclusively for the royal court. The folds of the Royal Tanjak are usually more intricate and exclusive than those of common tanjak. \ \ As part of regal attire, the Royal Tanjak is not merely an accessory—it serves as a symbol of legitimate power, cultural dignity, and the enduring legacy of the Malay royal heritage, preserved and honored through generations. TextToSpeechBehaviour_0B3FF6D4_351A_493A_41C6_A598C6E4F26D.text = Tanjak Diraja \ (Tanjak Diraja Dendam Tak Sudah) \ \ Tanjak Diraja adalah penutup kepala adat Melayu yang dikenakan oleh raja atau sultan dalam upacara kebesaran dan acara resmi kerajaan. Tanjak ini melambangkan kedaulatan, kekuasaan, dan kehormatan tertinggi dalam struktur sosial dan budaya Melayu. \ \ Tanjak ini biasanya dibuat dari kain songket berkualitas tinggi, dengan warna emas atau kuning keemasan sebagai warna utama yang identik dengan kemegahan dan simbol kebangsawanan. Bentuknya menjulang dan dilipat dengan teknik khusus yang hanya digunakan untuk kalangan istana. Lipatan tanjak Diraja umumnya lebih rumit dan eksklusif dibanding tanjak biasa. \ \ Sebagai bagian dari pakaian kebesaran, tanjak Diraja bukan sekadar aksesori, tetapi juga menjadi simbol legitimasi kekuasaan, kemuliaan adat, serta kesinambungan warisan budaya kerajaan Melayu yang dijunjung tinggi secara turun-temurun. \ \ --- \ Royal Tanjak \ (Tanjak Diraja Dendam Tak Sudah) \ \ The Royal Tanjak is a traditional Malay headgear worn by kings or sultans during grand ceremonies and official royal events. It symbolizes sovereignty, authority, and the highest honor within the Malay social and cultural structure. \ \ This tanjak is typically crafted from high-quality songket fabric, with gold or golden-yellow as the dominant color—representing grandeur and nobility. Its towering shape is folded using a special technique reserved exclusively for the royal court. The folds of the Royal Tanjak are usually more intricate and exclusive than those of common tanjak. \ \ As part of regal attire, the Royal Tanjak is not merely an accessory—it serves as a symbol of legitimate power, cultural dignity, and the enduring legacy of the Malay royal heritage, preserved and honored through generations. TextToSpeechBehaviour_05688B61_3A94_1486_41C6_1246CB4B929F.text = Tanjak Podong \ \ Dari: Bajau sabah \ Deskripsi: \ Tanjak Podong adalah penutup kepala tradisional khas masyarakat Mandailing di wilayah Sumatera Utara, khususnya dari etnis Batak Mandailing. Tanjak ini memiliki bentuk yang unik dan mencerminkan status, kehormatan, dan kearifan lokal dalam adat Mandailing. \ Tanjak Podong biasanya terbuat dari ulos kain tenun khas Batak dengan motif dan warna yang khas seperti hitam, merah, dan putih yang sarat akan makna filosofis. Bentuk tanjak ini menyerupai lipatan tegak ke atas, menunjukkan ketegasan, kewibawaan, dan kedewasaan pemakainya. Tanjak ini umumnya dikenakan oleh pria dalam acara adat seperti perkawinan, pelantikan raja adat, atau upacara adat besar lainnya. \ Selain sebagai pelengkap busana adat, Tanjak Podong juga melambangkan identitas dan kedudukan sosial, serta menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur dan tradisi Mandailing yang kaya akan nilai budaya. \ \ --- \ Tanjak Podong \ Origin: Bajau, Sabah \ \ Description: \ Tanjak Podong is a traditional headgear originating from the Bajau community in Sabah. However, the description provided corresponds more closely to the Mandailing ethnic group in North Sumatra, Indonesia. In the Mandailing context, Tanjak Podong is a distinctive traditional head covering that symbolizes status, honor, and local wisdom within Mandailing customs. \ \ Typically made from ulos, a woven Batak fabric rich in symbolic meaning, this tanjak features dominant colors such as black, red, and white—each carrying philosophical significance. Its upward-pointing fold reflects firmness, authority, and maturity. \ \ This tanjak is usually worn by men during traditional events such as weddings, the inauguration of adat (customary) kings, or other major ceremonies. Beyond its role as traditional attire, the Tanjak Podong represents identity, social standing, and deep respect for ancestral heritage and the rich cultural values of the Mandailing people. TextToSpeechBehaviour_0A71978F_351E_F726_41A8_03E52E5A6D5B.text = Tanjak Podong \ \ Dari: Bajau sabah \ Deskripsi: \ Tanjak Podong adalah penutup kepala tradisional khas masyarakat Mandailing di wilayah Sumatera Utara, khususnya dari etnis Batak Mandailing. Tanjak ini memiliki bentuk yang unik dan mencerminkan status, kehormatan, dan kearifan lokal dalam adat Mandailing. \ Tanjak Podong biasanya terbuat dari ulos kain tenun khas Batak dengan motif dan warna yang khas seperti hitam, merah, dan putih yang sarat akan makna filosofis. Bentuk tanjak ini menyerupai lipatan tegak ke atas, menunjukkan ketegasan, kewibawaan, dan kedewasaan pemakainya. Tanjak ini umumnya dikenakan oleh pria dalam acara adat seperti perkawinan, pelantikan raja adat, atau upacara adat besar lainnya. \ Selain sebagai pelengkap busana adat, Tanjak Podong juga melambangkan identitas dan kedudukan sosial, serta menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur dan tradisi Mandailing yang kaya akan nilai budaya. \ \ --- \ Tanjak Podong \ Origin: Bajau, Sabah \ \ Description: \ Tanjak Podong is a traditional headgear originating from the Bajau community in Sabah. However, the description provided corresponds more closely to the Mandailing ethnic group in North Sumatra, Indonesia. In the Mandailing context, Tanjak Podong is a distinctive traditional head covering that symbolizes status, honor, and local wisdom within Mandailing customs. \ \ Typically made from ulos, a woven Batak fabric rich in symbolic meaning, this tanjak features dominant colors such as black, red, and white—each carrying philosophical significance. Its upward-pointing fold reflects firmness, authority, and maturity. \ \ This tanjak is usually worn by men during traditional events such as weddings, the inauguration of adat (customary) kings, or other major ceremonies. Beyond its role as traditional attire, the Tanjak Podong represents identity, social standing, and deep respect for ancestral heritage and the rich cultural values of the Mandailing people. TextToSpeechBehaviour_0C4B31FE_351E_4AE6_41B0_B53A0EA1CFDD.text = Tanjak Terengganu \ \ Dari: Tanjak Laksamana dan menteri besar terengganu \ Deskripsi: \ Tanjak Laksamana Terengganu adalah penutup kepala tradisional khas Melayu yang berasal dari Terengganu, Malaysia, dan secara khusus dikenakan oleh laksamana atau panglima perang dalam struktur istana. Tanjak ini mencerminkan keberanian, kehormatan, dan kedudukan tinggi dalam adat dan sistem pemerintahan kerajaan Melayu. \ Tanjak ini biasanya dibuat dari kain songket dengan warna dominan hitam, biru tua, atau merah tua, dihiasi dengan benang emas atau perak untuk menunjukkan keagungan dan kewibawaan. Bentuk lipatannya tegas dan kokoh, dengan ujung menjulang ke atas atau menyerong, melambangkan kesiapsiagaan dan ketegasan seorang panglima. \ Secara filosofi, Tanjak Laksamana Terengganu tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap busana adat, tetapi juga sebagai simbol keperwiraan, kesetiaan kepada raja, dan identitas budaya Melayu. Keberadaannya menjadi bagian penting dari warisan istana dan nilai-nilai kepemimpinan tradisional dalam masyarakat Melayu Terengganu. \ \ --- \ Tanjak Terengganu \ \ Origin: Worn by the Laksamana and Chief Ministers of Terengganu \ \ Description: \ Tanjak Laksamana Terengganu is a traditional Malay headgear from Terengganu, Malaysia, specifically worn by the laksamana (admiral or war commander) or high-ranking officials within the royal court. This tanjak symbolizes bravery, honor, and a high status within the Malay royal and governmental hierarchy. \ \ It is typically crafted from luxurious songket fabric in dominant shades such as black, deep blue, or maroon, adorned with gold or silver threads to represent grandeur and authority. The fold is sharp and upright—often slanted or pointed upward—symbolizing readiness, strength, and leadership. \ \ Philosophically, the Tanjak Laksamana Terengganu is not merely a component of ceremonial dress, but a cultural emblem of valor, loyalty to the king, and Malay identity. Its presence reflects the nobility of traditional leadership and remains an important part of the royal heritage and customs of the Malay society in Terengganu. TextToSpeechBehaviour_0F8CC50A_3516_4B29_41BF_60EA24A312CB.text = Tekat Api-api \ Tekat api-api adalah salah satu bentuk sulaman tradisional khas Melayu yang ditandai dengan motif sulur atau bunga yang menyerupai nyala api. Motif ini disulam menggunakan benang emas atau perak di atas kain beludru, satin, atau kain halus lainnya, sehingga menghasilkan kesan mewah dan bercahaya. \ \ Nama "api-api" diambil dari bentuk motifnya yang meliuk dan meruncing, menyerupai lidah api yang menyala. Motif ini memiliki makna simbolik yang menggambarkan semangat, keagungan, dan kemuliaan. Tekat ini biasanya digunakan untuk menghiasi pelaminan, busana pengantin, tutup dulang, atau perlengkapan adat lainnya. \ \ --- \ Tekat Api-api \ Tekat api-api is a form of traditional Malay embroidery distinguished by flame-like vine or floral motifs. These motifs are embroidered using gold or silver threads onto velvet, satin, or other fine fabrics, resulting in a luxurious and radiant appearance. \ \ The name "api-api" comes from the motif’s swirling and tapering shapes, resembling tongues of fire. This design carries symbolic meaning, representing spirit, grandeur, and nobility. This embroidery is commonly used to decorate wedding thrones (pelaminan), bridal attire, tray covers, and other ceremonial accessories. TextToSpeechBehaviour_09D1EB69_352A_FFEA_41C0_EF70918DE9DF.text = Tekat Perada \ Tekat perada adalah jenis sulaman tradisional yang menggunakan benang emas atau perak yang disulam di atas kain, seperti beludru atau satin, untuk menghasilkan motif hiasan yang timbul dan mengilap. Teknik ini sering digunakan pada pakaian adat Melayu, terutama untuk keperluan upacara adat, pelaminan, serta perlengkapan pengantin. \ \ Motif yang digunakan dalam tekat perada umumnya berupa bentuk flora, sulur, atau pola geometris yang memiliki makna filosofis. Proses pembuatannya dilakukan secara manual dengan tingkat ketelitian tinggi, menjadikan setiap hasil sulaman bernilai seni dan budaya. \ \ Tekat perada mencerminkan keanggunan, kemewahan, dan status sosial dalam tradisi masyarakat Melayu, sekaligus menjadi warisan budaya yang terus dilestarikan dari generasi ke generasi. \ \ --- \ Tekat Perada \ Tekat perada is a type of traditional embroidery that uses gold or silver threads stitched onto fabric such as velvet or satin to create raised and shimmering decorative motifs. This technique is commonly used in Malay traditional attire, especially for ceremonial purposes, wedding decorations, and bridal accessories. \ \ The motifs found in tekat perada typically feature floral forms, vines, or geometric patterns with philosophical meanings. The embroidery process is done manually with a high level of precision, making each embroidered piece a work of artistic and cultural value. \ \ Tekat perada reflects elegance, luxury, and social status in Malay cultural traditions, while also serving as a cultural heritage passed down from generation to generation. TextToSpeechBehaviour_7CBA0671_351A_49FA_41C7_A4AB59A4BAA6.text = Tempat Buah \ Terbuat dari silika dengan wadah cekung seperti mangkuk, berbentuk bundar, dan permukaan dasar cenderung datar. Lingkaran bibir wadah lebih lebar daripada lingkaran badannya. Sekeliling bibir wadah berwarna hijau, bergelombang, dan memiliki lekukan sehingga tampak seperti mahkota bunga. Permukaan wadah memiliki desain berpola geometris berupa garis-garis bertikal. Wadahnya memiliki kaki rendah bulat dengan alas pipih bundar. Tempat buah ini diperkirakan berasal dari Eropa dan dibuat sekitar akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 masehi. Berfungsi sebagai perlengkapan peralatan makan pada saat menjamu tamu kerajaan. \ \ --- \ Fruit Bowl \ Made of silica, this concave, bowl-like container is round in shape with a relatively flat base. The rim is wider than the body, and the edge is green, wavy, and indented, giving it a flower crown-like appearance. The surface of the bowl features a geometric design consisting of vertical lines. The bowl stands on a low, round foot with a flat circular base. This fruit bowl is believed to have originated from Europe and was made around the late 19th to early 20th century AD. It functioned as part of the dining utensils used when hosting royal guests. TextToSpeechBehaviour_7F6445CE_351A_4B26_41A1_87C951B8DA44.text = Tempat Bumbu \ Terbuat dari kaca, terdiri dari empat wadah bumbu berbentuk mangkuk kecil bertutup dan sebuah wadah berbentuk botol yang memiliki leher dan tutup menyerupai penyumbat. Kelima wadah ini dipasang pada dudukan yang terhubung dengan tiang sebagai porosnya dengan alas lebar segi enam. Tempat bumbu ini bergaya era Victoria dan di Eropa dinamakan Cruet Set atau Cruet-stand. Tempat bumbu ini diperkirakan dibuat di Eropa sekitar abad ke-19 masehi dan difungsikan sebagai salah satu perlengkapan peralatan makan. \ \ --- \ Condiment Set \ Made of glass, this set consists of four small lidded bowl-shaped containers and one bottle-shaped container with a neck and a stopper-like lid. All five containers are mounted on a stand connected to a central pole with a wide hexagonal base. This condiment set features a Victorian-era style and is known in Europe as a Cruet Set or Cruet-stand. It is believed to have been made in Europe around the 19th century AD and served as part of the dining utensils. TextToSpeechBehaviour_7F4DF993_3516_3B3E_41C3_42B349C93A98.text = Tempat Kapur \ Bahan : Kuningan \ Fungsi : Sebagai salah satu perlengkapan tepak sirih yang dipakai wadah kapur \ \ --- \ \ Lime Container \ Material: Brass \ Function: Serves as one of the components of the tepak sirih set, used to hold lime paste. TextToSpeechBehaviour_7C3FFD4C_3516_5B2A_41AC_B50D1A7DF412.text = Tempat Rokok/Tembakau \ Bahan : Perak \ Fungsi : Sebagai tempat rokok. \ Deskripsi : Benda ini bisa digunakan/dimiliki oleh masyarakat yang berkedudukan tinggi \ --- \ \ Cigarette/Tobacco Case \ Material: Silver \ Function: Used as a cigarette holder. \ Description: This item could be used or owned by individuals of high social status. TextToSpeechBehaviour_7F933CDA_352A_392E_41BA_78B33B0B64F9.text = Tempat Tinta \ Tempat tinta terbuat dari keramik. dengan pena yang terbuat dair bambu atau bulu ayam. \ \ --- \ \ Ink Container \ The ink container is made of ceramic, accompanied by a pen made from bamboo or a chicken feather. TextToSpeechBehaviour_642A1750_353A_D73A_4192_D2B8DA9F88B6.text = Tenas Effendy, Doktor (HC) \ Tenas Effendy, bergelar Doktor Honoris Causa (HC), adalah seorang budayawan, sastrawan, dan tokoh adat Melayu yang berasal dari Provinsi Riau. Ia lahir di Tanjung Pinang pada 9 September 1936 dan wafat pada 28 Februari 2015. Nama aslinya adalah Tengku Nasruddin Effendy, namun ia lebih dikenal dengan nama pena Tenas Effendy. \ \ Tenas Effendy dikenal sebagai penjaga warisan budaya Melayu, terutama dalam bentuk sastra lisan, pantun, gurindam, dan peribahasa. Ia aktif menulis dan membukukan berbagai karya sastra dan kebudayaan Melayu, serta menjadi narasumber dan pembicara di berbagai forum kebudayaan, baik nasional maupun internasional. \ \ Beberapa karya pentingnya antara lain: \ \ 1. Ungkapan Tradisional Melayu Riau \ \ 2. Tunjuk Ajar Melayu \ \ 3. Bujang Tan Domang \ \ 4. Tata Bahasa Melayu Riau \ \ Atas jasa-jasanya dalam pelestarian dan pengembangan budaya Melayu, Tenas Effendy memperoleh berbagai penghargaan bergengsi, termasuk anugerah Doktor Honoris Causa dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). \ \ ---- \ Tenas Effendy, Doktor (HC) \ Tenas Effendy, holder of an Honorary Doctorate (HC), was a cultural figure, writer, and traditional Malay leader from Riau Province. He was born in Tanjung Pinang on September 9, 1936, and passed away on February 28, 2015. His birth name was Tengku Nasruddin Effendy, but he was more widely known by his pen name, Tenas Effendy. \ \ Tenas Effendy was renowned for preserving Malay cultural heritage, especially in the form of oral literature, such as pantun (traditional rhyming verse), gurindam, and proverbs. He was active in writing and publishing numerous works on Malay literature and culture, and was frequently invited as a speaker at cultural forums both nationally and internationally. \ \ Some of his notable works include: \ \ 1. Ungkapan Tradisional Melayu Riau (Traditional Malay Expressions of Riau) \ \ 2. Tunjuk Ajar Melayu (Malay Teachings) \ \ 3. Bujang Tan Domang \ \ 4. Tata Bahasa Melayu Riau (Grammar of Riau Malay) \ \ For his contributions to the preservation and development of Malay culture, Tenas Effendy received many prestigious awards, including an Honorary Doctorate from the National University of Malaysia (UKM). TextToSpeechBehaviour_7FDECEDF_3516_7927_41C2_7165D2A840BD.text = Tenas Effendy, Doktor (HC) \ Tenas Effendy, bergelar Doktor Honoris Causa (HC), adalah seorang budayawan, sastrawan, dan tokoh adat Melayu yang berasal dari Provinsi Riau. Ia lahir di Tanjung Pinang pada 9 September 1936 dan wafat pada 28 Februari 2015. Nama aslinya adalah Tengku Nasruddin Effendy, namun ia lebih dikenal dengan nama pena Tenas Effendy. \ \ Tenas Effendy dikenal sebagai penjaga warisan budaya Melayu, terutama dalam bentuk sastra lisan, pantun, gurindam, dan peribahasa. Ia aktif menulis dan membukukan berbagai karya sastra dan kebudayaan Melayu, serta menjadi narasumber dan pembicara di berbagai forum kebudayaan, baik nasional maupun internasional. \ \ Beberapa karya pentingnya antara lain: \ \ 1. Ungkapan Tradisional Melayu Riau \ \ 2. Tunjuk Ajar Melayu \ \ 3. Bujang Tan Domang \ \ 4. Tata Bahasa Melayu Riau \ \ Atas jasa-jasanya dalam pelestarian dan pengembangan budaya Melayu, Tenas Effendy memperoleh berbagai penghargaan bergengsi, termasuk anugerah Doktor Honoris Causa dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). \ \ ---- \ Tenas Effendy, Doktor (HC) \ Tenas Effendy, holder of an Honorary Doctorate (HC), was a cultural figure, writer, and traditional Malay leader from Riau Province. He was born in Tanjung Pinang on September 9, 1936, and passed away on February 28, 2015. His birth name was Tengku Nasruddin Effendy, but he was more widely known by his pen name, Tenas Effendy. \ \ Tenas Effendy was renowned for preserving Malay cultural heritage, especially in the form of oral literature, such as pantun (traditional rhyming verse), gurindam, and proverbs. He was active in writing and publishing numerous works on Malay literature and culture, and was frequently invited as a speaker at cultural forums both nationally and internationally. \ \ Some of his notable works include: \ \ 1. Ungkapan Tradisional Melayu Riau (Traditional Malay Expressions of Riau) \ \ 2. Tunjuk Ajar Melayu (Malay Teachings) \ \ 3. Bujang Tan Domang \ \ 4. Tata Bahasa Melayu Riau (Grammar of Riau Malay) \ \ For his contributions to the preservation and development of Malay culture, Tenas Effendy received many prestigious awards, including an Honorary Doctorate from the National University of Malaysia (UKM). TextToSpeechBehaviour_7B02122A_3516_C969_418C_1169989C70DC.text = Tepak Sirih \ Bahan : Kuningan \ Fungsi : Digunakan sebagai wadah penyimpanan perlengkapan menyirih \ \ --- \ \ Betel Nut Container \ Material: Brass \ Function: Used as a container for storing betel chewing equipment. TextToSpeechBehaviour_78E4A9DE_3516_3B26_41B3_D1AAEB6916DA.text = Tepak Sirih \ Bahan : Kuningan \ Fungsi : Digunakan sebagai wadah penyimpanan perlengkapan menyirih \ \ --- \ \ Betel Nut Container \ Material: Brass \ Function: Used as a container for storing betel chewing equipment. TextToSpeechBehaviour_79DE74D3_3517_C93E_41C1_6B4E6A0D9CBD.text = Tepak Sirih \ Bahan : Kuningan \ Fungsi : Peralatan Menyirih \ \ --- \ \ Tepak Sirih \ Material: Brass \ Function: Betel chewing equipment TextToSpeechBehaviour_7E501EE7_351B_D6E6_41A7_749EAE2A85B3.text = Tombak Siak \ Bilah terbuat dari besi dengan bentuk segitiga pipih. Hulu atau gagangnya terbuat dari besi dengan penampang berbentuk bulat dan berukuran panjang. Pangkal gagangnya dibalut dengan kepingan logam yang dihiasi dengan ornamen ukiran. Tombak ini dibuat sekitar akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 masehi. Tombak Siak ini digunakan dalam upacara adat. \ \ --- \ Siak Spear \ The blade is made of iron and has a flat triangular shape. The hilt or handle is also made of iron, with a long, round cross-section. The base of the handle is wrapped in metal sheets adorned with engraved ornamental designs. This spear was made around the late 19th to early 20th century AD. The Siak spear was used in traditional ceremonial rituals. TextToSpeechBehaviour_0DEE6BEB_352B_FEEE_4165_6F97680B73CA.text = Tongkah Kerang \ Tongkah merupakan papan yang terbuat dari jenis kayu Pulai dan Jelutung yang digunakan untuk tumpuan atau titian yang biasanya dipasang pada tempat becek dan basah (berlumpur). Tongkah rata-rata dibuat dengan ukuran panjang 2 meter hingga 2,5 meter, lebar 50 cm hingga 80 cm dan tebal 3 cm hingga 5 cm. Tongkah menjadi alat bantu ketika menongkah atau mencari kerang darah (Anadara Granosa) oleh orang Duanu (Suku Orang Laut) di Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Teknik menongkah sudah menjadi tradisi orang Duanu dalam mencari kerang di pantai lumpur. Kegiatan ini dilakukan sebanyak 20 kali dalam sebulan ketika air sedang surut. Ketika orang Duanu menongkah, salah satu kaki digunakan sebagai tumpuan untuk tongkah dan tempat mengumpulkan kerang, sementara kaki yang satunya digunakan sebagai pengayuh. \ \ --- \ Tongkah Kerang \ Tongkah is a board made from Pulai or Jelutung wood, used as a footing or pathway typically placed on muddy and wet areas. Tongkah boards are usually made with a length of 2 to 2.5 meters, a width of 50 to 80 centimeters, and a thickness of 3 to 5 centimeters. Tongkah serves as an aid in the traditional practice of "menongkah" or collecting blood clams (Anadara granosa) by the Duanu people (Sea Nomad Tribe) in Indragiri Hilir, Riau Province. The menongkah technique has become a long-standing tradition among the Duanu for harvesting clams in muddy coastal areas. This activity is usually carried out up to 20 times a month during low tide. While menongkah, one foot is used for balancing on the tongkah and collecting clams, while the other foot functions as a paddle. TextToSpeechBehaviour_0F0C6E51_351A_393A_41B5_7BB69B30EA6B.text = Topeng Inang Pengasih \ Bahan: Fiber \ Didapat: Baru Keke, Kijang, Kepulauan Riau \ Deskripsi: \ Untuk Penutup wajah teater tradisional Mak Yong \ \ --- \ Topeng Inang Pengasih \ \ Material: Fiber \ Origin: Baru Keke, Kijang, Riau Archipelago \ Description: \ For face covering in traditional Mak Yong theater. TextToSpeechBehaviour_7979CD7E_35EE_3BE6_419A_CAA993875442.text = Tuanku Tambusai \ Tuanku Tambusai bernama asli Muhammad Saleh. Ia adalah salah satu tokoh penting dalam Perang Padri dan dikenal sebagai pejuang gigih melawan penjajahan Belanda di wilayah Sumatera. Lahir di daerah Dalu-Dalu, Rokan Hulu, Riau pada tahun 1784, ia berasal dari keluarga yang taat agama dan mendapatkan pendidikan Islam yang kuat sejak kecil. \ \ Ia menjadi salah satu ulama dan pemimpin masyarakat yang sangat disegani. Perannya dalam Perang Padri sangat menonjol, terutama sebagai pemimpin perlawanan di wilayah Timur Sumatera. Ia juga membangun benteng pertahanan yang dikenal sebagai Benteng Dalu-Dalu untuk menghadang pasukan kolonial. \ \ Karena keberaniannya dan perjuangannya yang konsisten, Tuanku Tambusai dijuluki sebagai “Raja Kecil dari Rokan”. Setelah Perang Padri berakhir, ia tetap melanjutkan perjuangan hingga akhir hayatnya di Malaysia pada tahun 1882. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas jasa-jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa. \ \ --- \ Tuanku Tambusai \ Tuanku Tambusai, whose real name was Muhammad Saleh, was an important figure in the Padri War and a determined freedom fighter against Dutch colonial rule in Sumatra. He was born in Dalu-Dalu, Rokan Hulu, Riau in 1784 to a devout Islamic family and received strong religious education from a young age. \ \ He became a respected Islamic scholar and community leader. His role in the Padri War was significant, especially as a commander in the eastern Sumatra resistance. He built a defensive fortress known as Benteng Dalu-Dalu to block the colonial forces. \ \ Because of his courage and unwavering resistance, Tuanku Tambusai was known as the “Little King of Rokan.” Even after the Padri War ended, he continued his struggle until his death in Malaysia in 1882. He is officially recognized as a National Hero of Indonesia for his contributions to the nation's independence. TextToSpeechBehaviour_6442FA89_353E_592A_41C5_A9021486B767.text = Tuanku Tambusai \ Tuanku Tambusai bernama asli Muhammad Saleh. Ia adalah salah satu tokoh penting dalam Perang Padri dan dikenal sebagai pejuang gigih melawan penjajahan Belanda di wilayah Sumatera. Lahir di daerah Dalu-Dalu, Rokan Hulu, Riau pada tahun 1784, ia berasal dari keluarga yang taat agama dan mendapatkan pendidikan Islam yang kuat sejak kecil. \ \ Ia menjadi salah satu ulama dan pemimpin masyarakat yang sangat disegani. Perannya dalam Perang Padri sangat menonjol, terutama sebagai pemimpin perlawanan di wilayah Timur Sumatera. Ia juga membangun benteng pertahanan yang dikenal sebagai Benteng Dalu-Dalu untuk menghadang pasukan kolonial. \ \ Karena keberaniannya dan perjuangannya yang konsisten, Tuanku Tambusai dijuluki sebagai “Raja Kecil dari Rokan”. Setelah Perang Padri berakhir, ia tetap melanjutkan perjuangan hingga akhir hayatnya di Malaysia pada tahun 1882. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas jasa-jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa. \ \ --- \ Tuanku Tambusai \ Tuanku Tambusai, whose real name was Muhammad Saleh, was an important figure in the Padri War and a determined freedom fighter against Dutch colonial rule in Sumatra. He was born in Dalu-Dalu, Rokan Hulu, Riau in 1784 to a devout Islamic family and received strong religious education from a young age. \ \ He became a respected Islamic scholar and community leader. His role in the Padri War was significant, especially as a commander in the eastern Sumatra resistance. He built a defensive fortress known as Benteng Dalu-Dalu to block the colonial forces. \ \ Because of his courage and unwavering resistance, Tuanku Tambusai was known as the “Little King of Rokan.” Even after the Padri War ended, he continued his struggle until his death in Malaysia in 1882. He is officially recognized as a National Hero of Indonesia for his contributions to the nation's independence. TextToSpeechBehaviour_72C43D18_3515_FB29_41C8_DFB48BAB1F06.text = Wadah Pencuci Tangan \ Terbuat dari silika, wadah berbentuk mangkuk dengan cekungan cukup dalam serta lingkaran permukaan lebih lebar dari lingkaran badan. Memiliki tangkai kaki rendah yang menyatukan wadah dengan alasnya yang berbentuk bulat dan pipih. Permukaan luar wadah berwarna biru dan permukaan dalam berwarna merah. Berfungsi sebagai salah satu perlengkapan peralatan makan Raja Abdullah yang Dipertuan Muda Riau IX yang memerintah pada 1827 - 1852 M. \ \ --- \ Handwashing Vessel \ Made of silica, this bowl-shaped container has a fairly deep concave interior and a rim that is wider than the body. It features a short stem that connects the bowl to its flat, round base. The outer surface of the vessel is blue, while the inner surface is red. It served as part of the dining utensils used by Raja Abdullah, the ninth Yang Dipertuan Muda of Riau, who reigned from 1827 to 1852 AD. ### URL LinkBehaviour_A983B5AA_BAEA_F28A_41C2_222B93089C71.source = https://maps.app.goo.gl/AT5EnJKYAdZWZQGa8 LinkBehaviour_AF6488B6_BAB7_729D_41D6_BC3D6F1CC652.source = https://maps.app.goo.gl/AT5EnJKYAdZWZQGa8 LinkBehaviour_2630C384_4293_C32A_41BB_77469DD352EF.source = https://maps.app.goo.gl/AT5EnJKYAdZWZQGa8 LinkBehaviour_AE9CDEDB_BAB9_8E8A_41E2_C4269D07548A.source = https://sitari.disbud.riau.go.id/virtual-tour LinkBehaviour_2025A312_428C_C32E_41CA_E1D5DF02F922.source = https://sitari.disbud.riau.go.id/virtual-tour LinkBehaviour_A9B7675B_BAEF_9F8B_41D5_2765E7411C0A.source = https://sitari.disbud.riau.go.id/virtual-tour ## Hotspot ### Text HotspotPanoramaOverlayTextImage_2C0D4C2C_0777_9EC7_419C_576C1FF5A9A6.text = Belakang Museum HotspotPanoramaOverlayTextImage_C3160E56_E06C_E710_41EB_A345A53D305C.text = Belakang Museum HotspotPanoramaOverlayTextImage_C0AD5CBE_E074_2B13_41E8_5075686AE36C.text = Belakang Museum HotspotPanoramaOverlayTextImage_C149D233_E07B_FF10_41DE_DD9E14781B8C.text = Depan Museum HotspotPanoramaOverlayTextImage_FFC44B14_E06C_ED17_4197_FEF59EFEFC5C.text = Depan Museum HotspotPanoramaOverlayTextImage_C201665A_E074_2713_41E7_159F1BA1D697.text = Depan Museum HotspotPanoramaOverlayTextImage_C212F9E3_E074_ED31_41AF_006786B2EAD6.text = Depan Museum HotspotPanoramaOverlayTextImage_C22D2817_E074_2B10_41E8_34204000DBC3.text = Depan Museum HotspotPanoramaOverlayTextImage_C056ECBC_E06C_EB17_41E5_409A8038330E.text = Depan Timur HotspotPanoramaOverlayTextImage_C1CC52AE_E075_DF33_41E9_164154FC45C0.text = Menu Utama HotspotPanoramaOverlayTextImage_C20F4978_E074_2D10_41CE_017FCE19F244.text = Menu Utama HotspotPanoramaOverlayTextImage_C2EFC00D_E06C_3AF0_41E5_F68A46670B77.text = Menu Utama HotspotPanoramaOverlayTextImage_FF0BCA51_E054_6F11_41D0_39678CCAD197.text = Menu Utama HotspotPanoramaOverlayTextImage_C2F3253C_E06C_6517_41EA_303D6DB441C4.text = Menu Utama HotspotPanoramaOverlayTextImage_C2EBA31D_E06C_3D10_41CA_F0A34EE6C490.text = Menu Utama HotspotPanoramaOverlayTextImage_FCA70E0B_E02C_26F0_41E3_E9E4A7D25F73.text = Museum Sang Nila HotspotPanoramaOverlayTextImage_C0B9205A_E06C_5B13_41D0_A7991D1CEF9F.text = Pintu Masuk Museum ## Media ### Audio audiores_651F599C_357A_3B2A_41A7_8DC9E9FD3F63.mp3Url = media/audio_7BA6015C_3577_CB2A_41C3_9F4D6B372FC5_id-ID.mp3 audiores_650CB91A_357A_DB2E_41AD_8C639B07482D.mp3Url = media/audio_7BD20015_357A_493A_4193_7D864D4ABE76_id-ID.mp3 audiores_994E89BF_8B6D_9A57_41BD_7DEE7324FE4F.mp3Url = media/audio_9A5B78EF_8B6D_7BF7_41DA_74C419B72F0D_id-ID.mp3 audiores_9AF6AEF7_8B5D_97D6_41DC_1CF4F067AC70.mp3Url = media/audio_9B0A0CB9_8B5D_7A5B_41BD_D9DA2FAA6450_id-ID.mp3 ### Audio Subtitles ### Floorplan ### Image imlevel_6E2DEAA9_50F6_D19C_41D0_ADFA7EC1D75B.url = media/map_A0F0F6DA_B2B3_07F7_41E0_3FF85BB3D6DA_id-ID_0.webp imlevel_6E2DCAAA_50F6_D19C_41B2_0BC81CDF0029.url = media/map_A0F0F6DA_B2B3_07F7_41E0_3FF85BB3D6DA_id-ID_1.webp imlevel_6E2DBAAB_50F6_D19C_41D1_77D9F623A462.url = media/map_A0F0F6DA_B2B3_07F7_41E0_3FF85BB3D6DA_id-ID_2.webp imlevel_6E2DAAAC_50F6_D194_4167_9BBD2BD94F90.url = media/map_A0F0F6DA_B2B3_07F7_41E0_3FF85BB3D6DA_id-ID_3.webp imlevel_6E2D9AAC_50F6_D194_41C6_68B933BEC6BC.url = media/map_A0F0F6DA_B2B3_07F7_41E0_3FF85BB3D6DA_id-ID_4.webp imlevel_6E2ACB11_50F6_D08F_41BC_3BB3BC0FB3FE.url = media/map_A3A83909_B2B3_0A55_41CF_34E11DA06CB1_id-ID_0.webp imlevel_6E2AAB12_50F6_D08D_41CB_48156180E1B8.url = media/map_A3A83909_B2B3_0A55_41CF_34E11DA06CB1_id-ID_1.webp imlevel_6E2A9B12_50F6_D08D_41D2_B54D59287DF2.url = media/map_A3A83909_B2B3_0A55_41CF_34E11DA06CB1_id-ID_2.webp imlevel_6E2B6B12_50F6_D08D_41CA_9CDD5E3B33F9.url = media/map_A3A83909_B2B3_0A55_41CF_34E11DA06CB1_id-ID_3.webp imlevel_6E2B4B13_50F6_D0B3_41BD_E92A1011608D.url = media/map_A3A83909_B2B3_0A55_41CF_34E11DA06CB1_id-ID_4.webp imlevel_6E286B72_50F6_D08D_41CC_07B0DDBAC4C1.url = media/map_A3AA4D57_B2B3_0AFD_41D1_7A7F843BFB31_id-ID_0.webp imlevel_6E285B73_50F6_D773_41CB_F2CBBB7E630E.url = media/map_A3AA4D57_B2B3_0AFD_41D1_7A7F843BFB31_id-ID_1.webp imlevel_6E283B74_50F6_D775_4189_266C02665E04.url = media/map_A3AA4D57_B2B3_0AFD_41D1_7A7F843BFB31_id-ID_2.webp imlevel_6E280B77_50F6_D774_41A4_620BD23B5225.url = media/map_A3AA4D57_B2B3_0AFD_41D1_7A7F843BFB31_id-ID_3.webp imlevel_6E28EB78_50F6_D77C_41BF_E0AA8C68A6FE.url = media/map_A3AA4D57_B2B3_0AFD_41D1_7A7F843BFB31_id-ID_4.webp imlevel_C5C4EB14_E06D_ED10_41E2_1A9455626CCD.url = media/panorama_D51907FF_DA2F_C53A_41B9_8AD6874DF983_HS_dseznpvv_id-ID.webp imlevel_C5DED9A5_E06D_ED31_41D2_3DF28A21BE2C.url = media/panorama_D51907FF_DA2F_C53A_41B9_8AD6874DF983_HS_kqms2ya6_id-ID.webp imlevel_C631ED06_E06D_EAF0_41E6_E3AA3FFBEBE9.url = media/panorama_D7C38AFD_DA2F_4F3E_41DA_9614056A927D_HS_g706g48x_id-ID.webp imlevel_C63BCDFA_E06D_E513_41E0_F2E43E3C31A6.url = media/panorama_D7C38AFD_DA2F_4F3E_41DA_9614056A927D_HS_y7equuxw_id-ID.webp imlevel_C6321C95_E06D_EB10_41EA_735764E8B76C.url = media/panorama_D7C3D45D_DA2F_5B7E_41DA_FCACAF8485AA_HS_7vnczeux_id-ID.webp imlevel_C5CF7C07_E06D_EAF0_41E0_4FCBB0A6EA93.url = media/panorama_D7C3D45D_DA2F_5B7E_41DA_FCACAF8485AA_HS_luxor2o8_id-ID.webp imlevel_C5E9C64B_E06D_E771_41BB_0DD351F627FA.url = media/panorama_D7C3E807_DA2F_4ACB_41D1_B57CF8424335_HS_7dqb1554_id-ID.webp imlevel_C5EFD6B8_E06D_E71F_41E3_7A2EE3440467.url = media/panorama_D7C3E807_DA2F_4ACB_41D1_B57CF8424335_HS_e9np3spk_id-ID.webp imlevel_300AD631_0749_8AC1_4194_B368C2DE4923.url = media/panorama_D7C3E807_DA2F_4ACB_41D1_B57CF8424335_HS_y8x1de1w_id-ID.webp imlevel_C627D026_E06D_FB33_41D7_B8D2B5947245.url = media/panorama_D7C41EA1_DA28_C7C6_41D1_9122FC66DEEB_HS_7vnjie32_id-ID.webp imlevel_C63ABE65_E06D_E730_41E0_0754FFC65EE3.url = media/panorama_D7C41EA1_DA28_C7C6_41D1_9122FC66DEEB_HS_jqfeceik_id-ID.webp imlevel_C6228F73_E06D_E511_41D1_02FA376EF979.url = media/panorama_D7C41EA1_DA28_C7C6_41D1_9122FC66DEEB_HS_mupugutq_id-ID.webp imlevel_C5D48891_E06D_EB10_41C6_8897255D4C7B.url = media/panorama_D7C4420E_DA28_FEDD_41EA_91C12F7EC9E8_HS_9umb1z8w_id-ID.webp imlevel_C5D7C80C_E06D_EAF7_41C5_2F1C2DD1D59C.url = media/panorama_D7C4420E_DA28_FEDD_41EA_91C12F7EC9E8_HS_dntxaik3_id-ID.webp imlevel_C5D8D93A_E06D_ED13_41E9_B05FC84ED86E.url = media/panorama_D7C4420E_DA28_FEDD_41EA_91C12F7EC9E8_HS_hsuh3a7t_id-ID.webp imlevel_C5D2277B_E06D_E511_41DE_96CAC8B9D800.url = media/panorama_D7C4420E_DA28_FEDD_41EA_91C12F7EC9E8_HS_t4kb5jp6_id-ID.webp imlevel_C4E1E10A_E06D_DAF3_41E9_E45CD35F8C95.url = media/panorama_D7CBD531_DA28_DAC7_41D1_6FAB6BAB8EE2_HS_jaca4j9e_id-ID.webp ### Subtitle panorama_8F1CF9CB_845F_9E5B_41D6_40B99E86DD7C.subtitle = AGUNG panorama_8F1C3D7B_845F_B63B_41D1_B560EC9A5BAF.subtitle = KURNIAWAN ### Title panorama_8F1C0B9D_845F_92FF_41C2_D9D534A788CE.label = Barat Museum panorama_8F1C1936_845F_FFCD_41DC_4F49B388EE3D.label = Barat Museum panorama_8F1C2253_845F_924B_41C1_01B86F06E6F0.label = Barat Museum panorama_A7D6410D_AC7F_4D23_41DE_C631CCBEA373.label = Barat Museum panorama_A7D67BAC_AC7F_5D61_41E0_5FA98B459867.label = Barat Museum map_A0F0F6DA_B2B3_07F7_41E0_3FF85BB3D6DA.label = Batu Bersurat png album_A146DCE7_B2AF_0BDD_41C1_AE29F4E4D4BF_0.label = Batu Bersurat png panorama_8F14534A_8455_F25A_41B2_208F5346DD7D.label = Belakang Museum map_A3A83909_B2B3_0A55_41CF_34E11DA06CB1.label = Belakang Museum panorama_D51907FF_DA2F_C53A_41B9_8AD6874DF983.label = Belakang Museum panorama_D7C3D45D_DA2F_5B7E_41DA_FCACAF8485AA.label = Depan Barat Museum map_A3AA4D57_B2B3_0AFD_41D1_7A7F843BFB31.label = Depan Kiri album_A146DCE7_B2AF_0BDD_41C1_AE29F4E4D4BF_2.label = Depan Kiri panorama_8F14765D_8455_927F_41D2_F07AF53A8BAD.label = Depan Museum panorama_D7C3E807_DA2F_4ACB_41D1_B57CF8424335.label = Depan Museum panorama_8F174021_8455_8DC6_41B9_B3DE90F21BF9.label = Depan Museum panorama_D7C38AFD_DA2F_4F3E_41DA_9614056A927D.label = Depan Timur Museum panorama_8F174ABE_8455_B23D_41D1_E248419D5EE6.label = Halaman Depan panorama_8AD4E8B4_870D_C8D2_41DC_D676680B95F3.label = Jembatan lantai 2 panorama_A07A06B8_AC7F_D761_41C8_5C71E45456DC.label = Jembatan lantai 2 panorama_8F1794FE_8455_963D_417F_5D66558B75C2.label = Kerangka Paus panorama_8F16A3D2_8454_9245_41D5_FC7963E91C71.label = Lantai Dasar panorama_8F15B24C_845B_B25D_41C8_2006B39B92C8.label = Lantai Dasar panorama_033A8F0C_3A8C_0C9F_41C0_11C165B75B72.label = Lantai Dasar panorama_F1AC86CA_FEBF_7D79_41D1_B68A58F75059.label = Lantai Dasar panorama_F1AC4ABE_FEBF_5519_41E4_D0FDD9EDDFC1.label = Lantai Dasar panorama_F1AF3F37_FEBF_4B16_41E3_2EAA2E0178FA.label = Lantai Dasar panorama_F1AF42C9_FEBF_B57A_41EB_BA867B528C96.label = Lantai Dasar panorama_F12EB2DA_FEBF_D51E_41D4_3CF2C9ACCBA4.label = Lantai Dasar panorama_C2623FAE_D309_D53D_41B4_FEA8299FEDF5.label = Lantai Dasar panorama_8F15AD6D_845B_965F_41D9_EDCD04C81AE7.label = Lantai Dasar panorama_8F15B43F_845B_963B_41D4_817DE2BB6B4F.label = Lantai Dasar panorama_8F167B43_845B_B24B_41C1_173029886FD8.label = Lantai Dasar panorama_8F172EFD_8455_923E_41D7_B02548B364F2.label = Lantai Dasar panorama_8F167941_845B_9E47_41D1_C7CF2E5F2D72.label = Lantai Dasar panorama_8F15904E_845B_8E5D_419E_081631721870.label = Lantai Dasar panorama_8F16B6FE_845B_723D_41A7_E3C81D155EBF.label = Lantai Dasar panorama_8F169DB7_8454_96CB_41D8_7252CCB88EE3.label = Lantai Dasar panorama_C3BFAFAF_D308_D53B_4186_F798EEF6A1F8.label = Lantai Dasar panorama_8F169007_8454_8DCB_419F_91F5747F2B96.label = Lantai Dasar panorama_8F1BEE4D_8454_F25F_41C6_42A36C5562D7.label = Lantai Dasar panorama_8F168CAD_8454_96DE_41D7_F09287009891.label = Lantai Dasar panorama_8F16D313_8454_93CB_41B9_FA1A2F078EE6.label = Lantai Dasar panorama_8F176969_8455_7E47_41E0_67258A9CACA2.label = Lantai Dasar panorama_8F15D668_845B_F245_41D4_84A9319595E6.label = Lorong Etnografika panorama_8F15987D_845B_7E3F_41C5_A54FB3732050.label = Lorong Etnografika panorama_F1AC3270_FEBF_552A_41E2_E1CB9448E9F0.label = Lorong Etnografika panorama_8F15AA23_845B_9DCB_41DF_4FD7466B37D1.label = Lorong Etnografika panorama_8F15FFF0_845B_F245_4194_F98D4E6CE2A0.label = Lorong Etnografika panorama_8F15BD0A_845B_B7C5_41D1_5335B8C5FD7E.label = Lorong Etnografika panorama_8F15D5E9_845B_9647_41D3_30F83DC49913.label = Lorong Etnografika panorama_8F15E3F8_845B_B245_41DC_574EB8D2EF26.label = Lorong Etnografika panorama_8F13BA8C_845D_92DD_41DC_F6A9F28147FF.label = Lorong Etnografika panorama_8F129AF1_845C_9247_41DE_706E1C6B1312.label = Lorong Etnografika panorama_8F1383A7_845D_B2CA_41BE_DB3BA16793B7.label = Lorong Etnografika panorama_8F12A1AB_845C_8EDA_41D6_F34AC3AE4311.label = Lorong Etnografika panorama_8F159EEB_845B_925B_41DE_6272AF9D8696.label = Lorong Etnografika panorama_8F127123_845D_8FCB_41D2_A14F6FA2F44C.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F1305DC_845C_967D_41C6_1BE6EAEEF609.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F12C533_845C_B7CA_41DC_2829E8AAAF9C.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F13381E_845D_7DFD_41D3_A91771A1F4E1.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F136F0B_845C_93DB_41CF_ACF87687FA48.label = Lorong Lantai 2 A panorama_898D5256_8455_924D_41DF_88E6BDC231AC.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F12BCA6_845C_B6CD_41C8_F111A8939055.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F1353E5_845C_B24F_41CD_4C963A5CC79B.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F134146_845C_8E4D_41D8_4E6437D18140.label = Lorong Lantai 2 A panorama_0B2ED0ED_18C8_D493_417B_EFA91FAAB50A.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F12AA9B_845C_92FB_41C5_90A10958BE92.label = Lorong Lantai 2 A panorama_A7D605B1_AC7F_3563_41D8_5B0E21654558.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F129DFD_845C_B63F_41D0_31E2FBF1E221.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F12C9E7_845C_9E4A_41D7_E3B5712076B6.label = Lorong Lantai 2 A panorama_8F12F5E9_845C_F647_41D0_3E257A756E88.label = Lorong Lantai 2 A panorama_0B2D2766_18C8_DD90_41B8_9D480AD7739F.label = Lorong Lantai 2 B panorama_8F13D74F_845D_F25B_41D1_B9CB5A4C5BD9.label = Lorong Lantai 2 B panorama_0B2D2FD8_18C8_CCB1_4182_1F60A3E3CF0C.label = Lorong Lantai 2 B panorama_8F13006C_845D_8E5D_41C5_44E21CFF5541.label = Lorong Lantai 2 B panorama_9842A57E_8B77_EAD9_41A5_B2F0A3B8DFF0.label = Lorong Lantai 2 B panorama_8F13C547_845D_964B_41E0_85F687B710A7.label = Lorong Lantai 2 B panorama_8F133E22_845D_95C5_41CF_062117061BA5.label = Lorong Lantai 2 B panorama_0B2D1872_18C8_D471_419F_2D9A7B8974FB.label = Lorong Lantai 2 B panorama_0B2DB010_18C8_F3B1_41B0_2FFB0BC31F91.label = Lorong Lantai 2 B panorama_0B2D2812_18C8_F3B1_41AE_89159C208EDA.label = Lorong Lantai 2 B panorama_8F133B92_845D_B2CA_41D4_FD93BE5158DA.label = Lorong Seni Rupa panorama_0B2EF947_18C8_B59F_419D_893649D88071.label = Lorong Seni Rupa panorama_8F1CC503_845D_97CB_41A3_0C8F71057192.label = Lorong Seni Rupa panorama_8F132990_845D_9EC6_41D4_92207A506D91.label = Lorong Seni Rupa panorama_0B2EE1C1_18C8_B493_4186_58BADDBB030C.label = Lorong Seni Rupa panorama_8F1CC295_845D_B2CF_41C8_9E11E2538BC9.label = Lorong Seni Rupa panorama_0B2F2A13_18C9_57B0_4192_8BF2ECD72BD6.label = Lorong Seni Rupa panorama_8F1C86CE_845D_725D_41D8_DFF52E37DB63.label = Lorong Tekstil panorama_8F1CAFDD_845D_727F_41C9_527250341E38.label = Lorong Tekstil panorama_8F1D9914_845C_9FCD_41D9_D9E06C31FC14.label = Lorong Tekstil panorama_A7D7304D_AC7F_4B22_41D1_9672BA1CD438.label = Lorong Tekstil panorama_8F1D5238_845C_8DC5_41C0_B228AB3B1E8A.label = Lorong Tekstil panorama_8F1CEDCD_845D_965F_41C2_4CCA2241D865.label = Lorong Tekstil panorama_8F1D74E1_845C_9647_41D8_1668CB3BF497.label = Lorong Tekstil panorama_8F1D8E78_845C_9245_41D6_AFC154BBB212.label = Lorong Tekstil panorama_8F1D47F5_845C_F24F_41BC_E9F882DB48D4.label = Lorong Tekstil panorama_8F1DE0E0_845C_8E45_41DA_19E01A41F7E0.label = Lorong Tekstil panorama_8F1DF9D2_845C_9E45_41D0_F6E8BAD5F1D0.label = Lorong Tekstil panorama_8F1D7B98_845C_B2C5_41C9_3B0E79DD4387.label = Lorong Tekstil panorama_8F1D82C8_845C_B245_41DF_E7FBBD07A493.label = Lorong Tekstil panorama_8F1D9BF5_845C_B24F_41D7_CC2F66D62AD4.label = Meja Registrasi panorama_D7CBD531_DA28_DAC7_41D1_6FAB6BAB8EE2.label = Menu Utama album_A146DCE7_B2AF_0BDD_41C1_AE29F4E4D4BF.label = Photo Album Batu Bersurat png panorama_8AB1F3BB_8704_58D6_41D2_3A35F6CF985E.label = Pintu Masuk panorama_0CBEFA9D_18C9_54B3_41B5_C6B28A45B261.label = Pojok Alat Musik panorama_0B2E0306_18C9_7591_418B_90314DB5F594.label = Pojok Alat Musik panorama_0B2FBABE_18C9_74F1_41A7_F60ADEA08E8C.label = Pojok Alat Musik panorama_0B2F6274_18C9_5470_41B2_F2C435B39FFF.label = Pojok Alat Musik panorama_8F1DAE52_845C_9245_41DA_47814E1217B0.label = Pojok Bermain panorama_8F1C90C4_845F_8E4D_41B9_239287B1D54A.label = Pojok Chevron panorama_8F1C675E_845F_727D_41D9_044EDBAF96B1.label = Pojok Chevron panorama_8F1D9512_845C_97C5_41D0_EDE77EF8E2BE.label = Pojok alat musik panorama_8F1C24CB_845F_B65B_41D9_1970658E5428.label = Pompa Angguk Subangsih panorama_0B2EDF82_18C8_CC91_419A_DFA78949AF7B.label = Ruang Koleksi Nusantara panorama_8F1CA35C_845F_B27D_41CB_C72284E9CBCB.label = Ruang Koleksi Nusantara 1 panorama_8F1CF9CB_845F_9E5B_41D6_40B99E86DD7C.label = Ruang Koleksi Nusantara2 panorama_8F1C3D7B_845F_B63B_41D1_B560EC9A5BAF.label = Ruang Koleksi Nusantara3 panorama_D7C41EA1_DA28_C7C6_41D1_9122FC66DEEB.label = Samping Barat Museum panorama_D7C4420E_DA28_FEDD_41EA_91C12F7EC9E8.label = Samping Timur Museum panorama_A7D66F87_AC7F_352F_41DB_5E7D91BD815F.label = Taman panorama_A7D6255F_AC7F_35DF_41D2_FB84208F0C42.label = Taman panorama_8F1C0E5C_845F_B27D_41DB_67389F75C00D.label = Tiang Bendera panorama_8F1BFD2F_8455_F7D9_41DA_085B1BC11710.label = Timur Museum panorama_A7D6A566_AC7F_75E1_41D5_7830B2CBCACF.label = Timur Museum panorama_8F1CD748_845F_9245_41D9_EC3CF1976622.label = Timur Museum panorama_A7D64AC9_AC7F_5F23_41C5_4744732C2197.label = Timur Museum panorama_8F1C0044_845F_8E4E_41C6_E43A69CE286A.label = Timur Museum ## Skin ### Button Button_9543D4E0_B271_7BD3_41E2_699CCFFBC190.label = Belakang Museum Button_9A43B3AD_B271_1DAD_41D2_F7D7540EC112.label = Depan Museum Button_9BA5FAAE_B271_0FAF_41C9_5DD6C06A04D3.label = Halaman Depan Button_9A0778CD_B391_0BD2_41E0_2FB89BB8304D.label = Kerangka Paus Button_95934E10_B391_0673_41E3_50ACC2BA487D.label = Lantai Dasar Button_97BB4A5F_B297_0EED_41C8_C8571DE26066.label = Lorong Etnografika Button_950B379F_B393_066D_41E5_AA7A6CC42013.label = Lorong Seni Rupa Button_9526C666_B393_06DF_41DE_1A41B9888CC5.label = Lorong Tekstil Button_95B5EC59_B277_0AF5_41D7_B9767FCCA6B4.label = Meja Registrasi Button_9A4BC1BB_B271_3DB5_41D1_CEF2DB323E48.label = Menu Utama Button_9552A036_B393_3ABF_41DE_37826477C5F6.label = Pintu Masuk Button_9A2D35F8_B26F_05B3_41DB_74321040F013.label = Pompa Angguk Sumbangsih ### Image Image_01CF1A0E_3068_CA6C_41B0_0F14260F382A.url = skin/Image_01CF1A0E_3068_CA6C_41B0_0F14260F382A_id-ID.jpg Image_02008461_3068_DED5_41C5_16E97C90545A.url = skin/Image_02008461_3068_DED5_41C5_16E97C90545A_id-ID.jpg Image_039061D1_3058_39F5_41BC_3A7797A8D52E.url = skin/Image_039061D1_3058_39F5_41BC_3A7797A8D52E_id-ID.jpg Image_039503FC_3069_F9B3_41AE_475B996C9FA6.url = skin/Image_039503FC_3069_F9B3_41AE_475B996C9FA6_id-ID.jpg Image_03950C04_3058_4E53_41C5_7508A8777616.url = skin/Image_03950C04_3058_4E53_41C5_7508A8777616_id-ID.jpg Image_039DFAC4_3058_4BD3_41BA_E2729833A1AE.url = skin/Image_039DFAC4_3058_4BD3_41BA_E2729833A1AE_id-ID.jpg Image_03A07412_3068_5E77_41B9_964ED40D094D.url = skin/Image_03A07412_3068_5E77_41B9_964ED40D094D_id-ID.jpg Image_03B68D02_3068_CE54_41AF_5102E8304A62.url = skin/Image_03B68D02_3068_CE54_41AF_5102E8304A62_id-ID.jpg Image_03B6B04A_30A8_36D7_41C7_5C6757C9AE03.url = skin/Image_03B6B04A_30A8_36D7_41C7_5C6757C9AE03_id-ID.jpg Image_03BCDCCD_3068_4FED_4183_A890608C3125.url = skin/Image_03BCDCCD_3068_4FED_4183_A890608C3125_id-ID.jpg Image_03C722D9_3069_DBF5_41A8_C2FCFB5C8462.url = skin/Image_03C722D9_3069_DBF5_41A8_C2FCFB5C8462_id-ID.jpg Image_03D3C1CD_3068_39EC_41C0_C04FB5E92896.url = skin/Image_03D3C1CD_3068_39EC_41C0_C04FB5E92896_id-ID.jpg Image_03D8E2BE_30B8_DBAF_41B8_911771A677EC.url = skin/Image_03D8E2BE_30B8_DBAF_41B8_911771A677EC_id-ID.jpg Image_03E6FADD_3068_4BED_41C3_EF8720AC1CC5.url = skin/Image_03E6FADD_3068_4BED_41C3_EF8720AC1CC5_id-ID.jpg Image_040003A3_3058_5A54_41C5_025C9B6C6B8C.url = skin/Image_040003A3_3058_5A54_41C5_025C9B6C6B8C_id-ID.jpg Image_040F036A_3068_7AD7_41C6_6EDD22EAF4D4.url = skin/Image_040F036A_3068_7AD7_41C6_6EDD22EAF4D4_id-ID.jpg Image_041484A9_30B8_3E55_41C7_94A2FBB82159.url = skin/Image_041484A9_30B8_3E55_41C7_94A2FBB82159_id-ID.jpg Image_044D43A2_30A8_7A57_419C_89F0C9B674D0.url = skin/Image_044D43A2_30A8_7A57_419C_89F0C9B674D0_id-ID.jpg Image_044DA818_30A9_D674_41A2_F7D4CB0F322C.url = skin/Image_044DA818_30A9_D674_41A2_F7D4CB0F322C_id-ID.jpg Image_0468CB7B_2AAD_DBBC_4172_ECE096DDEEE0.url = skin/Image_0468CB7B_2AAD_DBBC_4172_ECE096DDEEE0_id-ID.jpg Image_046F0158_30A8_36F4_41BE_2B723FBE536A.url = skin/Image_046F0158_30A8_36F4_41BE_2B723FBE536A_id-ID.jpg Image_0476E83D_30A9_D6AD_41B3_0E10A114E3A9.url = skin/Image_0476E83D_30A9_D6AD_41B3_0E10A114E3A9_id-ID.jpg Image_04A01C62_3058_4ED7_41B5_0E9CC266F90D.url = skin/Image_04A01C62_3058_4ED7_41B5_0E9CC266F90D_id-ID.jpg Image_04E4F203_30A8_7A55_41C5_B137CCFC2989.url = skin/Image_04E4F203_30A8_7A55_41C5_B137CCFC2989_id-ID.jpg Image_05033C72_30D8_4EB7_4192_A97981511FDD.url = skin/Image_05033C72_30D8_4EB7_4192_A97981511FDD_id-ID.jpg Image_0512AB92_30E8_CA77_41C1_07370D40EDD4.url = skin/Image_0512AB92_30E8_CA77_41C1_07370D40EDD4_id-ID.jpg Image_0517AD56_30D8_4EFF_41BC_C5A529464C44.url = skin/Image_0517AD56_30D8_4EFF_41BC_C5A529464C44_id-ID.jpg Image_05217E28_30E9_CA54_41C3_79860517873D.url = skin/Image_05217E28_30E9_CA54_41C3_79860517873D_id-ID.jpg Image_05249A5D_2AA4_C5F4_419D_E8CDAC0D5182.url = skin/Image_05249A5D_2AA4_C5F4_419D_E8CDAC0D5182_id-ID.jpeg Image_0543242A_30A8_7E57_41C1_6A22E77E6823.url = skin/Image_0543242A_30A8_7E57_41C1_6A22E77E6823_id-ID.jpg Image_0544A09D_30E9_D66D_41BD_BFF2B96623DF.url = skin/Image_0544A09D_30E9_D66D_41BD_BFF2B96623DF_id-ID.jpg Image_0564CBAF_2AA4_5B54_41BD_9304E25A89B5.url = skin/Image_0564CBAF_2AA4_5B54_41BD_9304E25A89B5_id-ID.jpg Image_056528F9_30E8_37B5_419D_BBA6F9BA6C98.url = skin/Image_056528F9_30E8_37B5_419D_BBA6F9BA6C98_id-ID.jpg Image_0578BC34_30D8_4EB3_4193_5D92556B5B29.url = skin/Image_0578BC34_30D8_4EB3_4193_5D92556B5B29_id-ID.jpg Image_05843D3F_30A8_CEAD_41C2_BB9F93EEC85D.url = skin/Image_05843D3F_30A8_CEAD_41C2_BB9F93EEC85D_id-ID.jpg Image_0586ADC0_30E8_49D3_41B8_D26996BABA8E.url = skin/Image_0586ADC0_30E8_49D3_41B8_D26996BABA8E_id-ID.jpg Image_058E7A28_30AB_CA53_41C3_5A9DC6A114B0.url = skin/Image_058E7A28_30AB_CA53_41C3_5A9DC6A114B0_id-ID.jpg Image_05917FB3_30D8_49B5_41BB_76B77DD838B8.url = skin/Image_05917FB3_30D8_49B5_41BB_76B77DD838B8_id-ID.jpg Image_059ADC6E_2AA4_3DD4_41C1_81E050A24627.url = skin/Image_059ADC6E_2AA4_3DD4_41C1_81E050A24627_id-ID.jpeg Image_05B2C948_2ABD_C7DC_41C2_9A37BE29DE58.url = skin/Image_05B2C948_2ABD_C7DC_41C2_9A37BE29DE58_id-ID.jpg Image_05C0DE57_30DB_CAFD_41A2_F6839DB0DA58.url = skin/Image_05C0DE57_30DB_CAFD_41A2_F6839DB0DA58_id-ID.jpg Image_05DD5D06_2A7B_DF54_4193_54D95A128971.url = skin/Image_05DD5D06_2A7B_DF54_4193_54D95A128971_id-ID.jpeg Image_05E394DB_30E8_FFF5_4198_2A1E36F86DE9.url = skin/Image_05E394DB_30E8_FFF5_4198_2A1E36F86DE9_id-ID.jpg Image_05E7BBAA_30A8_4A54_41C1_C0AE006E48DE.url = skin/Image_05E7BBAA_30A8_4A54_41C1_C0AE006E48DE_id-ID.jpg Image_05EF9F93_30D8_4A74_41C2_20FBA818AABF.url = skin/Image_05EF9F93_30D8_4A74_41C2_20FBA818AABF_id-ID.jpg Image_05FB9A6D_3058_4AAD_41AE_BEC1726F8840.url = skin/Image_05FB9A6D_3058_4AAD_41AE_BEC1726F8840_id-ID.jpg Image_060FC79E_2A6D_CB74_4187_336C9214736A.url = skin/Image_060FC79E_2A6D_CB74_4187_336C9214736A_id-ID.jpg Image_063B41F3_30AB_D9B4_41A0_06443B97E8A3.url = skin/Image_063B41F3_30AB_D9B4_41A0_06443B97E8A3_id-ID.jpg Image_064A408A_30F8_3657_41B7_DC2D6FFE6F52.url = skin/Image_064A408A_30F8_3657_41B7_DC2D6FFE6F52_id-ID.jpg Image_0660D3DE_30A8_59EC_418E_F5331689DFC7.url = skin/Image_0660D3DE_30A8_59EC_418E_F5331689DFC7_id-ID.jpg Image_06634465_30D8_5EDC_4194_CE898DBCCB09.url = skin/Image_06634465_30D8_5EDC_4194_CE898DBCCB09_id-ID.jpg Image_06659AB2_30B8_4BB7_41AF_F34075FC2E84.url = skin/Image_06659AB2_30B8_4BB7_41AF_F34075FC2E84_id-ID.jpg Image_0676BF57_30B8_4AFD_41A2_925AE3572531.url = skin/Image_0676BF57_30B8_4AFD_41A2_925AE3572531_id-ID.jpg Image_068111ED_30A8_39AC_41BF_A8138E6EE24A.url = skin/Image_068111ED_30A8_39AC_41BF_A8138E6EE24A_id-ID.jpg Image_0693CDFE_30E8_49AF_41C6_B2C2CF3C4026.url = skin/Image_0693CDFE_30E8_49AF_41C6_B2C2CF3C4026_id-ID.jpg Image_0695BA74_30B8_4AB3_41C7_068F6C435AFE.url = skin/Image_0695BA74_30B8_4AB3_41C7_068F6C435AFE_id-ID.jpg Image_06A18349_30E8_DAD4_41C3_F29CE0A68A05.url = skin/Image_06A18349_30E8_DAD4_41C3_F29CE0A68A05_id-ID.jpg Image_06AA4218_2A64_457C_41B7_14B6EBD64A7E.url = skin/Image_06AA4218_2A64_457C_41B7_14B6EBD64A7E_id-ID.jpeg Image_06B13A48_30B8_4AD3_4199_6D7F1B30FB17.url = skin/Image_06B13A48_30B8_4AD3_4199_6D7F1B30FB17_id-ID.jpg Image_06B61A3E_30D8_CAAC_41B2_A11532BFD276.url = skin/Image_06B61A3E_30D8_CAAC_41B2_A11532BFD276_id-ID.jpg Image_06B93270_2A64_45CC_41C4_A7E7863376BA.url = skin/Image_06B93270_2A64_45CC_41C4_A7E7863376BA_id-ID.jpg Image_06FE7CD9_30AF_CFF5_41B4_58CC39CF1F30.url = skin/Image_06FE7CD9_30AF_CFF5_41B4_58CC39CF1F30_id-ID.jpg Image_06FF1516_2A6C_4F74_41BC_5DAF0664B941.url = skin/Image_06FF1516_2A6C_4F74_41BC_5DAF0664B941_id-ID.jpeg Image_06FFFDFA_30B8_49B7_417C_AC255461996D.url = skin/Image_06FFFDFA_30B8_49B7_417C_AC255461996D_id-ID.jpg Image_070CF68F_2A9C_CD55_41C1_1A7EC3B60440.url = skin/Image_070CF68F_2A9C_CD55_41C1_1A7EC3B60440_id-ID.jpeg Image_07146FC6_2A9D_FAD4_41C0_1338A176ED3B.url = skin/Image_07146FC6_2A9D_FAD4_41C0_1338A176ED3B_id-ID.jpg Image_0741180D_30D8_566C_41AC_C3E2ADF8377D.url = skin/Image_0741180D_30D8_566C_41AC_C3E2ADF8377D_id-ID.jpg Image_07546E93_30E8_4A75_4191_E829B31EB8A3.url = skin/Image_07546E93_30E8_4A75_4191_E829B31EB8A3_id-ID.jpg Image_07BF9B2F_30AF_CAAD_41AC_573BC0CF5036.url = skin/Image_07BF9B2F_30AF_CAAD_41AC_573BC0CF5036_id-ID.jpg Image_07CB953B_30F8_3EB4_41C0_2C12768A118D.url = skin/Image_07CB953B_30F8_3EB4_41C0_2C12768A118D_id-ID.jpg Image_07DB898E_30E8_766C_41C7_CCE0182DAB6A.url = skin/Image_07DB898E_30E8_766C_41C7_CCE0182DAB6A_id-ID.jpg Image_07DD346E_2AA4_CDD4_41B6_7F1FB7B8BECC.url = skin/Image_07DD346E_2AA4_CDD4_41B6_7F1FB7B8BECC_id-ID.jpg Image_07F3FFF5_2A9C_DAB4_4167_7E483998EF2D.url = skin/Image_07F3FFF5_2A9C_DAB4_4167_7E483998EF2D_id-ID.jpg Image_07FDF8F8_30A8_37B5_41B7_5EA7F9A019FE.url = skin/Image_07FDF8F8_30A8_37B5_41B7_5EA7F9A019FE_id-ID.jpg Image_0842E7F7_30A8_39BD_41C1_693481022802.url = skin/Image_0842E7F7_30A8_39BD_41C1_693481022802_id-ID.jpg Image_088FCA7D_30D8_4AAC_41B8_223D2AE72C7A.url = skin/Image_088FCA7D_30D8_4AAC_41B8_223D2AE72C7A_id-ID.jpg Image_08FF483B_2178_EBFA_4193_59DB891AAB61.url = skin/Image_08FF483B_2178_EBFA_4193_59DB891AAB61_id-ID.jpeg Image_0A03350E_21D8_259A_41B0_08D199C3C0A5.url = skin/Image_0A03350E_21D8_259A_41B0_08D199C3C0A5_id-ID.jpeg Image_0A057ED6_21D8_648A_41AA_887E3A7CA1FF.url = skin/Image_0A057ED6_21D8_648A_41AA_887E3A7CA1FF_id-ID.jpeg Image_0A154038_21C8_1B86_41BE_370ED5AE0C4A.url = skin/Image_0A154038_21C8_1B86_41BE_370ED5AE0C4A_id-ID.jpeg Image_0B3AA6B5_21C8_E48E_41B9_B0297E9BAF56.url = skin/Image_0B3AA6B5_21C8_E48E_41B9_B0297E9BAF56_id-ID.jpeg Image_0C075B15_21C8_6D8E_4192_80813FC58F00.url = skin/Image_0C075B15_21C8_6D8E_4192_80813FC58F00_id-ID.jpeg Image_0CA4C86D_21CF_EB9E_419A_2B3141DA9566.url = skin/Image_0CA4C86D_21CF_EB9E_419A_2B3141DA9566_id-ID.jpeg Image_0CF3B021_21C8_3B86_41BE_A599B709AABE.url = skin/Image_0CF3B021_21C8_3B86_41BE_A599B709AABE_id-ID.jpeg Image_0DBF41C5_21D8_3C8E_41A2_7A632B6E3AF4.url = skin/Image_0DBF41C5_21D8_3C8E_41A2_7A632B6E3AF4_id-ID.jpeg Image_0DD2F6EC_21D8_249E_4185_7EBF8703AF13.url = skin/Image_0DD2F6EC_21D8_249E_4185_7EBF8703AF13_id-ID.jpeg Image_0DFC2917_21D8_ED8A_419F_454405B4659C.url = skin/Image_0DFC2917_21D8_ED8A_419F_454405B4659C_id-ID.jpeg Image_0E315AC0_3517_D91A_41C5_B9FB8E0FF3A6.url = skin/Image_0E315AC0_3517_D91A_41C5_B9FB8E0FF3A6_id-ID.jpg Image_0EBE94CE_3536_C929_41C7_98E140B8D2E5.url = skin/Image_0EBE94CE_3536_C929_41C7_98E140B8D2E5_id-ID.jpg Image_0F69B638_21F8_6786_41B3_0F3582EDF2C3.url = skin/Image_0F69B638_21F8_6786_41B3_0F3582EDF2C3_id-ID.jpeg Image_148AC5F8_2D0B_084D_41B5_2F69243210C8.url = skin/Image_148AC5F8_2D0B_084D_41B5_2F69243210C8_id-ID.jpg Image_14D37FB7_2D39_F8C4_41A1_10B4D1362E01.url = skin/Image_14D37FB7_2D39_F8C4_41A1_10B4D1362E01_id-ID.jpeg Image_159DF05E_2D7F_0844_4195_44A16580814B.url = skin/Image_159DF05E_2D7F_0844_4195_44A16580814B_id-ID.jpeg Image_15D00609_2D0B_0BCC_4189_95ED0EEA115A.url = skin/Image_15D00609_2D0B_0BCC_4189_95ED0EEA115A_id-ID.jpg Image_17EE84AF_2D39_08C4_41C4_80BB8A462C47.url = skin/Image_17EE84AF_2D39_08C4_41C4_80BB8A462C47_id-ID.jpeg Image_185BD6A8_2D77_08CD_41A8_2D3FC13C6481.url = skin/Image_185BD6A8_2D77_08CD_41A8_2D3FC13C6481_id-ID.jpeg Image_19340C06_2D1B_FFC5_4194_CF624677E54C.url = skin/Image_19340C06_2D1B_FFC5_4194_CF624677E54C_id-ID.jpeg Image_199A3266_2D19_0844_41B1_500858426964.url = skin/Image_199A3266_2D19_0844_41B1_500858426964_id-ID.jpeg Image_19A6F3E1_2D17_087C_41B2_DF472FAF6EF6.url = skin/Image_19A6F3E1_2D17_087C_41B2_DF472FAF6EF6_id-ID.png Image_1A082D53_2AA4_7FCC_41B9_7390AB370BDE.url = skin/Image_1A082D53_2AA4_7FCC_41B9_7390AB370BDE_id-ID.jpeg Image_1A6BD83D_2D09_07C7_41C6_92696036854C.url = skin/Image_1A6BD83D_2D09_07C7_41C6_92696036854C_id-ID.jpeg Image_1AF9347E_2D0B_0844_41C5_5676CD6C443E.url = skin/Image_1AF9347E_2D0B_0844_41C5_5676CD6C443E_id-ID.jpg Image_1B0D6ADB_2D0B_784C_41BE_050421557FB6.url = skin/Image_1B0D6ADB_2D0B_784C_41BE_050421557FB6_id-ID.jpeg Image_1B30E474_2D19_0844_41B4_B0135CDCC428.url = skin/Image_1B30E474_2D19_0844_41B4_B0135CDCC428_id-ID.jpg Image_1B38ED57_2D1B_3844_41B1_3EF7CE7F8560.url = skin/Image_1B38ED57_2D1B_3844_41B1_3EF7CE7F8560_id-ID.jpg Image_1B45FB68_2D7B_184C_418E_385BC1334490.url = skin/Image_1B45FB68_2D7B_184C_418E_385BC1334490_id-ID.jpeg Image_1B787B19_2D39_39CC_41B6_89FE91B307FC.url = skin/Image_1B787B19_2D39_39CC_41B6_89FE91B307FC_id-ID.jpg Image_1BAAF5F1_2D09_085C_41B5_9578EEFABFF9.url = skin/Image_1BAAF5F1_2D09_085C_41B5_9578EEFABFF9_id-ID.jpeg Image_1E001F32_2D19_39DC_4191_D9340E0F52C2.url = skin/Image_1E001F32_2D19_39DC_4191_D9340E0F52C2_id-ID.png Image_1E10756D_2B19_E71F_41AA_B0F9BB0F2BAB.url = skin/Image_1E10756D_2B19_E71F_41AA_B0F9BB0F2BAB_id-ID.jpeg Image_1E4DADA7_2D09_F8C4_4164_05BE51832F28.url = skin/Image_1E4DADA7_2D09_F8C4_4164_05BE51832F28_id-ID.jpeg Image_1E4F96F4_2D19_0844_41B7_C34DE6032623.url = skin/Image_1E4F96F4_2D19_0844_41B7_C34DE6032623_id-ID.jpeg Image_1EEC92B9_2D17_08CC_41BE_A5C3429A96CF.url = skin/Image_1EEC92B9_2D17_08CC_41BE_A5C3429A96CF_id-ID.png Image_202CD23A_04E7_3CFE_417C_BFDDBC3D067A.url = skin/Image_202CD23A_04E7_3CFE_417C_BFDDBC3D067A_id-ID.jpg Image_205F7DA4_04DA_C789_4182_2224A887F562.url = skin/Image_205F7DA4_04DA_C789_4182_2224A887F562_id-ID.jpg Image_20799EFC_04E7_C57A_416E_C59B98F43BB7.url = skin/Image_20799EFC_04E7_C57A_416E_C59B98F43BB7_id-ID.jpeg Image_207D0CC0_04DA_C58A_414E_8E853E2F4640.url = skin/Image_207D0CC0_04DA_C58A_414E_8E853E2F4640_id-ID.jpeg Image_20DBC251_04D9_3C8A_4142_CC8C5C53EE62.url = skin/Image_20DBC251_04D9_3C8A_4142_CC8C5C53EE62_id-ID.jpg Image_222E774B_0749_8941_417F_33F7F0CD0113.url = skin/Image_222E774B_0749_8941_417F_33F7F0CD0113_id-ID.jpeg Image_2236F9BC_0040_54C0_4150_A86D8F2C37E6.url = skin/Image_2236F9BC_0040_54C0_4150_A86D8F2C37E6_id-ID.jpeg Image_22A739AA_0040_74C0_414F_1093C3E4EAFE.url = skin/Image_22A739AA_0040_74C0_414F_1093C3E4EAFE_id-ID.jpeg Image_22ED61A9_0040_74C0_4126_AB1A86086CDC.url = skin/Image_22ED61A9_0040_74C0_4126_AB1A86086CDC_id-ID.jpeg Image_230DE176_0040_5440_4146_8638841E19BC.url = skin/Image_230DE176_0040_5440_4146_8638841E19BC_id-ID.jpeg Image_233ABEC7_075B_BB41_40AF_EB7C6CA15800.url = skin/Image_233ABEC7_075B_BB41_40AF_EB7C6CA15800_id-ID.jpg Image_23CA89EE_0040_5440_4142_63BB8ACD27B8.url = skin/Image_23CA89EE_0040_5440_4142_63BB8ACD27B8_id-ID.jpeg Image_26F3C76B_04F9_449F_4190_46FBF77667B6.url = skin/Image_26F3C76B_04F9_449F_4190_46FBF77667B6_id-ID.jpg Image_271A95E2_04E9_478E_418D_232CE65984AE.url = skin/Image_271A95E2_04E9_478E_418D_232CE65984AE_id-ID.jpeg Image_27C08412_0040_73C0_4139_EAA97A6B38F4.url = skin/Image_27C08412_0040_73C0_4139_EAA97A6B38F4_id-ID.jpg Image_2809E8BF_07D6_87C0_4191_9F94636E39DB.url = skin/Image_2809E8BF_07D6_87C0_4191_9F94636E39DB_id-ID.jpg Image_282BB5E8_07D6_894F_4184_EFFED1C6B142.url = skin/Image_282BB5E8_07D6_894F_4184_EFFED1C6B142_id-ID.jpg Image_283B5779_07DA_8940_4188_0D0A50E93CCE.url = skin/Image_283B5779_07DA_8940_4188_0D0A50E93CCE_id-ID.jpg Image_2848930F_0040_35C0_40FF_EA8C4D20CDC0.url = skin/Image_2848930F_0040_35C0_40FF_EA8C4D20CDC0_id-ID.jpg Image_28776B5C_0569_4CBA_418A_DC1B625FAE38.url = skin/Image_28776B5C_0569_4CBA_418A_DC1B625FAE38_id-ID.jpeg Image_287AC28E_07B9_8BC0_417A_C437D9B56303.url = skin/Image_287AC28E_07B9_8BC0_417A_C437D9B56303_id-ID.jpg Image_28A90C9F_07B7_7FC1_415D_10E5C6950B85.url = skin/Image_28A90C9F_07B7_7FC1_415D_10E5C6950B85_id-ID.jpg Image_28C5CC0E_07DF_9EC0_4175_95D03E082B82.url = skin/Image_28C5CC0E_07DF_9EC0_4175_95D03E082B82_id-ID.jpg Image_28C6F6C4_07DA_8B47_419A_FF2866F15B3C.url = skin/Image_28C6F6C4_07DA_8B47_419A_FF2866F15B3C_id-ID.jpg Image_29EF40BB_07DA_87C0_419D_6BD103CCAF78.url = skin/Image_29EF40BB_07DA_87C0_419D_6BD103CCAF78_id-ID.jpg Image_2A26E9B6_0CF1_5537_41A1_6F7D766A06D1.url = skin/Image_2A26E9B6_0CF1_5537_41A1_6F7D766A06D1_id-ID.jpg Image_2A9D8F3C_0569_44FA_4182_8EEAEFC5E3C0.url = skin/Image_2A9D8F3C_0569_44FA_4182_8EEAEFC5E3C0_id-ID.jpeg Image_2ACF03D4_077B_8947_419B_2486C3A10E7E.url = skin/Image_2ACF03D4_077B_8947_419B_2486C3A10E7E_id-ID.jpeg Image_2C9C6563_077E_8940_4171_72A40C749787.url = skin/Image_2C9C6563_077E_8940_4171_72A40C749787_id-ID.jpg Image_2D8DBDD1_0579_478B_415A_F112900A6C74.url = skin/Image_2D8DBDD1_0579_478B_415A_F112900A6C74_id-ID.jpeg Image_2E1B85B3_056F_C78F_418A_F9DBBC6D9685.url = skin/Image_2E1B85B3_056F_C78F_418A_F9DBBC6D9685_id-ID.jpeg Image_2E3B0BB0_0579_C38A_4182_4E4DB07AE373.url = skin/Image_2E3B0BB0_0579_C38A_4182_4E4DB07AE373_id-ID.jpeg Image_2E9AE7F3_055A_C38E_417F_C05CF75830E4.url = skin/Image_2E9AE7F3_055A_C38E_417F_C05CF75830E4_id-ID.jpeg Image_2EC2344F_057A_C497_4177_665D35B04471.url = skin/Image_2EC2344F_057A_C497_4177_665D35B04471_id-ID.jpeg Image_2EEE2925_0579_CC8B_417E_782CBC7D3CCF.url = skin/Image_2EEE2925_0579_CC8B_417E_782CBC7D3CCF_id-ID.jpeg Image_2EEF554C_0559_C499_417F_9277FC44E9AE.url = skin/Image_2EEF554C_0559_C499_417F_9277FC44E9AE_id-ID.jpeg Image_2F1A5EF9_0566_C57B_4178_AFA440135F39.url = skin/Image_2F1A5EF9_0566_C57B_4178_AFA440135F39_id-ID.jpeg Image_2F6A3D90_0567_C78A_4182_6B082014546A.url = skin/Image_2F6A3D90_0567_C78A_4182_6B082014546A_id-ID.jpeg Image_2FB2E539_0569_44FA_411D_B4EFE55CAFD0.url = skin/Image_2FB2E539_0569_44FA_411D_B4EFE55CAFD0_id-ID.jpeg Image_2FE942E3_056B_7D8E_4190_C3F2CAF21ABE.url = skin/Image_2FE942E3_056B_7D8E_4190_C3F2CAF21ABE_id-ID.jpeg Image_2FEEDBA9_056A_C39B_4163_A52D46816246.url = skin/Image_2FEEDBA9_056A_C39B_4163_A52D46816246_id-ID.jpeg Image_2FF2ECE4_056A_C589_4188_3F7E513861B5.url = skin/Image_2FF2ECE4_056A_C589_4188_3F7E513861B5_id-ID.jpeg Image_3009D545_05E6_C48B_4130_A2FCD137ADA6.url = skin/Image_3009D545_05E6_C48B_4130_A2FCD137ADA6_id-ID.jpg Image_3085998D_05D9_4F9A_4182_4801FC428E3E.url = skin/Image_3085998D_05D9_4F9A_4182_4801FC428E3E_id-ID.jpg Image_308D8250_05D9_3C89_4182_C363566B398A.url = skin/Image_308D8250_05D9_3C89_4182_C363566B398A_id-ID.jpg Image_30965F0F_05DA_C496_418E_2765C451A843.url = skin/Image_30965F0F_05DA_C496_418E_2765C451A843_id-ID.jpg Image_30A58B03_05DB_CC8E_417C_0DF06A98A8C1.url = skin/Image_30A58B03_05DB_CC8E_417C_0DF06A98A8C1_id-ID.jpg Image_30B7562F_05D9_4497_418D_C04046362510.url = skin/Image_30B7562F_05D9_4497_418D_C04046362510_id-ID.jpg Image_30C26E6D_05D9_C49A_4176_005611BC7EBA.url = skin/Image_30C26E6D_05D9_C49A_4176_005611BC7EBA_id-ID.jpg Image_30F5A0BF_05D9_3DF7_4181_64BB7861BF3F.url = skin/Image_30F5A0BF_05D9_3DF7_4181_64BB7861BF3F_id-ID.jpg Image_35BD34BA_07DA_8FC0_4187_0A3630D8D350.url = skin/Image_35BD34BA_07DA_8FC0_4187_0A3630D8D350_id-ID.jpg Image_361AC372_0FB3_554F_41A7_11888CA5DEF2.url = skin/Image_361AC372_0FB3_554F_41A7_11888CA5DEF2_id-ID.jpg Image_3623DCD9_05DF_45BA_4183_80EF65D21BA2.url = skin/Image_3623DCD9_05DF_45BA_4183_80EF65D21BA2_id-ID.jpg Image_36260292_0529_3D89_418A_713722A3E774.url = skin/Image_36260292_0529_3D89_418A_713722A3E774_id-ID.jpg Image_36983335_07CA_8AC0_4193_20E08AB5A137.url = skin/Image_36983335_07CA_8AC0_4193_20E08AB5A137_id-ID.jpg Image_36C48F85_0526_C38A_417A_89CFBBF34278.url = skin/Image_36C48F85_0526_C38A_417A_89CFBBF34278_id-ID.jpg Image_36D7AF20_052A_C48A_4177_D692EAC6ABAC.url = skin/Image_36D7AF20_052A_C48A_4177_D692EAC6ABAC_id-ID.jpg Image_3751090C_0539_4C9A_4150_2D6EB2B1293C.url = skin/Image_3751090C_0539_4C9A_4150_2D6EB2B1293C_id-ID.jpeg Image_376E930D_05DB_DC9B_4150_3D64C5A9A503.url = skin/Image_376E930D_05DB_DC9B_4150_3D64C5A9A503_id-ID.jpg Image_37796BE9_05DA_C39B_4173_FE83D018977C.url = skin/Image_37796BE9_05DA_C39B_4173_FE83D018977C_id-ID.jpg Image_377EC45A_05DA_C4BE_417A_5FBA8CA7B7F4.url = skin/Image_377EC45A_05DA_C4BE_417A_5FBA8CA7B7F4_id-ID.jpg Image_37826E2D_052B_C49A_4183_B98B8AE223E6.url = skin/Image_37826E2D_052B_C49A_4183_B98B8AE223E6_id-ID.jpg Image_3BD35149_0F97_555D_4184_8F1A2BABB2A8.url = skin/Image_3BD35149_0F97_555D_4184_8F1A2BABB2A8_id-ID.jpg Image_3BE38122_0FB1_32CF_41AA_1F8B1A46B211.url = skin/Image_3BE38122_0FB1_32CF_41AA_1F8B1A46B211_id-ID.jpg Image_3BE7CF3E_0FB7_2D36_41A0_F47BE1210583.url = skin/Image_3BE7CF3E_0FB7_2D36_41A0_F47BE1210583_id-ID.jpeg Image_3D73F96B_0529_CC9E_4184_384D53EC0C63.url = skin/Image_3D73F96B_0529_CC9E_4184_384D53EC0C63_id-ID.jpeg Image_3DAB7CA3_0071_75C1_4153_82CA52DB47D1.url = skin/Image_3DAB7CA3_0071_75C1_4153_82CA52DB47D1_id-ID.jpg Image_3E19E8B1_07B6_87C0_4195_AE14D6974448.url = skin/Image_3E19E8B1_07B6_87C0_4195_AE14D6974448_id-ID.jpg Image_40A0C7B8_31A9_D9B4_41BC_5AA456ACFC5B.url = skin/Image_40A0C7B8_31A9_D9B4_41BC_5AA456ACFC5B_id-ID.jpg Image_4161F8D4_0153_7569_40D5_F70685EEA200.url = skin/Image_4161F8D4_0153_7569_40D5_F70685EEA200_id-ID.jpeg Image_41970343_0152_DB6F_4101_1A9A5712B310.url = skin/Image_41970343_0152_DB6F_4101_1A9A5712B310_id-ID.jpeg Image_41BB0208_31A8_FA54_4189_3A8A0F110040.url = skin/Image_41BB0208_31A8_FA54_4189_3A8A0F110040_id-ID.jpg Image_41F0CD5B_22C8_25BA_41A5_64F211BBDCA0.url = skin/Image_41F0CD5B_22C8_25BA_41A5_64F211BBDCA0_id-ID.jpg Image_4249D1AA_0957_89C0_41A0_27E2CC555547.url = skin/Image_4249D1AA_0957_89C0_41A0_27E2CC555547_id-ID.jpg Image_4283A94E_015E_B776_4118_98E8CDFCC030.url = skin/Image_4283A94E_015E_B776_4118_98E8CDFCC030_id-ID.jpg Image_42BC3846_2138_2B8A_41BD_E369FB4D37DE.url = skin/Image_42BC3846_2138_2B8A_41BD_E369FB4D37DE_id-ID.jpg Image_431EC2C7_2148_3C8A_418C_8B0C85E9A305.url = skin/Image_431EC2C7_2148_3C8A_418C_8B0C85E9A305_id-ID.jpg Image_433EE273_0153_552E_410B_DC4BCC5D2150.url = skin/Image_433EE273_0153_552E_410B_DC4BCC5D2150_id-ID.jpg Image_43748A17_31A8_CA7D_4189_122D7D26ADDC.url = skin/Image_43748A17_31A8_CA7D_4189_122D7D26ADDC_id-ID.jpg Image_43844A74_2148_6F8E_41B3_B45911B635B1.url = skin/Image_43844A74_2148_6F8E_41B3_B45911B635B1_id-ID.jpg Image_43B3DA8F_2138_2C9A_4193_18F5347108AE.url = skin/Image_43B3DA8F_2138_2C9A_4193_18F5347108AE_id-ID.jpg Image_43BA76D7_213B_E48A_418C_3133E3D20556.url = skin/Image_43BA76D7_213B_E48A_418C_3133E3D20556_id-ID.jpg Image_43BDA15F_2138_1DBB_41C1_675182E7D7BC.url = skin/Image_43BDA15F_2138_1DBB_41C1_675182E7D7BC_id-ID.jpg Image_464D4F14_2F39_19C5_41B8_DB53C705F03D.url = skin/Image_464D4F14_2F39_19C5_41B8_DB53C705F03D_id-ID.jpg Image_480EECBB_2F09_38CC_41C5_1BFBFD5F1B15.url = skin/Image_480EECBB_2F09_38CC_41C5_1BFBFD5F1B15_id-ID.jpg Image_486400B0_2178_7C86_41A7_22F88A858BEA.url = skin/Image_486400B0_2178_7C86_41A7_22F88A858BEA_id-ID.jpg Image_48CBD66C_2F77_0844_41C7_570075989D45.url = skin/Image_48CBD66C_2F77_0844_41C7_570075989D45_id-ID.jpg Image_49BF4145_2F39_0844_4190_2F0D2175B1D0.url = skin/Image_49BF4145_2F39_0844_4190_2F0D2175B1D0_id-ID.jpg Image_4A3D76AE_2F7B_08C4_41C2_4A4BAEA22162.url = skin/Image_4A3D76AE_2F7B_08C4_41C2_4A4BAEA22162_id-ID.jpg Image_4A492651_2F79_085C_41B2_DA6FB24E3A04.url = skin/Image_4A492651_2F79_085C_41B2_DA6FB24E3A04_id-ID.jpg Image_4A5471A7_2F79_08C3_41C1_FEBDC34C3BC1.url = skin/Image_4A5471A7_2F79_08C3_41C1_FEBDC34C3BC1_id-ID.jpg Image_4A5DB3C3_2F19_08BC_41B0_33FE21001A49.url = skin/Image_4A5DB3C3_2F19_08BC_41B0_33FE21001A49_id-ID.jpg Image_4A90A361_2178_1D86_41AE_160211FCBC3C.url = skin/Image_4A90A361_2178_1D86_41AE_160211FCBC3C_id-ID.jpg Image_4AACD269_2F79_084C_4195_1353A26A12DD.url = skin/Image_4AACD269_2F79_084C_4195_1353A26A12DD_id-ID.jpg Image_4AB3C335_2F7B_09C4_41B0_5252F5B68ABB.url = skin/Image_4AB3C335_2F7B_09C4_41B0_5252F5B68ABB_id-ID.jpg Image_4ABD0D88_2178_2486_4168_55F521603596.url = skin/Image_4ABD0D88_2178_2486_4168_55F521603596_id-ID.jpg Image_4AD26F68_2F7F_384C_41B1_3A29DB48D58C.url = skin/Image_4AD26F68_2F7F_384C_41B1_3A29DB48D58C_id-ID.jpg Image_4AEED1EB_2F7F_084C_41B9_0CA043A5B483.url = skin/Image_4AEED1EB_2F7F_084C_41B9_0CA043A5B483_id-ID.jpg Image_4AF9C348_2F3F_084C_41AF_B7A2DBF30779.url = skin/Image_4AF9C348_2F3F_084C_41AF_B7A2DBF30779_id-ID.jpg Image_4B3FEB8F_2F09_38C4_4191_488DBF8EB61A.url = skin/Image_4B3FEB8F_2F09_38C4_4191_488DBF8EB61A_id-ID.jpg Image_4B4B0BDB_2F09_384C_41A1_F6D676F32937.url = skin/Image_4B4B0BDB_2F09_384C_41A1_F6D676F32937_id-ID.jpg Image_4B975E18_2F39_1BCC_419E_CFAFC004A8D0.url = skin/Image_4B975E18_2F39_1BCC_419E_CFAFC004A8D0_id-ID.jpg Image_4D484D5B_2F39_384C_4184_0B4E2CF720DC.url = skin/Image_4D484D5B_2F39_384C_4184_0B4E2CF720DC_id-ID.jpg Image_4D495B1A_2F1B_19CC_4197_D56F1AADA0D1.url = skin/Image_4D495B1A_2F1B_19CC_4197_D56F1AADA0D1_id-ID.jpg Image_4D552C98_2F0B_18CC_41C2_759B6EAE8558.url = skin/Image_4D552C98_2F0B_18CC_41C2_759B6EAE8558_id-ID.jpg Image_4D67B8E6_2F19_3844_41B0_7E193E65B1A9.url = skin/Image_4D67B8E6_2F19_3844_41B0_7E193E65B1A9_id-ID.jpg Image_4D966CD2_2F09_185C_4191_6ABC2CA238F4.url = skin/Image_4D966CD2_2F09_185C_4191_6ABC2CA238F4_id-ID.jpg Image_4DD6D748_2F09_084C_4194_75B15F2F88E3.url = skin/Image_4DD6D748_2F09_084C_4194_75B15F2F88E3_id-ID.jpg Image_4DDCC83F_2F09_07C4_41BA_C80B44465DE1.url = skin/Image_4DDCC83F_2F09_07C4_41BA_C80B44465DE1_id-ID.jpg Image_4E18B91F_2178_2DBA_41BB_EE7649C13189.url = skin/Image_4E18B91F_2178_2DBA_41BB_EE7649C13189_id-ID.jpg Image_4F08FAA3_31A8_4A54_41B4_436B23774FB0.url = skin/Image_4F08FAA3_31A8_4A54_41B4_436B23774FB0_id-ID.jpeg Image_4F0DF98A_2178_6C9A_41A5_D5CB0EE3676F.url = skin/Image_4F0DF98A_2178_6C9A_41A5_D5CB0EE3676F_id-ID.jpg Image_4F47F25F_2F0F_0844_416C_5333D10150E6.url = skin/Image_4F47F25F_2F0F_0844_416C_5333D10150E6_id-ID.jpg Image_511145F6_2D09_0203_41C4_1A2A82BCF495.url = skin/Image_511145F6_2D09_0203_41C4_1A2A82BCF495_id-ID.jpg Image_5164645F_2D0B_0201_41C2_0FD155DCF2FF.url = skin/Image_5164645F_2D0B_0201_41C2_0FD155DCF2FF_id-ID.jpg Image_516A8AD1_2D09_0601_419A_DF7ADCC59F59.url = skin/Image_516A8AD1_2D09_0601_419A_DF7ADCC59F59_id-ID.jpg Image_516CC148_2D09_020F_41BE_4F7696BABAFD.url = skin/Image_516CC148_2D09_020F_41BE_4F7696BABAFD_id-ID.jpg Image_52DC1307_0BC9_8AC1_4197_75159DB3F779.url = skin/Image_52DC1307_0BC9_8AC1_4197_75159DB3F779_id-ID.jpg Image_52ECA7DF_2D09_0E01_41C0_28C295A27F00.url = skin/Image_52ECA7DF_2D09_0E01_41C0_28C295A27F00_id-ID.jpg Image_52FE53F4_2D0F_0607_417F_28D0589DB6F4.url = skin/Image_52FE53F4_2D0F_0607_417F_28D0589DB6F4_id-ID.jpg Image_534B3637_2CF9_0E01_41B5_9B9A5A3C15DF.url = skin/Image_534B3637_2CF9_0E01_41B5_9B9A5A3C15DF_id-ID.jpg Image_53E8ED8F_2CFB_021D_41C7_5D766D5A40B0.url = skin/Image_53E8ED8F_2CFB_021D_41C7_5D766D5A40B0_id-ID.jpg Image_586AFBEF_2F1E_F844_4185_C96D6238E4D5.url = skin/Image_586AFBEF_2F1E_F844_4185_C96D6238E4D5_id-ID.jpg Image_5963B8F4_2F19_3844_41B8_5A8449D1A874.url = skin/Image_5963B8F4_2F19_3844_41B8_5A8449D1A874_id-ID.jpg Image_5A096C6E_2F0B_3844_419C_7AD2C300C2D3.url = skin/Image_5A096C6E_2F0B_3844_419C_7AD2C300C2D3_id-ID.jpg Image_5A10780B_2F09_07CC_41C3_EA95FC9A18E2.url = skin/Image_5A10780B_2F09_07CC_41C3_EA95FC9A18E2_id-ID.jpg Image_5AE5F9C4_2F0F_3844_41C4_9D1E0447FA86.url = skin/Image_5AE5F9C4_2F0F_3844_41C4_9D1E0447FA86_id-ID.jpg Image_5C3C3FBA_2F17_38CC_4165_BE7A887E354B.url = skin/Image_5C3C3FBA_2F17_38CC_4165_BE7A887E354B_id-ID.jpg Image_5C95A92F_2F39_79C4_41C4_26CBE5770B97.url = skin/Image_5C95A92F_2F39_79C4_41C4_26CBE5770B97_id-ID.jpg Image_5CA27B2A_2F19_19CC_41A3_2C1CD6BA637C.url = skin/Image_5CA27B2A_2F19_19CC_41A3_2C1CD6BA637C_id-ID.jpg Image_5CBEF88A_2F19_18CC_41C4_613247348415.url = skin/Image_5CBEF88A_2F19_18CC_41C4_613247348415_id-ID.jpg Image_5CF78F9F_2F17_78C3_41BD_D7482A00E174.url = skin/Image_5CF78F9F_2F17_78C3_41BD_D7482A00E174_id-ID.jpg Image_5D87D12D_2F09_09C4_41B5_F9375B4A09C3.url = skin/Image_5D87D12D_2F09_09C4_41B5_F9375B4A09C3_id-ID.jpg Image_5DA4842D_2F37_0FC4_41B3_67B41404A3B9.url = skin/Image_5DA4842D_2F37_0FC4_41B3_67B41404A3B9_id-ID.jpg Image_5DB3264B_31AB_DAD4_41C2_10DB86862812.url = skin/Image_5DB3264B_31AB_DAD4_41C2_10DB86862812_id-ID.jpeg Image_5DE2C565_2F19_0844_41B2_28543E072E4C.url = skin/Image_5DE2C565_2F19_0844_41B2_28543E072E4C_id-ID.jpg Image_5E078087_2F09_08C4_41C7_3E5C3FAA91CC.url = skin/Image_5E078087_2F09_08C4_41C7_3E5C3FAA91CC_id-ID.jpg Image_5E1A62F9_2F0B_084C_41C2_1FDEF83473F8.url = skin/Image_5E1A62F9_2F0B_084C_41C2_1FDEF83473F8_id-ID.jpg Image_5E1E11C6_2F0F_0844_41B7_EE7BD6B099FC.url = skin/Image_5E1E11C6_2F0F_0844_41B7_EE7BD6B099FC_id-ID.jpg Image_5E1F5B13_2F17_19DC_41C1_D7F89F27D8B2.url = skin/Image_5E1F5B13_2F17_19DC_41C1_D7F89F27D8B2_id-ID.jpg Image_5E5FE3F4_2F0B_0844_41A8_0567D993703E.url = skin/Image_5E5FE3F4_2F0B_0844_41A8_0567D993703E_id-ID.jpg Image_5E648D54_2F09_1844_41BD_1DEC8B5DE577.url = skin/Image_5E648D54_2F09_1844_41BD_1DEC8B5DE577_id-ID.jpg Image_5E67184E_2F09_3844_41B8_E1254D17E7B1.url = skin/Image_5E67184E_2F09_3844_41B8_E1254D17E7B1_id-ID.jpg Image_5EA1790E_2F1F_39C4_41A6_4DD0928B15E3.url = skin/Image_5EA1790E_2F1F_39C4_41A6_4DD0928B15E3_id-ID.jpg Image_5EAC0F6B_2F19_1843_41B0_69AF983C16B3.url = skin/Image_5EAC0F6B_2F19_1843_41B0_69AF983C16B3_id-ID.jpg Image_5EBCECE4_2F19_F844_41B2_7B04EDC0239F.url = skin/Image_5EBCECE4_2F19_F844_41B2_7B04EDC0239F_id-ID.jpg Image_5F0BD572_2F3F_085D_4198_DE89D1A2E93F.url = skin/Image_5F0BD572_2F3F_085D_4198_DE89D1A2E93F_id-ID.jpg Image_5F460278_2F1B_084C_41C5_77AE5981C7C2.url = skin/Image_5F460278_2F1B_084C_41C5_77AE5981C7C2_id-ID.jpg Image_5F4B2D2C_2F0B_79C4_41B5_C1A2691DE563.url = skin/Image_5F4B2D2C_2F0B_79C4_41B5_C1A2691DE563_id-ID.jpg Image_5F4F7352_2F3B_085C_41AC_A31F7D95EE5D.url = skin/Image_5F4F7352_2F3B_085C_41AC_A31F7D95EE5D_id-ID.jpg Image_5F56C3CF_2F09_0844_41C1_B87B10B416F8.url = skin/Image_5F56C3CF_2F09_0844_41C1_B87B10B416F8_id-ID.jpg Image_5F6CF683_2F39_08BC_41A9_2BB10D6977FE.url = skin/Image_5F6CF683_2F39_08BC_41A9_2BB10D6977FE_id-ID.jpg Image_5F7261E0_2F09_087C_41BB_22F74B0A11FA.url = skin/Image_5F7261E0_2F09_087C_41BB_22F74B0A11FA_id-ID.jpg Image_5F7BCC34_2F1F_1FC4_41C2_AA8609F1F7D7.url = skin/Image_5F7BCC34_2F1F_1FC4_41C2_AA8609F1F7D7_id-ID.jpg Image_5F8F0899_2F37_38CC_41AE_031CF0A736F1.url = skin/Image_5F8F0899_2F37_38CC_41AE_031CF0A736F1_id-ID.jpg Image_5FA1FACD_2F39_1844_41BA_C96A5C369FFF.url = skin/Image_5FA1FACD_2F39_1844_41BA_C96A5C369FFF_id-ID.jpg Image_5FA6917E_2F0B_0844_41BE_10D42DE4F2F7.url = skin/Image_5FA6917E_2F0B_0844_41BE_10D42DE4F2F7_id-ID.jpg Image_5FC2AB9A_2F09_78CC_41BE_80B868964996.url = skin/Image_5FC2AB9A_2F09_78CC_41BE_80B868964996_id-ID.jpg Image_5FC9BBCD_2F39_1844_41B8_2F0BCA30F401.url = skin/Image_5FC9BBCD_2F39_1844_41B8_2F0BCA30F401_id-ID.jpg Image_5FEBBDE9_2F09_384C_41AB_0C19E172B218.url = skin/Image_5FEBBDE9_2F09_384C_41AB_0C19E172B218_id-ID.jpg Image_5FF8AFEC_2F0B_7844_4182_11F39968B0E2.url = skin/Image_5FF8AFEC_2F0B_7844_4182_11F39968B0E2_id-ID.jpg Image_6205117A_2157_FC7A_41B0_5D5379590477.url = skin/Image_6205117A_2157_FC7A_41B0_5D5379590477_id-ID.jpeg Image_62516575_2D1F_0847_41A3_DED4C5A98977.url = skin/Image_62516575_2D1F_0847_41A3_DED4C5A98977_id-ID.jpg Image_6257C057_2148_1B8A_41A0_5AD503610D91.url = skin/Image_6257C057_2148_1B8A_41A0_5AD503610D91_id-ID.jpeg Image_62D0D94A_2158_6D9A_41AF_156F1E72EEF0.url = skin/Image_62D0D94A_2158_6D9A_41AF_156F1E72EEF0_id-ID.jpeg Image_62F8FF95_2148_E48E_418E_C3B05007FAAF.url = skin/Image_62F8FF95_2148_E48E_418E_C3B05007FAAF_id-ID.jpeg Image_6451DC74_2148_6B8E_4197_886780EF0F02.url = skin/Image_6451DC74_2148_6B8E_4197_886780EF0F02_id-ID.jpeg Image_6644910F_2178_1D9A_41BD_8CC241873DAB.url = skin/Image_6644910F_2178_1D9A_41BD_8CC241873DAB_id-ID.jpeg Image_6733A25F_2148_7FBA_41BB_511B11A71CC1.url = skin/Image_6733A25F_2148_7FBA_41BB_511B11A71CC1_id-ID.jpeg Image_674E0431_2178_1B86_418E_C581FD37A6C4.url = skin/Image_674E0431_2178_1B86_418E_C581FD37A6C4_id-ID.jpeg Image_67991D1C_2157_E5BE_41BD_E05379B5E03E.url = skin/Image_67991D1C_2157_E5BE_41BD_E05379B5E03E_id-ID.jpeg Image_67D7C6CA_31E8_3BD7_41B2_BB6E00B08A73.url = skin/Image_67D7C6CA_31E8_3BD7_41B2_BB6E00B08A73_id-ID.jpg Image_67F07E2E_31E8_CAAF_41C7_4D090B694536.url = skin/Image_67F07E2E_31E8_CAAF_41C7_4D090B694536_id-ID.jpg Image_67F8C438_2148_1B86_41A1_A998258E26F4.url = skin/Image_67F8C438_2148_1B86_41A1_A998258E26F4_id-ID.jpeg Image_692E4BE7_33A8_C9DC_419A_376A9A778FAF.url = skin/Image_692E4BE7_33A8_C9DC_419A_376A9A778FAF_id-ID.jpg Image_6B81FA17_2D19_7BC4_41AA_12C374167031.url = skin/Image_6B81FA17_2D19_7BC4_41AA_12C374167031_id-ID.jpg Image_6B9B7FA3_2D1F_18FC_41B7_524F45182A21.url = skin/Image_6B9B7FA3_2D1F_18FC_41B7_524F45182A21_id-ID.jpg Image_723993F2_2F09_085C_41B5_8FF47F78255B.url = skin/Image_723993F2_2F09_085C_41B5_8FF47F78255B_id-ID.jpg Image_72D90632_2F0B_0BDC_41C6_43DD550890D8.url = skin/Image_72D90632_2F0B_0BDC_41C6_43DD550890D8_id-ID.jpg Image_739B4AA8_22D8_2C86_41C0_9E1B9584E272.url = skin/Image_739B4AA8_22D8_2C86_41C0_9E1B9584E272_id-ID.jpeg Image_744B55B6_2F79_08C4_41B5_DDEEDB1353D7.url = skin/Image_744B55B6_2F79_08C4_41B5_DDEEDB1353D7_id-ID.jpg Image_74568C17_2F19_1FC4_41B0_568F26166F29.url = skin/Image_74568C17_2F19_1FC4_41B0_568F26166F29_id-ID.jpg Image_74A171E8_2F09_084C_4179_9A321948E432.url = skin/Image_74A171E8_2F09_084C_4179_9A321948E432_id-ID.jpg Image_74C46A0D_2F3B_1BC4_41C6_955C1B6B9FC2.url = skin/Image_74C46A0D_2F3B_1BC4_41C6_955C1B6B9FC2_id-ID.jpeg Image_74E8DFAC_2F19_38C4_4192_68AC13C69603.url = skin/Image_74E8DFAC_2F19_38C4_4192_68AC13C69603_id-ID.png Image_761DA672_2F0B_085C_41B5_7E4A0D516E91.url = skin/Image_761DA672_2F0B_085C_41B5_7E4A0D516E91_id-ID.jpg Image_76337404_2F09_0FC6_41BE_A3162E95CFED.url = skin/Image_76337404_2F09_0FC6_41BE_A3162E95CFED_id-ID.jpg Image_763EB871_2F09_185C_414C_4CA7532ABD2C.url = skin/Image_763EB871_2F09_185C_414C_4CA7532ABD2C_id-ID.jpg Image_766A4B3C_2F77_19C4_41B0_F292790DCC48.url = skin/Image_766A4B3C_2F77_19C4_41B0_F292790DCC48_id-ID.jpg Image_76CD93C3_2F19_08BC_41A5_0EFBE9BEC05A.url = skin/Image_76CD93C3_2F19_08BC_41A5_0EFBE9BEC05A_id-ID.jpg Image_76D9282A_22C8_2B9A_41B7_0A4D69448D9A.url = skin/Image_76D9282A_22C8_2B9A_41B7_0A4D69448D9A_id-ID.jpeg Image_77DBE6A9_2F77_08CC_41C5_15DC8957FD21.url = skin/Image_77DBE6A9_2F77_08CC_41C5_15DC8957FD21_id-ID.jpg Image_78371A2E_2F09_3BC4_41B4_9EF8184457A3.url = skin/Image_78371A2E_2F09_3BC4_41B4_9EF8184457A3_id-ID.jpg Image_7844995F_2F19_3843_41C3_69AC3216960D.url = skin/Image_7844995F_2F19_3843_41C3_69AC3216960D_id-ID.jpg Image_785EE8C3_31E8_D7D5_41C4_C6ADAFFFA6E5.url = skin/Image_785EE8C3_31E8_D7D5_41C4_C6ADAFFFA6E5_id-ID.jpg Image_7873A6A3_2F0B_08FC_418A_A1D300583145.url = skin/Image_7873A6A3_2F0B_08FC_418A_A1D300583145_id-ID.jpg Image_7874BDD3_2F09_185C_41A6_79A2F9FC0B0B.url = skin/Image_7874BDD3_2F09_185C_41A6_79A2F9FC0B0B_id-ID.jpg Image_787D24EB_2F39_0842_4199_C4DC429D7997.url = skin/Image_787D24EB_2F39_0842_4199_C4DC429D7997_id-ID.jpg Image_7925299A_438C_4F5F_41A7_C6AB499F51D4.url = skin/Image_7925299A_438C_4F5F_41A7_C6AB499F51D4_id-ID.jpg Image_7925577A_2F37_084C_41AA_5358AE410159.url = skin/Image_7925577A_2F37_084C_41AA_5358AE410159_id-ID.jpeg Image_7969B1B7_2F1F_08C4_41B5_6AAFB3F589FE.url = skin/Image_7969B1B7_2F1F_08C4_41B5_6AAFB3F589FE_id-ID.jpg Image_796FA4EE_2F0F_0844_4188_C555445463A2.url = skin/Image_796FA4EE_2F0F_0844_4188_C555445463A2_id-ID.jpg Image_79794F8D_2F17_38C4_41AA_3C820D3F4351.url = skin/Image_79794F8D_2F17_38C4_41AA_3C820D3F4351_id-ID.jpg Image_797B5FBC_2F19_18C4_41C4_DFBD685464CA.url = skin/Image_797B5FBC_2F19_18C4_41C4_DFBD685464CA_id-ID.jpg Image_79A0147A_3A8C_1D7B_41C4_190D1D444B5D.url = skin/Image_79A0147A_3A8C_1D7B_41C4_190D1D444B5D_id-ID.jpg Image_79AF1BD3_352E_3F3E_41C5_FE2D77AD1BFD.url = skin/Image_79AF1BD3_352E_3F3E_41C5_FE2D77AD1BFD_id-ID.jpg Image_7AD1F9D2_4841_981D_41CD_76DFC9C6A3CB.url = skin/Image_7AD1F9D2_4841_981D_41CD_76DFC9C6A3CB_id-ID.jpg Image_7AFA63C0_35F6_4F1A_41C8_7234574C503E.url = skin/Image_7AFA63C0_35F6_4F1A_41C8_7234574C503E_id-ID.jpg Image_7B472147_31E9_D6DD_41C4_3630111F4200.url = skin/Image_7B472147_31E9_D6DD_41C4_3630111F4200_id-ID.jpeg Image_7B5709AD_4842_9806_41C5_DEF4B92B5F7E.url = skin/Image_7B5709AD_4842_9806_41C5_DEF4B92B5F7E_id-ID.jpeg Image_7B857689_3A8C_1D99_41C5_251530F25B54.url = skin/Image_7B857689_3A8C_1D99_41C5_251530F25B54_id-ID.jpg Image_7BD2D1D1_3ABC_1786_41BB_F707A31A6CAC.url = skin/Image_7BD2D1D1_3ABC_1786_41BB_F707A31A6CAC_id-ID.jpg Image_7C411547_2138_258A_41BC_2B9818C1C4A5.url = skin/Image_7C411547_2138_258A_41BC_2B9818C1C4A5_id-ID.jpg Image_7C4A1504_35EE_4B1A_4182_6640DE92A03D.url = skin/Image_7C4A1504_35EE_4B1A_4182_6640DE92A03D_id-ID.jpg Image_7C4C5F47_2138_258A_41B8_3668876978F9.url = skin/Image_7C4C5F47_2138_258A_41B8_3668876978F9_id-ID.jpg Image_7C507CDE_2138_64BA_41A2_7EC371F3835D.url = skin/Image_7C507CDE_2138_64BA_41A2_7EC371F3835D_id-ID.jpg Image_7C522257_2138_1F8A_41AB_5F0251FF938C.url = skin/Image_7C522257_2138_1F8A_41AB_5F0251FF938C_id-ID.jpg Image_7C900207_2138_1F8A_4188_B1B6225D2BAF.url = skin/Image_7C900207_2138_1F8A_4188_B1B6225D2BAF_id-ID.jpg Image_7C9772DE_2138_1CBA_41BB_3089D2173993.url = skin/Image_7C9772DE_2138_1CBA_41BB_3089D2173993_id-ID.jpg Image_7CB7E71F_2148_25B9_4184_7FC24D4298EF.url = skin/Image_7CB7E71F_2148_25B9_4184_7FC24D4298EF_id-ID.jpg Image_7CF5C531_2138_6586_41B0_0523B117FC7F.url = skin/Image_7CF5C531_2138_6586_41B0_0523B117FC7F_id-ID.jpg Image_7DD12853_35EA_593F_419B_321532BEE01F.url = skin/Image_7DD12853_35EA_593F_419B_321532BEE01F_id-ID.jpg Image_7F4C7DB3_351A_5B7E_41B5_1A80D5B26F5B.url = skin/Image_7F4C7DB3_351A_5B7E_41B5_1A80D5B26F5B_id-ID.jpg Image_7FEC5568_3515_CBE9_41A4_835D42DB1A9A.url = skin/Image_7FEC5568_3515_CBE9_41A4_835D42DB1A9A_id-ID.jpg Image_AA12A69F_2D0B_0E00_41B0_3390E560685C.url = skin/Image_AA12A69F_2D0B_0E00_41B0_3390E560685C_id-ID.jpg Image_ABEDECC0_B5FA_A83E_41E1_65B709144378.url = skin/Image_ABEDECC0_B5FA_A83E_41E1_65B709144378_id-ID.png Image_B1FED7BE_AC71_7561_4194_4D3BC46A6B17.url = skin/Image_B1FED7BE_AC71_7561_4194_4D3BC46A6B17_id-ID.png Image_B50015A0_AC93_F561_41DE_90FF5E723140.url = skin/Image_B50015A0_AC93_F561_41DE_90FF5E723140_id-ID.png Image_B51FDE36_AC93_776E_41E2_65F67006CFA5.url = skin/Image_B51FDE36_AC93_776E_41E2_65F67006CFA5_id-ID.jpg Image_BC89DDAC_FEB7_4F3A_41E2_DED204972F3E.url = skin/Image_BC89DDAC_FEB7_4F3A_41E2_DED204972F3E_id-ID.jpeg Image_BD226F4F_FEB2_CB77_41DF_DF01684640F5.url = skin/Image_BD226F4F_FEB2_CB77_41DF_DF01684640F5_id-ID.jpeg Image_BE9DF1D4_FED5_576A_41EA_51AFE527337B.url = skin/Image_BE9DF1D4_FED5_576A_41EA_51AFE527337B_id-ID.jpg Image_BF946CD1_FEF3_4D6A_41C5_B7FB127ED08D.url = skin/Image_BF946CD1_FEF3_4D6A_41C5_B7FB127ED08D_id-ID.jpg Image_BF988D8D_FED7_4FFB_41D0_5114369A0557.url = skin/Image_BF988D8D_FED7_4FFB_41D0_5114369A0557_id-ID.jpg Image_BFD4C33B_FEB2_FB1E_41EC_95ED11C61E1C.url = skin/Image_BFD4C33B_FEB2_FB1E_41EC_95ED11C61E1C_id-ID.jpeg Image_C000BB4F_FEEE_CB76_41EA_5D00694710AA.url = skin/Image_C000BB4F_FEEE_CB76_41EA_5D00694710AA_id-ID.jpg Image_C03DC2CE_FEF5_B579_41C5_B2281E3A39A0.url = skin/Image_C03DC2CE_FEF5_B579_41C5_B2281E3A39A0_id-ID.jpg Image_C05DB503_FEB3_7CEF_41E8_A9FFA619C551.url = skin/Image_C05DB503_FEB3_7CEF_41E8_A9FFA619C551_id-ID.jpg Image_C067F735_FED5_5B2A_41B9_95B93051B002.url = skin/Image_C067F735_FED5_5B2A_41B9_95B93051B002_id-ID.jpg Image_C0C86C04_FEB3_4CEA_41C4_86EF98B3CA86.url = skin/Image_C0C86C04_FEB3_4CEA_41C4_86EF98B3CA86_id-ID.jpg Image_C0D8DC44_FFD3_4D6A_41B5_83173CA18913.url = skin/Image_C0D8DC44_FFD3_4D6A_41B5_83173CA18913_id-ID.jpg Image_C10A9BC9_FEAF_4B7A_41B4_D50DDD588A25.url = skin/Image_C10A9BC9_FEAF_4B7A_41B4_D50DDD588A25_id-ID.jpg Image_C178E653_FEB6_BD6F_41DE_F0596397524D.url = skin/Image_C178E653_FEB6_BD6F_41DE_F0596397524D_id-ID.png Image_C1913D57_FFAD_4F16_41E1_ADFC4F741E83.url = skin/Image_C1913D57_FFAD_4F16_41E1_ADFC4F741E83_id-ID.jpg Image_C1BBB4D9_FF6E_BD1B_41EF_A0EA04A4B701.url = skin/Image_C1BBB4D9_FF6E_BD1B_41EF_A0EA04A4B701_id-ID.jpg Image_C1EF4C90_FEFF_CDE9_41D3_911971B42B8A.url = skin/Image_C1EF4C90_FEFF_CDE9_41D3_911971B42B8A_id-ID.jpg Image_C220A964_FFB5_B729_41D9_0E744D1CA388.url = skin/Image_C220A964_FFB5_B729_41D9_0E744D1CA388_id-ID.jpg Image_C2239C6C_F2E5_1A56_41D2_83D5748AADFB.url = skin/Image_C2239C6C_F2E5_1A56_41D2_83D5748AADFB_id-ID.png Image_C243638F_F2EF_0ED2_41DB_3F9A4C63367D.url = skin/Image_C243638F_F2EF_0ED2_41DB_3F9A4C63367D_id-ID.png Image_C2697743_FEEF_DB6E_41D7_72D4D8813DCB.url = skin/Image_C2697743_FEEF_DB6E_41D7_72D4D8813DCB_id-ID.jpg Image_C26D5B53_FEB7_4B6E_41E7_C8CE5992EBF1.url = skin/Image_C26D5B53_FEB7_4B6E_41E7_C8CE5992EBF1_id-ID.jpg Image_C2832E4F_F2E5_7652_41D8_2B5BF80B2693.url = skin/Image_C2832E4F_F2E5_7652_41D8_2B5BF80B2693_id-ID.png Image_C2836F8B_F2E7_16D2_41B0_527B2C319D65.url = skin/Image_C2836F8B_F2E7_16D2_41B0_527B2C319D65_id-ID.png Image_C294EEE8_F2ED_F65E_41EA_787C29DFC650.url = skin/Image_C294EEE8_F2ED_F65E_41EA_787C29DFC650_id-ID.png Image_C29FFF1E_F2E7_17F2_41C4_495C7CE97A32.url = skin/Image_C29FFF1E_F2E7_17F2_41C4_495C7CE97A32_id-ID.png Image_C2EB6C99_F2ED_3AFE_41EE_01CA9ECF8E6A.url = skin/Image_C2EB6C99_F2ED_3AFE_41EE_01CA9ECF8E6A_id-ID.png Image_C31072F7_FFDD_D516_41EE_B607E9728B10.url = skin/Image_C31072F7_FFDD_D516_41EE_B607E9728B10_id-ID.jpg Image_C32E07FB_FFD6_DB1F_41EF_603CE65774A4.url = skin/Image_C32E07FB_FFD6_DB1F_41EF_603CE65774A4_id-ID.jpg Image_C3347B3A_FFD3_4B19_41ED_2898BA9B368B.url = skin/Image_C3347B3A_FFD3_4B19_41ED_2898BA9B368B_id-ID.jpg Image_C3644181_F2EB_0ACE_41C0_A49EA3208567.url = skin/Image_C3644181_F2EB_0ACE_41C0_A49EA3208567_id-ID.png Image_C375F59F_FFD5_7F16_4192_B4493FAF9F28.url = skin/Image_C375F59F_FFD5_7F16_4192_B4493FAF9F28_id-ID.jpg Image_C3984737_FFB3_5B16_41DC_C40CC2E8F920.url = skin/Image_C3984737_FFB3_5B16_41DC_C40CC2E8F920_id-ID.jpg Image_C3B665FA_FFEF_BF19_41EA_AB204AF9034A.url = skin/Image_C3B665FA_FFEF_BF19_41EA_AB204AF9034A_id-ID.jpg Image_C3BBCE58_FFDF_CD1A_41E7_213A8D04AD13.url = skin/Image_C3BBCE58_FFDF_CD1A_41E7_213A8D04AD13_id-ID.jpg Image_C3DBE9C6_FFD2_B769_41D2_847F375EEA06.url = skin/Image_C3DBE9C6_FFD2_B769_41D2_847F375EEA06_id-ID.jpg Image_C40BA1D6_FFB2_D716_41E1_B367E4B21432.url = skin/Image_C40BA1D6_FFB2_D716_41E1_B367E4B21432_id-ID.jpg Image_C440A797_FF72_DB17_41EF_1BC9626B8060.url = skin/Image_C440A797_FF72_DB17_41EF_1BC9626B8060_id-ID.jpg Image_C46401D8_FFF5_771A_41E1_F33E34B1DAA1.url = skin/Image_C46401D8_FFF5_771A_41E1_F33E34B1DAA1_id-ID.jpg Image_C4801675_FFB3_7D2B_41D4_9C68885B017D.url = skin/Image_C4801675_FFB3_7D2B_41D4_9C68885B017D_id-ID.jpg Image_C48D9C79_FFF2_CD1A_41C6_38210B905AD1.url = skin/Image_C48D9C79_FFF2_CD1A_41C6_38210B905AD1_id-ID.jpg Image_C4A93D2E_FFD3_CF39_41E8_11BA20758274.url = skin/Image_C4A93D2E_FFD3_CF39_41E8_11BA20758274_id-ID.jpg Image_C56911D8_FFF2_D719_41C6_3B939E743EC9.url = skin/Image_C56911D8_FFF2_D719_41C6_3B939E743EC9_id-ID.jpg Image_C57915D7_FFAF_BF16_41D8_73D4F66E0596.url = skin/Image_C57915D7_FFAF_BF16_41D8_73D4F66E0596_id-ID.jpg Image_C5B5A52C_FFD2_BF39_41E3_B3A3A9E4C301.url = skin/Image_C5B5A52C_FFD2_BF39_41E3_B3A3A9E4C301_id-ID.jpg Image_C5C5ABE6_FFFD_4B29_41E5_87E6B1D47F18.url = skin/Image_C5C5ABE6_FFFD_4B29_41E5_87E6B1D47F18_id-ID.jpg Image_C61607D9_FFBD_FB1A_41D7_A19BA062B380.url = skin/Image_C61607D9_FFBD_FB1A_41D7_A19BA062B380_id-ID.jpg Image_C69D7B8A_FFD5_4BFE_41E9_DB257C67BD3F.url = skin/Image_C69D7B8A_FFD5_4BFE_41E9_DB257C67BD3F_id-ID.jpg Image_C7181DC9_FFB6_CF7B_41EB_549346D4F3D2.url = skin/Image_C7181DC9_FFB6_CF7B_41EB_549346D4F3D2_id-ID.jpg Image_C7651575_FFB2_DF2A_41E4_86B8A62D4565.url = skin/Image_C7651575_FFB2_DF2A_41E4_86B8A62D4565_id-ID.jpg Image_C7D8409E_FFAF_B516_41C7_030EAA0C6E72.url = skin/Image_C7D8409E_FFAF_B516_41C7_030EAA0C6E72_id-ID.jpg Image_D22BA12E_F2BD_0BD2_41E4_D9DEB7970479.url = skin/Image_D22BA12E_F2BD_0BD2_41E4_D9DEB7970479_id-ID.jpg Image_D476D6DC_F51D_833B_41C6_3DA885096292.url = skin/Image_D476D6DC_F51D_833B_41C6_3DA885096292_id-ID.jpg Image_D4CD73DE_F39D_0E72_41D1_589FE1B9253A.url = skin/Image_D4CD73DE_F39D_0E72_41D1_589FE1B9253A_id-ID.png Image_D634BC05_F37F_39D6_41DE_D882A9B82D9D.url = skin/Image_D634BC05_F37F_39D6_41DE_D882A9B82D9D_id-ID.png Image_D6684027_F51C_9F15_41EB_4F485379062E.url = skin/Image_D6684027_F51C_9F15_41EB_4F485379062E_id-ID.jpg Image_D6973E37_F3AD_3632_41D5_A55FC16DF874.url = skin/Image_D6973E37_F3AD_3632_41D5_A55FC16DF874_id-ID.jpg Image_D6BDC5E4_F3A7_0A56_41DD_4F06346FDBD5.url = skin/Image_D6BDC5E4_F3A7_0A56_41DD_4F06346FDBD5_id-ID.png Image_D83A9380_F29B_0ECF_41E3_D030F0B49397.url = skin/Image_D83A9380_F29B_0ECF_41E3_D030F0B49397_id-ID.png Image_D9C5A763_F37D_3652_41D9_292EE0051F41.url = skin/Image_D9C5A763_F37D_3652_41D9_292EE0051F41_id-ID.png Image_DED72F7F_F2A5_1632_41E3_4253A56B8F2F.url = skin/Image_DED72F7F_F2A5_1632_41E3_4253A56B8F2F_id-ID.png Image_F223DFE5_E9A9_27DE_41E1_092EDEB80F01.url = skin/Image_F223DFE5_E9A9_27DE_41E1_092EDEB80F01_id-ID.png ### Label Label_AFC77257_BAB9_F19A_41D1_7CE8D2120AE6.text = Home Label_AF4E0A44_BABA_F1FD_41D0_C7A757114D69.text = Informasi Label_AEA20447_BAAA_F1FA_41A0_537BFBFD177F.text = Keterangan Label_AFDD3C50_BABE_9195_4176_5417C93567E2.text = Link Website Label_AF105044_BABB_71FE_41E1_3384D7C5AE75.text = Map Label_AEEC6B8E_BAB9_B68A_41E2_0A73F69B288B.text = Maximize Label_12C6350F_427C_C735_41C0_B750143E17CF.text = Menu Lokasi Label_63E87D3D_2CF7_19C4_41B3_72EBC5274F1A.text = Museum Sang Nila Utama Label_7BAB9065_438C_3DF5_41A7_E7782BE07946.text = Museum Sang Nila Utama Label_0D31A86F_4274_4DF5_41C4_C9BC3FA6AD57.text = Mute Label_7BF5506A_438D_DDFF_4172_965741371805.text = Perda Provinsi Riau No.2 Tahun 2024 Label_AF706CC9_BABE_B2F7_41DE_F3835728A0F8.text = Pertuntuk Label_785376DE_43B4_42D7_41D0_0F6CD69553C8.text = ___________________ Label_6BD24FC6_2D0B_3844_41C0_3A6CDB5C6070.text = __________________________ ### Multiline Text HTMLText_6732B25D_2148_7FBE_41B8_70A53F35F8AE.html =
Brigjen H. Edy Natar Nasution
Brigjen H. Edy Natar Nasution menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau mulai tanggal 3 November 2023, menggantikan Gubernur Syamsuar yang mengundurkan diri karena mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI. Sebelumnya, Edy Natar menjabat sebagai Wakil Gubernur Riau periode 2019–2023.


Sebagai Plt Gubernur, ia melanjutkan roda pemerintahan Provinsi Riau hingga masa akhir jabatannya. Dalam kepemimpinannya sebagai Plt, Edy Natar fokus menjaga stabilitas pemerintahan, memastikan kelanjutan program pembangunan, serta menjaga netralitas birokrasi menjelang Pemilu 2024. Dengan latar belakang militer, ia dikenal tegas, disiplin, dan konsisten dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.


---
Brigjen H. Edy Natar Nasution
Brigadier General H. Edy Natar Nasution served as the Acting Governor of Riau starting from November 3, 2023, replacing Governor Syamsuar who resigned to run for a seat in the Indonesian House of Representatives (DPR RI). Prior to this, Edy Natar held the position of Vice Governor of Riau for the 2019–2023 term.


As Acting Governor, he continued the administration of the Riau Provincial Government until the end of the term. During his leadership, he focused on maintaining governmental stability, ensuring the continuation of development programs, and safeguarding bureaucratic neutrality ahead of the 2024 General Elections. With a military background, he is known for his firm, disciplined, and consistent approach to governance.
HTMLText_6250A054_2148_1B8E_41A1_3BFF4945D45F.html =
Drs. H. Syamsuar, M.Si.
Drs. H. Syamsuar, M.Si. (Datuk Seri Setia Amanah) lahir pada 8 Juni 1954 di Desa Jumrah, Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Sebelum menjabat sebagai Gubernur, ia pernah dua periode menjabat sebagai Bupati Siak (2011–2019), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Bupati Siak (2001–2006).


Ia memulai karier sebagai pegawai honorer dan meniti karier melalui berbagai posisi birokrasi hingga menjadi pejabat pemerintah provinsi. Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Sumatera Utara pada tahun 1990 dan gelar magister dari Universitas Riau pada tahun 2005.


Dalam kepemimpinannya sebagai Bupati Siak, ia mengelola APBD daerah secara transparan dan akuntabel, serta meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama beberapa tahun. Saat menjabat sebagai Gubernur Riau (2019–2023), ia dikenal fokus pada pembangunan berkelanjutan, peningkatan kerukunan umat beragama, serta perbaikan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Ia juga mendapat penghargaan sebagai Tokoh Publik Berpengaruh oleh MAW Talk Awards (MTA) 2022 karena kontribusinya terhadap pengaruh positif di Riau.


Ia mengundurkan diri pada 3 November 2023 untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI.


---
Drs. H. Syamsuar, M.Si.
Drs. H. Syamsuar, M.Si. (Datuk Seri Setia Amanah) was born on June 8, 1954, in Jumrah Village, Rimba Melintang District, Rokan Hilir Regency, Riau. Before serving as Governor, he served two terms as Regent of Siak (2011–2019), after previously serving as Deputy Regent of Siak (2001–2006).


He began his career as an honorary civil servant and advanced through various bureaucratic positions to become a provincial government official. He earned his bachelor’s degree from the University of North Sumatra in 1990 and a master’s degree from the University of Riau in 2005.


During his leadership as Regent of Siak, he managed the regional budget transparently and accountably, earning an Unqualified Opinion (WTP) for several consecutive years. As Governor of Riau (2019–2023), he was known for focusing on sustainable development, strengthening interfaith harmony, and improving governance and public services. He was also recognized as an Influential Public Figure by the MAW Talk Awards (MTA) in 2022 for his positive impact on Riau.


He resigned on November 3, 2023, to run for a seat in the Indonesian House of Representatives (DPR RI).
HTMLText_65A130F3_2138_1C8A_4114_38471C0C9AE8.html =
H. Annas Maamun
H. Annas Maamun lahir pada 17 April 1940 di Bagansiapiapi, Riau. Ia menjabat sebagai Gubernur Riau ke-14, mulai menjabat sejak 19 Februari 2014. Sebelumnya, ia adalah Bupati Rokan Hilir selama dua periode, dari tahun 2006 hingga 2014.


Masa jabatannya sebagai gubernur tidak berlangsung lama karena ia ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada September 2014, atas kasus suap terkait persetujuan alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2015, ia dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tipikor Bandung selama 6 tahun penjara, yang kemudian diperberat menjadi 7 tahun dan denda Rp 200 juta. Ia memperoleh grasi dari Presiden, sehingga hukumannya kembali menjadi 6 tahun, dan ia bebas pada September 2020.


Namun, pada awal tahun 2022, ia kembali tersandung kasus baru dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap terkait pengesahan RAPBD Riau tahun anggaran 2014–2015. Ia divonis 1 tahun penjara tambahan dan denda Rp 100 juta pada bulan Juli 2022.


---
H. M. Rusli Zainal, S.E., M.P.
H. Annas Maamun (born 17 April 1940 in Bagansiapiapi, Riau) served as the 14th Governor of Riau Province, beginning his term on 19 February 2014 . Prior to that, he was the Regent of Rokan Hilir (2006–2014) His administration was cut short when he was arrested by the Corruption Eradication Commission (KPK) in September 2014, over a bribery scheme involving land-use approval for oil palm plantations. In mid-2015, he was sentenced by the Bandung Corruption Court to 6 years in prison (later increased to 7 years on appeal), plus a Rp 200 million fine He was granted a presidential pardon, reducing the sentence to 6 years, and was released around September 2020 However, new allegations arose in early 2022: he was arrested again for suspected bribery connected to the approval of Riau’s 2014–2015 provincial budget (RAPBD), eventually receiving an additional 1-year prison sentence and a Rp 100 million fine in July 2022
HTMLText_62F9CF94_2148_E48E_41BE_10E3EF9BA1AE.html =
H. Wan Thamrin Hasyim
H. Wan Thamrin Hasyim lahir pada 27 Desember 1944 di Bagansiapiapi, Rokan Hilir. Ia memulai karier sebagai Pegawai Negeri Sipil di pemerintahan Provinsi Riau sejak tahun 1974 dan menjabat dalam berbagai posisi, termasuk kepala Dispenda Kabupaten Kepulauan Riau, Kepala Bappeda Kepri, Kepala Biro Ekonomi dan Dinas Pertambangan Riau.


Ia kemudian terpilih sebagai Bupati Rokan Hilir pertama (7 Juni 2001 – 7 Juni 2006). Pada 25 April 2017, DPRD Riau memilihnya sebagai Wakil Gubernur Riau, dan ia resmi dilantik oleh Presiden pada 12 Mei 2017. Saat Gubernur Arsyadjuliandi Rachman mengundurkan diri pada 24 September 2018, Wan Thamrin ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Gubernur, dan setelah itu secara resmi menjadi Gubernur Riau pada 10 Desember 2018 hingga 19 Februari 2019.


Ia juga mendapatkan gelar adat Datuk Seri Timbalan Setia Amanah dari Lembaga Adat Melayu Riau pada Mei 2018. Setelah masa jabatan gubernur selesai, ia memilih untuk beristirahat dan menulis memoar pribadi yang tidak diterbitkan secara publik.


---
H. Wan Thamrin Hasyim
H. Wan Thamrin Hasyim, born on December 27, 1944 in Bagansiapiapi, Rokan Hilir, began his civil service career in the Riau provincial government in 1974, holding various positions such as head of the Revenue Office in the Riau Islands, head of Bappeda Kepri, head of the Economic Bureau, and head of the Mining Department in Riau.


He was later elected as the first Regent of Rokan Hilir (June 7, 2001 – June 7, 2006). On April 25, 2017, the Riau Regional House of Representatives appointed him as Vice Governor of Riau, and he was inaugurated by the President on May 12, 2017. Following the resignation of Governor Arsyadjuliandi Rachman on September 24, 2018, Wan Thamrin was appointed as Acting Governor, and officially became Governor of Riau from December 10, 2018 to February 19, 2019.


In May 2018, he received the traditional title Datuk Seri Timbalan Setia Amanah from the Riau Malay Customary Institution (LAMR). After completing his term as governor, he opted for retirement and wrote a private memoir that was not published for the public.
HTMLText_644A9C71_2148_6B86_41B0_134860AFB135.html =
Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, M.B.A.
Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, M.B.A. lahir pada 8 Juli 1960 di Pekanbaru. Ia adalah seorang politisi dari Partai Golkar yang pernah menjabat sebagai Gubernur Riau dari 25 Mei 2016 hingga 20 September 2018. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur sejak Oktober 2014 dan juga pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Riau mulai 19 Februari 2014. Setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai gubernur, ia terpilih sebagai Anggota DPR RI periode 2019–2024.


Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di bidang pertanian dari Universitas Sebelas Maret dan meraih gelar MBA dari Oklahoma City University di Amerika Serikat. Sebelum aktif di dunia politik, ia juga terlibat dalam dunia usaha dan organisasi, termasuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Riau.


---
Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, M.B.A.
Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, M.B.A. was born on July 8, 1960, in Pekanbaru. He is a politician from the Golkar Party who served as the Governor of Riau from May 25, 2016, to September 20, 2018. Prior to that, he served as Acting Governor starting in October 2014 and had also held the position of Vice Governor of Riau from February 19, 2014. After his term as governor, he was elected as a Member of the Indonesian House of Representatives (DPR RI) for the 2019–2024 period.


He earned his bachelor's degree in agriculture from Sebelas Maret University and obtained an MBA from Oklahoma City University in the United States. Before entering politics, he was involved in business and organizations, including the Riau Chamber of Commerce (KADIN).
HTMLText_7B5409A1_4842_983F_41B2_11371CB5551C.html =
Lukisan (Karya Mirza)
Lukisan ini adalah lukisan karya seniman bernama Mirza yang dibuat pada tahun 2005. Menggambarkan tentang aktifitas nelayan yang menjaring ikan di tepi sungai siak (senapelan), berlokasi di bawah jembatan Leighton Pekanbaru, lukisan ini menggambarkan suasana tahun 1979.


----


Painting (Artwork by Mirza)
This painting is a work by an artist named Mirza, created in 2005. It depicts the activity of fishermen casting their nets along the banks of the Siak River (Senapelan), located beneath the Leighton Bridge in Pekanbaru. The painting portrays the atmosphere of the year 1979.
HTMLText_65C8752E_2158_259A_41A6_08C99D663907.html =
Assaidis Syarief Haroen bin Assaidis Syarief Hasyim Syahbuddin
Assaidis Syarief Haroen bin Assaidis Syarief Hasyim Syahbuddin adalah Sultan atau Raja terakhir dari Kesultanan Pelalawan. Ia pernah memimpin wilayah adat Pelalawan hingga masa transisi ke Republik Indonesia. Namanya saat ini diabadikan di Makam Raja Pelalawan yang menjadi objek wisata religi di Kabupaten Pelalawan.


Pelalawan pada masa pemerintahannya dikenal memiliki warisan sejarah seperti Istana Sayap Pelalawan (dibangun tahun 1892–1896), berbagai peninggalan kerajaan seperti baju kebesaran, stempel, keris, guci, gong, dan lain-lain, serta makam-makam penguasa termasuk dirinya yang menjadi tempat ziarah masyarakat setempat.
---
Assaidis Syarief Haroen bin Assaidis Syarief Hasyim Syahbuddin
Assaidis Syarief Haroen bin Assaidis Syarief Hasyim Syahbuddin was the last Sultan or traditional ruler of the Pelalawan Sultanate. He presided over the Pelalawan region during the transition to the Republic of Indonesia. Today, his name is honored at the Pelalawan Royal Cemetery, which serves as a religious heritage site in Pelalawan Regency.


During his reign, the Pelalawan Sultanate retained historical legacy sites such as the Sayap Palace (constructed between 1892 and 1896), along with royal artifacts like ceremonial attire, seals, kris, vases, gongs, and more. His grave is visited annually by the local community as a place of cultural reverence.
HTMLText_792EB775_2F37_0844_41BE_C6B348825422.html =
Ayakan Beras
Ayakan beras adalah alat tradisional yang digunakan untuk membersihkan beras dari kotoran seperti sekam, kerikil, atau butiran beras yang tidak sempurna. Alat ini umumnya terbuat dari anyaman bambu atau rotan berbentuk bundar dan pipih dengan permukaan yang cukup lebar agar memudahkan proses pengayakan.


Cara penggunaannya dilakukan dengan menggoyang-goyangkan atau mengguncang ayakan secara ritmis, sehingga partikel yang lebih ringan seperti sekam akan terpisah dan terbang ke luar, sementara beras yang bersih akan tertinggal di dalam ayakan. Alat ini banyak digunakan oleh masyarakat agraris di berbagai daerah di Indonesia, terutama sebelum berkembangnya teknologi penggilingan modern.


Selain sebagai alat fungsional dalam kehidupan sehari-hari, ayakan beras juga merepresentasikan kearifan lokal dan tradisi masyarakat dalam mengolah hasil pertanian secara manual dan efisien.


---


Rice Sieve
A rice sieve is a traditional tool used to clean rice from impurities such as husks, small stones, or broken grains. It is typically made from woven bamboo or rattan, with a round and flat shape and a wide surface to facilitate the sieving process.


The sieve is used by shaking or moving it rhythmically, allowing lighter particles like husks to be separated and blown away, while the clean rice remains inside the sieve. This tool has long been used by agrarian communities across Indonesia, especially before the advent of modern milling technology.


In addition to its practical function in daily life, the rice sieve also reflects local wisdom and traditional methods of processing agricultural products manually and efficiently.
HTMLText_76DB681A_22C8_2BBA_41B9_9E245E4B935F.html =
BM Syamsudin
B.M. Syamsudin adalah seorang sastrawan yang lahir di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, pada 10 Mei 1935. Ia memulai karier kepenulisannya dengan menulis puisi-puisi, dan beberapa tahun kemudian aktif menulis untuk koran dan majalah.


Selain menulis puisi dan cerpen, B.M. Syamsudin juga produktif dalam menulis buku cerita rakyat, buku pendidikan untuk anak sekolah dasar, serta roman sejarah.


Karya-karya berbentuk cerpen:


1. Perempuan Sampan


2. Toaka (1991)


3. Kembali ke Bintan


4. Bintan Sore-Sore


5. Gadis Berlapis (1992)


6.. Pemburu Pipa, Sepanjang Pipa (1992)


7. Nang Noka (1992)


8. Jiro San


9. Tak Elok Menangis


Karya-karya berbentuk roman sejarah:


1. Jalak (1982)


2. Tun Biajid I (1983)


3.Tun Biajid II (1983)


4. Braim Panglima Kasu Barat (1984)


5. Cerita Rakyat Daerah Riau (1993)


---
BM Syamsudin
B.M. Syamsudin was a literary writer born in Natuna Regency, Riau Islands, on May 10, 1935. He began his writing career by composing poetry, and a few years later became active in writing for newspapers and magazines.


In addition to writing poetry and short stories, B.M. Syamsudin was also prolific in producing folk tale books, educational books for elementary school children, as well as historical romance novels.


Short story works:


1. Perempuan Sampan


2. Toaka (1991)


3. Kembali ke Bintan


4. Bintan Sore-Sore


5. Gadis Berlapis (1992)


7. Pemburu Pipa, Sepanjang Pipa (1992)


8. Nang Noka (1992)


9. Jiro San


10. Tak Elok Menangis


Historical romance works:


1. Jalak (1982)


2. Tun Biajid I (1983)


3. Tun Biajid II (1983)


4. Braim Panglima Kasu Barat (1984)


5. Cerita Rakyat Daerah Riau (1993)
HTMLText_1BA2A5EE_2D09_0844_41A5_4A019376528E.html =
Baki
Bahan: Perak
Fungsi: Sebagai wadah meletakkan gelas air minum yang akan disuguhkan kepada tamu


---


Tray
Material: Silver
Function: Used as a container for placing drinking glasses to be served to guests.
HTMLText_1A6A583A_2D09_07CC_416D_A7EB6DCF2B9E.html =
Buli-buli
Buli-buli terbuat dari tanah liat, berbentuk bulat lonjong dengan leher pendek, bibir cukup tebal dan lingkaran mulut kecil. Lingkaran badan bagian atas beralur. Digunakan sebagai wadah air suci dalam upacara keagamaan dan biasa juga digunakan sebagai wadah abu jenazah. Serta fungsi lain yang teridentifikasi adalah untuk wadah cairan tinta.


T = 13 cm; Ø = 5 cm
Cina; Dinasti Song; abad 10 - 13 masehi


---
Jar
The jar is made of clay, with an oval-rounded shape, a short neck, a fairly thick rim, and a small mouth opening. The upper body features grooved rings. It was used as a container for holy water in religious ceremonies and was also commonly used as an urn for cremated remains. Another identified function is as a container for ink.


H: 13 cm; Ø: 5 cm
China; Song Dynasty; 10th–13th century AD
HTMLText_14D7BFB5_2D39_F8C4_41AE_8DBA33A236D4.html =
Cepu Bertutup
Bahan : Porselin
Fungsi : Peralatan rumah tangga cina dinasti Qing abad 19-20M


---


Lidded Bowl
Material: Porcelain
Function: A household utensil from 19th–20th century China, Qing Dynasty.
HTMLText_0538EA5B_2AA4_C5FC_41C4_DEF4E9AD7AD0.html =
Ceret Kristal
Terbuat dari kaca kristal dengan badan berbentuk cembung dan leher yang ramping. Permukaan badan memiliki desain berpola wajik (diamond). Salah satu sisi lingkaran mulut ceret menjulur ke luar dan agak naik yang berfungsi sebagai cerat/corot. Ceret ini memiliki gagang yang melengkung dari bagian mulut hingga ke pangkal badan. Ceret bergaya era Victoria ini termasuk dalam tipe/jenis cruet yang diperkirakan dibuat di Eropa sekitar akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 masehi. Difungsikan sebagai perlengkapan peralatan minum Raja Riau Lingga saat menjamu tamu kerajaan. Biasanya digunakan sebagai tempat untuk menyajikan air minum.


---
Crystal Jug
Made of crystal glass, this jug has a rounded body and a slender neck. The surface of the body features a diamond-shaped pattern design. One side of the mouth extends outward and slightly upward, functioning as a spout. The jug has a curved handle that stretches from the mouth to the base of the body. This Victorian-style jug belongs to the cruet type and is believed to have been made in Europe around the late 19th to early 20th century AD. It served as a drinking vessel used by the Riau-Lingga royal family when hosting royal guests. It was typically used to serve drinking water.
HTMLText_193D1C04_2D1B_FFC4_41BA_3864DF2D8659.html =
Donsi
Terbuat dari perak yang terdiri dari dua buah wadah dengan ukuran berbeda yang dihubungkan rantai dan masing-masing memiliki tutup yang disatukan dengan engsel. Wadah yang berukuran besar berbentuk mangkuk, alas datar, memiliki penampang berbentuk segi delapan, dan permukaan luarnya dihiasi ukiran motif sulur flora. Wadah yang berukuran kecil berbentuk mangkuk bulat dan alas cekung dengan permukaan polos. Donsi ini diperkirakan dibuat pada awal abad ke-20 masehi. Donsi merupakan wadah menyimpan bahan-bahan menginang sirih yang dapat dibawa ke mana-mana karena ukurannya yang kecil. Donsi juga menjadi simbol status sosial orang yang memilikinya dalam pergaulan luas di masyarakat, dan hanya dapat dibeli oleh kalangan tertentu di masa lalu.


---


Donsi (Betel Nut Container)
Made of silver, this artifact consists of two containers of different sizes connected by a chain, each with a hinged lid. The larger container is bowl-shaped with a flat base, an octagonal cross-section, and its outer surface is decorated with engraved floral vine motifs. The smaller container is round with a concave base and a plain surface. This donsi is estimated to have been made in the early 20th century AD.


Donsi functioned as a portable container for storing betel chewing ingredients (sirih). Due to its compact size, it could be easily carried. It also served as a symbol of social status for its owner in wider society and, in the past, could only be purchased by certain social groups.
HTMLText_0DBE61C4_21D8_3C8E_41B8_A90D72EC4DBE.html =
Dr. Arifin Achmad
Dr. Arifin Achmad adalah seorang birokrat dan tokoh penting dalam sejarah pemerintahan Provinsi Riau. Ia menjabat sebagai Gubernur Riau selama dua periode, yaitu dari tahun 1966 hingga 1978. Di masa kepemimpinannya, Arifin Achmad dikenal sebagai sosok yang tegas, disiplin, dan berorientasi pada pembangunan. Ia banyak berkontribusi dalam mendorong pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan pendidikan di Riau. Berkat jasanya, nama Arifin Achmad diabadikan sebagai nama rumah sakit besar di Pekanbaru, yaitu RSUD Arifin Achmad.


---
Dr. Arifin Achmad
Dr. Arifin Achmad was a bureaucrat and a key figure in the governmental history of Riau Province. He served as the Governor of Riau for two terms, from 1967 to 1977. During his leadership, Arifin Achmad was known as a firm, disciplined figure with a strong focus on development. He made significant contributions to the advancement of the economy, infrastructure, and education in Riau. In recognition of his service, his name was immortalized in one of the major hospitals in Pekanbaru — RSUD Arifin Achmad.
HTMLText_0A0D6ED2_21D8_648A_4199_FEB897F4F065.html =
Drs. Atar Subero
Drs. Atar Subero adalah penjabat Gubernur Riau yang menjabat dalam masa transisi pada tahun 1988. Ia ditunjuk sebagai pejabat sementara untuk memastikan kelancaran administrasi pemerintahan provinsi hingga dilantiknya gubernur definitif. Meskipun menjabat dalam waktu yang singkat, ia dikenal sebagai birokrat yang disiplin dan berpengalaman dalam bidang pemerintahan. Kepemimpinannya menandai masa transisi yang stabil dalam sejarah pemerintahan Riau.


---
Drs. Atar Subero
Drs. Atar Subero served as the Acting Governor of Riau during a transitional period in 1988. He was appointed as an interim official to ensure the smooth administration of the provincial government until the definitive governor was inaugurated. Although his term was brief, he was known as a disciplined and experienced bureaucrat. His leadership marked a stable transition period in Riau's administrative history.
HTMLText_0A163036_21C8_1B8A_41B7_A2329B63550C.html =
Drs. Kaharuddin Nasution
Drs. Kaharuddin Nasution adalah seorang tokoh militer dan birokrat Indonesia yang pernah menjabat sebagai Gubernur Riau pada periode tahun 1960–1966. Sebelum menjabat sebagai gubernur, ia dikenal sebagai seorang perwira militer di lingkungan Angkatan Darat. Pada masa kepemimpinannya, ia berperan penting dalam pembangunan infrastruktur dan penguatan pemerintahan daerah di Riau. Setelah menjabat di Riau, Kaharuddin Nasution juga pernah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara pada periode 1967–1978. Namanya diabadikan sebagai nama jalan dan stadion di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Stadion Kaharuddin Nasution di Pekanbaru, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya.


---
Drs. Kaharuddin Nasution
Drs. Kaharuddin Nasution was an Indonesian military officer and bureaucrat who served as the Governor of Riau from 1960 to 1966. Prior to his governorship, he was known as an army officer in the Indonesian Armed Forces. During his leadership, he played a key role in the development of infrastructure and strengthening of regional governance in Riau. After serving in Riau, he was also appointed as the Governor of North Sumatra from 1967 to 1978. His name has been commemorated in various places, including Kaharuddin Nasution Stadium in Pekanbaru, as a tribute to his service and contributions to the nation.
HTMLText_1B0A5AD9_2D0B_784C_41C5_786F3961F2EB.html =
Duplikat Payung Kerjaan Siak
Payung Kerajaan Siak merupakan simbol kebesaran dan kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang terletak di Provinsi Riau, Indonesia. Payung ini biasanya digunakan dalam upacara-upacara adat, penyambutan tamu agung, serta sebagai bagian dari atribut kebesaran sultan dan keluarga kerajaan.


Payung ini umumnya berukuran besar dengan tangkai panjang dan kanopi berbentuk bulat lebar. Warna yang dominan adalah kuning keemasan, melambangkan kejayaan, kemuliaan, dan kekuasaan raja. Pada bagian kanopi sering dihiasi dengan motif khas Melayu seperti bunga, sulur-suluran, atau kaligrafi Arab yang disulam atau disulamkan dengan benang emas. Ujung-ujung payung biasanya diberi hiasan tassel atau rumbai-rumbai emas yang menambah kesan megah.


Fungsi utama payung ini tidak hanya sebagai pelindung dari panas atau hujan, tetapi juga sebagai lambang status dan kehormatan. Hanya sultan dan anggota bangsawan tertentu yang berhak menggunakan atau dibawakan payung ini dalam acara resmi.


Payung kerajaan menjadi salah satu koleksi penting yang tersimpan di Istana Siak Sri Indrapura, dan kini menjadi bagian dari warisan budaya yang merepresentasikan kejayaan dan struktur sosial Kesultanan Siak pada masa lampau.


---


Replica of the Siak Royal Umbrella
The Siak Royal Umbrella is a symbol of grandeur and authority of the Sultanate of Siak Sri Indrapura, located in Riau Province, Indonesia. This umbrella was traditionally used in royal ceremonies, to welcome honored guests, and as part of the regalia of the sultan and the royal family.


The umbrella is typically large in size, with a long handle and a wide, circular canopy. The dominant color is golden yellow, symbolizing glory, nobility, and royal power. The canopy is often adorned with traditional Malay motifs such as floral patterns, tendrils, or Arabic calligraphy, embroidered with gold thread. The edges of the umbrella are usually decorated with golden tassels, enhancing its majestic appearance.


Beyond its practical function as protection from the sun or rain, the umbrella also served as a symbol of rank and honor. Only the sultan and select members of the nobility were entitled to use or be accompanied by this umbrella during formal occasions.


The royal umbrella is one of the most important artifacts housed in the Siak Sri Indrapura Palace and is now a part of the cultural heritage that reflects the glory and social hierarchy of the Siak Sultanate in the past.
HTMLText_1E4DA6F3_2D19_085C_41B3_08227E299CD1.html =
Guci Kecil/Buli-buli
Guci, terbuat dari tanah liat (stoneware), berglasir, badan melebar ke atas dan di atasnya tersambung dengan pundaknya sehingga membentuk sudut, lingkaran bibir yang melipat ke luar dan lubang mulut kecil. Lingkaran alas datar dan lebih kecil dibandingkan lingkaran badannya. Guci ini digunakan sebagai wadah untuk menyimpan air, berasal dari Vietnam dan dibuat sekitar abad ke-16 hingga abad ke-17 masehi.
T = 16 cm
Vietnam; abad 16 - 17 masehi


---
Small Jar / Buli-buli
The jar is made of glazed stoneware, with a body that widens upward and connects to the shoulder at an angle. It has a rim that folds outward and a small mouth opening. The base is flat and smaller in diameter than the body. This jar was used as a container for storing water. It originates from Vietnam and was made around the 16th to 17th century AD.


H: 16 cm
Vietnam; 16th–17th century AD
HTMLText_199FF264_2D19_0844_41C1_258C74415760.html =
Guci Kecil
Guci terbuat dari tanah liat, berbentuk bulat dengan leher pendek, bibir cukup tebal dan lingkaran mulut kecil. Pada bagian badan terdapat corak dan lingkaran alasnya rata. Digunakan sebagai wadah air suci dalam upacara keagamaan dan biasa juga digunakan sebagai wadah abu jenazah. Serta fungsi lain yang teridentifikasi adalah untuk wadah cairan tinta.


T = 14 cm
Cina; Dinasti Yuan; abad 13 - 14 masehi


---


Small Jar
The jar is made of clay, with a rounded shape, short neck, fairly thick rim, and a small mouth opening. The body features decorative patterns, and the base is flat. It was used as a container for holy water in religious ceremonies and was also commonly used as an urn for cremated remains. Another identified function is as a container for ink.


H: 14 cm
China; Yuan Dynasty; 13th–14th century AD
HTMLText_0DD386EA_21D8_249A_41C0_2BBF8A84F0EA.html =
H. Imam Munandar
H. Imam Munandar adalah Gubernur Riau yang menjabat dari tahun 1980 hingga 1988. Ia dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan memiliki visi pembangunan yang kuat untuk kemajuan Riau. Di masa kepemimpinannya, berbagai proyek infrastruktur dan peningkatan pelayanan publik mulai digalakkan. Selain itu, ia juga aktif mendorong pelestarian budaya Melayu dan pembangunan sumber daya manusia. Kepemimpinannya selama dua periode memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan provinsi Riau.


---
H. Imam Munandar
H. Imam Munandar served as the Governor of Riau from 1980 to 1988. He was known as a firm leader with a strong vision for the development of Riau. During his administration, numerous infrastructure projects and improvements in public services were initiated. He was also active in promoting the preservation of Malay culture and human resource development. His two-term leadership made a significant contribution to the province’s growth and progress.
HTMLText_0CF4801F_21C8_3BBA_41B7_D4BDE144BF8A.html =
H. M. Rusli Zainal, S.E., M.P.
H. M. Rusli Zainal, S.E., M.P. (lahir 3 Desember 1957 di Indragiri Hilir) adalah politisi dan birokrat Indonesia dari Golkar. Ia menjabat sebagai Bupati Indragiri Hilir (1999–2003), lalu Gubernur Riau dua periode: 2003–2008 dan 2008–2013
Selama masa jabatan, beliau mendorong pembangunan dan perencanaan wilayah serta pemerintahan yang baik. Namun, pada 2013 ia tersangkut kasus korupsi terkait izin kehutanan dan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional 2012, sehingga dijatuhi hukuman penjara 14 tahun—dikurangi menjadi 10 tahun—dan baru bebas bersyarat pada Juli 2022
---
H. M. Rusli Zainal, S.E., M.P.
H. M. Rusli Zainal, S.E., M.P. (born December 3, 1957 in Indragiri Hilir) is an Indonesian politician and bureaucrat from Golkar. He served as the Regent of Indragiri Hilir (1999–2003) and then as the Governor of Riau for two terms: 2003–2008 and 2008–2013.During his tenure, he promoted regional development planning and good governance in Riau. However, in 2013, he was implicated in corruption cases involving forestry permits and the 2012 National Sports Week, resulting in a 14-year prison sentence (later reduced to 10 years). He was released on parole in July 2022
HTMLText_0CA5B86C_21CF_EB9E_41BB_B86D86F95708.html =
H. Soeripto
H. Soeripto adalah Gubernur Riau yang menjabat dari tahun 1988 hingga 1998. Sebelum menjadi gubernur, ia memiliki latar belakang sebagai perwira militer dan birokrat. Dalam masa kepemimpinannya, ia fokus pada penataan birokrasi, peningkatan sektor pendidikan, dan pembangunan ekonomi berbasis potensi daerah. Ia juga menaruh perhatian pada isu-isu sosial dan kesejahteraan masyarakat di Riau, terutama dalam konteks pascareformasi yang menuntut transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.


---
H. Soeripto
H. Soeripto served as the Governor of Riau from 1988 to 1998. Prior to becoming governor, he had a background as a military officer and bureaucrat. During his leadership, he focused on administrative reforms, improving the education sector, and developing the local economy based on regional potential. He also paid close attention to social issues and public welfare in Riau, especially during the post-reformation era that demanded greater transparency and government accountability.
HTMLText_664A2108_2178_1D86_41B6_A4FFBBB9860D.html =
Idrus Tintin
Idrus Tintin lahir di Rengat pada 10 November 1932 dari pasangan Tiamah (ibu) dan Tintin Idrus (ayah). Ia merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.


Sebagai seorang seniman dan budayawan, Idrus Tintin telah melahirkan banyak karya sastra, khususnya dalam bentuk sajak dan puisi, yang terangkum dalam beberapa buku berikut:


1. LUPUT – Kumpulan sajak berisi 26 puisi karya Idrus Tintin, ditulis kembali oleh Armawi KH (1986).


2. BURUNG WAKTU: Kumpulan Puisi Idrus Tintin – Berisi 37 judul puisi, diterbitkan oleh Gramita, Pekanbaru (1990).


3. IDRUS TINTIN: Seniman dari Riau, Kumpulan Puisi dan Telaah – Merupakan kompilasi tiga puisi utama: Luput, Burung Waktu, dan Nyanyian di Lautan, Tarian di Tengah Hutan (1996).


4. JELAJAH CAKRAWALA: Seratus Lima Belas Sajak Idrus Tintin (2003).


Atas dedikasi dan kontribusinya yang besar dalam bidang seni dan budaya, Idrus Tintin menerima berbagai penghargaan, antara lain:


1. The Best Actor dalam Festival Drama di Pekanbaru dari Pemerintah Provinsi Riau (1996).


2. Anugerah Sagang dalam kategori Seniman dan Budayawan Pilihan dari Yayasan Sagang (1996).


3. Seniman Pemangku Negeri (SPN) dalam kategori Seni Teater dari Dewan Kesenian Riau (2001).


---
Idrus Tintin
Idrus Tintin was born in Rengat on November 10, 1932, to parents Tiamah (mother) and Tintin Idrus (father). He was the third of four siblings.


As an artist and cultural figure, Idrus Tintin created many literary works, particularly poems, which have been compiled into several books:


1. LUPUT – A collection of 26 poems by Idrus Tintin, rewritten by Armawi KH (1986).


2. BURUNG WAKTU: A Collection of Poems by Idrus Tintin – Contains 37 poems, published by Gramita, Pekanbaru (1990).


3. IDRUS TINTIN: An Artist from Riau, A Collection of Poems and Analysis – A compilation of three main poems: Luput, Burung Waktu, and Nyanyian di Lautan, Tarian di Tengah Hutan (1996).


4. JELAJAH CAKRAWALA: One Hundred and Fifteen Poems by Idrus Tintin (2003).


For his contributions to the arts and culture, Idrus Tintin received several awards, including:


1. The Best Actor at the Drama Festival in Pekanbaru from the Riau Provincial Government (1996).


2. Sagang Award in the category of Outstanding Artist and Cultural Figure from the Sagang Foundation (1996).


3. State Cultural Artist (Seniman Pemangku Negeri) in the Theater Arts category from the Riau Arts Council (2001).
HTMLText_62064178_2157_FD86_41B1_C11E47F60CA7.html =
Ir. H. S. F. Hariyanto
Ir. H. S. F. Hariyanto (Sofyan Franyata Hariyanto), lahir 30 April 1965 di Pekanbaru, adalah seorang birokrat karier yang menempuh jenjang karier dari pegawai honorer hingga menjadi pejabat tinggi di pemerintah Provinsi Riau. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau (2021–2024), dan menjabat sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Riau dari 29 Februari hingga 15 Agustus 2024. Pada 20 Februari 2025, ia dilantik sebagai Wakil Gubernur Riau periode 2025–2030 mendampingi Gubernur Abdul Wahid.


Sebagai Pj Gubernur, Hariyanto fokus pada kelancaran administrasi pemerintahan dan kesinambungan program pembangunan. Sebagai Wakil Gubernur, ia aktif mendukung kebijakan pro-rakyat terutama di bidang perbaikan infrastruktur, peningkatan layanan publik, dan penguatan tata kelola pemerintahan.
---
Ir. H. S. F. Hariyanto
S. F. Hariyanto (Sofyan Franyata Hariyanto), born on April 30, 1965, in Pekanbaru, is a career bureaucrat who rose from being an honorary staff to key leadership positions within the Riau Provincial Government. He has served as Head of the Public Works Department, Regional Secretary (Sekda) of Riau Province (2021–2024), and was appointed Acting Governor of Riau from February 29 to August 15, 2024. On February 20, 2025, he was inaugurated as Vice Governor of Riau for the 2025–2030 term, serving alongside Governor Abdul Wahid.


As Acting Governor, Hariyanto focused on smooth administrative transitions and the continuation of development programs. As Vice Governor, he is actively supporting people-centered policies, particularly in upgrading infrastructure, improving public services, and strengthening governance oversight.
HTMLText_74C50A08_2F3B_1BCC_41A5_F8BC04A2E296.html =
Menenun Kain
Menenun kain adalah proses tradisional dalam pembuatan tekstil yang dilakukan secara manual dengan menggunakan alat tenun. Proses ini melibatkan penggabungan benang lungsi (benang panjang) dan benang pakan (benang melintang) secara sistematis untuk membentuk kain. Dalam budaya Indonesia, kegiatan menenun tidak hanya berfungsi sebagai aktivitas ekonomi, tetapi juga sebagai warisan budaya yang sarat dengan nilai simbolis, estetika, dan identitas lokal.


Teknik menenun dilakukan dengan kesabaran dan ketelitian tinggi, di mana motif dan warna kain yang dihasilkan sering kali mencerminkan kearifan lokal, status sosial, hingga makna spiritual masyarakat setempat. Alat tenun yang digunakan bisa berupa alat tenun tradisional bukan mesin (ATBM) maupun alat tenun gedogan yang lebih sederhana dan banyak ditemukan di daerah-daerah pedesaan.


Hingga kini, tradisi menenun masih dilestarikan di berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua, dengan masing-masing memiliki ciri khas dan motif yang unik. Kegiatan ini menjadi salah satu bentuk penting dalam pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi kreatif masyarakat lokal.
---


Weaving Fabric
Weaving fabric is a traditional textile-making process carried out manually using a loom. This process involves interlacing warp threads (longitudinal threads) and weft threads (horizontal threads) in a systematic manner to form a piece of cloth. In Indonesian culture, weaving is not only an economic activity but also a cultural heritage rich in symbolic meaning, aesthetic value, and local identity.


The weaving technique requires great patience and precision. The resulting patterns and colors often reflect local wisdom, social status, and even spiritual beliefs of the community. The looms used can range from non-mechanical traditional looms (ATBM) to simpler gedogan looms, which are commonly found in rural areas.


Today, the tradition of weaving is still preserved in various regions across Indonesia, such as Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, and Papua—each with its own distinctive styles and motifs. Weaving remains an important cultural practice and a vital part of the local creative economy.
HTMLText_0B3FD6B3_21C8_E48A_41B9_60FD231E2BCF.html =
Mr. S.M. Amin
Mr. Sutan Mohammad Amin Nasution atau lebih dikenal sebagai Mr. S.M. Amin adalah seorang tokoh pejuang kemerdekaan, politikus, dan birokrat Indonesia. Ia merupakan Gubernur pertama Provinsi Riau, yang menjabat sejak provinsi ini dibentuk pada tahun 1957. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara. S.M. Amin dikenal sebagai seorang yang berpendidikan tinggi, lulusan hukum dari Rechtshogeschool di Jakarta, dan berperan penting dalam pembentukan dan pemerintahan awal provinsi Riau. Ia juga aktif dalam pergerakan nasional dan dikenal sebagai salah satu tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur diplomasi dan pemerintahan.


----


Mr. S.M. Amin
Mr. Sutan Mohammad Amin Nasution, better known as Mr. S.M. Amin, was an Indonesian independence fighter, politician, and bureaucrat. He was the first Governor of Riau Province, serving since the province was established in 1957. In addition, he also served as the Governor of North Sumatra. S.M. Amin was known as a highly educated figure, holding a law degree from the Rechtshogeschool in Jakarta, and played a significant role in the formation and early governance of Riau Province. He was also active in the national movement and recognized as one of the key figures who fought for Indonesia’s independence through diplomacy and government service.
HTMLText_7B461144_31E9_D6D3_4191_7001C5DAF62D.html =
Perlengkapan Menyirih
Terbuat dari perak, terdiri dari dua buah wadah tempat meramu kapur sirih dan peralatan kebersihan yang seluruhnya terhubung dengan rantai serta dilengkapi dengan hiasan berjumbai. Kedua wadah memiliki ukuran yang berbeda, wadah yang kecil berbentuk setengah lingkaran dengan alas dan tutup datar dan permukaan terdapat ornamen ukiran sedangkan wadah yang besar berbentuk bundar dengan alas dan tutup sedikit cembung. Perlengkapan menyirih ini diperkirakan dibuat sekitar akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 masehi.


---


Betel Chewing Set
Made of silver, this set consists of two containers used for preparing lime and holding cleaning tools, all connected by a chain and adorned with tassel decorations. The two containers are of different sizes: the smaller one is semi-circular with a flat base and lid, featuring engraved ornamental designs on its surface, while the larger one is round with slightly convex base and lid. This betel chewing set is estimated to have been made between the late 19th and early 20th century AD.
HTMLText_1E488D9F_2D09_F8C4_41B1_EDF744950155.html =
Piring
Piring porselin, bentuk bulat cekung dan lingkaran kaki rendah. Pada bagian tengah permukaan terdapat motif hias rangkaian bunga raya dan daun yang dibuat dengan teknik lukis. Serta pada sekeliling lingkaran permukaan bagian atas terdapat motif bunga dan geometris yang dibuat dengan teknik cap. Digunakan sebagai wadah makanan.


T : 5 cm, Ø : 43 cm
Eropa, abad 19 - 20 Masehi


---
Plate
A porcelain plate with a round concave shape and a low circular foot. At the center of the surface, there is a decorative motif of hibiscus flower arrangements and leaves made using the painting technique. Surrounding the upper circular surface are floral and geometric motifs created using a stamping technique. It was used as a food container.


H: 5 cm, Ø: 43 cm
Europe, 19th–20th century AD
HTMLText_0A02B50D_21D8_259E_41B2_AEDC604C0E2E.html =
Prapto Prayitno
Prapto Prayitno adalah Gubernur Riau ke-6 yang menjabat dari tahun 1980 hingga 1988. Ia dikenal sebagai pemimpin yang berkomitmen terhadap pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Riau. Di masa kepemimpinannya, Riau mulai mengalami perkembangan pesat di berbagai sektor, terutama di bidang transportasi, pendidikan, dan perekonomian. Gaya kepemimpinannya yang tegas namun dekat dengan masyarakat menjadikan beliau dikenang sebagai sosok pemimpin yang visioner.


---
Prapto Prayitno
Prapto Prayitno was the 6th Governor of Riau, serving from 1980 to 1988. He was known as a leader committed to infrastructure development and improving the welfare of the people of Riau. During his tenure, Riau experienced significant growth in various sectors, especially in transportation, education, and the economy. His firm yet approachable leadership style made him remembered as a visionary figure.
HTMLText_1A0C3D49_2AA4_7FDC_41B8_FA0DA4D928AD.html =
Prasasti Pasir Panjang
Prasasti Pasir Panjang ditemukan oleh K.F. Holle pada tahun 1873. Tulisan pada prasasti ini dipahatkan pada sebuah dinding bukit granit yang terdapat di Pulau Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Prasasti ini terdiri dari tiga baris kata yang menggunakan aksara Nagari dan bahasa Sansekerta. Hasil transliterasi dari prasasti ini berdasarkan pembacaan Brandes dan Caldwel yaitu:


Mahāyānika
golayaṇṭritasri
gautamasripada (h)


Disimpulkan bahwa tulisan tersebut mengandung arti “Pemujaan kepada Sang Budha melalui Tapak KakiNya”.


Berdasarkan karakternya prasasti ini diperkirakan berasal dari abad 9 – 10 Masehi


---
Pasir Panjang Inscription
The Pasir Panjang Inscription was discovered by K.F. Holle in 1873. The text of this inscription is carved onto a granite hill wall located on Karimun Island, in the Riau Islands Province. The inscription consists of three lines written in Nagari script and Sanskrit language. The transliteration of this inscription, based on the readings by Brandes and Caldwell, is as follows:


Mahāyānika
golayaṇṭritasri
gautamasripada (h)


It is concluded that the inscription conveys the meaning: "Worship of the Buddha through His footprints."


Based on its characteristics, the inscription is estimated to date from the 9th–10th century AD.
HTMLText_0DFED915_21D8_ED8E_41B4_B9E57FFB0D6E.html =
R. Soebrantas
R. Soebrantas adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah pemerintahan Provinsi Riau. Ia menjabat sebagai Gubernur Riau pada periode 1978 hingga 1980. Meskipun masa jabatannya relatif singkat, R. Soebrantas dikenal sebagai pemimpin yang peduli terhadap pembangunan daerah, terutama dalam sektor pemerintahan dan tata kelola administrasi. Sebagai bentuk penghormatan atas jasanya, namanya diabadikan menjadi nama jalan utama dan universitas di Pekanbaru, yaitu Jalan Soebrantas dan Universitas Riau (UNRI) yang terletak di kawasan tersebut.


---
R. Soebrantas
R. Soebrantas was an important figure in the history of Riau Province. He served as the Governor of Riau from 1978 to 1980. Although his tenure was relatively short, R. Soebrantas was known as a leader who cared deeply about regional development, particularly in the areas of governance and administrative management. In honor of his contributions, his name was immortalized as the name of a major road and a university in Pekanbaru — Soebrantas Street and University of Riau (UNRI), which is located in that area.
HTMLText_0C181B13_21C8_6D8A_4197_1B4F775C3869.html =
Saleh Djasit, S.H.
Saleh Djasit, S.H. adalah Gubernur Riau yang menjabat selama dua periode, yaitu dari tahun 1998 hingga 2003 dan kemudian terpilih kembali untuk masa jabatan 2003 hingga 2008. Sebagai politisi dan tokoh birokrat, ia dikenal aktif dalam memperjuangkan pembangunan infrastruktur dan peningkatan sumber daya manusia di Riau. Ia juga menjabat sebagai anggota DPR RI setelah menyelesaikan masa kepemimpinannya sebagai gubernur. Saleh Djasit memiliki latar belakang pendidikan hukum dan dikenal sebagai sosok pemimpin yang komunikatif dan berorientasi pada pembangunan daerah.


---
Saleh Djasit, S.H.
Saleh Djasit, S.H. served as the Governor of Riau for two terms, from 1998 to 2003 and again from 2003 to 2008. As a politician and bureaucratic figure, he was known for advocating infrastructure development and improving human resources in Riau. After his tenure as governor, he served as a member of the Indonesian House of Representatives (DPR RI). With a background in law, Saleh Djasit was recognized as a communicative leader with a strong focus on regional development.
HTMLText_62B297ED_2178_649E_41B9_6F4F4D50B329.html =
Soeman Hs
Soeman Hs (nama asli Suman Hasibuan) lahir pada 4 April 1904 di Bantan Tua, Bengkalis, Riau dan wafat pada 8 Mei 1999 di Pekanbaru. Ia dikenal sebagai sastrawan terkemuka dari angkatan Pujangga Baru serta pelopor cerita pendek dan novel detektif modern dalam sastra Indonesia.


Kariernya dimulai sebagai guru bahasa Melayu setelah menyelesaikan sekolah guru di Langsa, Aceh. Ia pernah mengajar di HIS Siak dan Pasir Pengaraian. Pada masa penjajahan Jepang dan perjuangan kemerdekaan, ia aktif dalam organisasi politik lokal dan dewan nasional.


Sebagai penulis, ia menghasilkan karya terkenal seperti Kasih Tak Terlarai, Pertjobaan Setia, dan Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan. Kumpulan cerpennya Kawan Bergeloet menjadi salah satu karya penting dalam perkembangan sastra Indonesia modern.


Setelah kemerdekaan, ia menjabat sebagai kepala Dinas Pendidikan di Riau dan mendirikan berbagai lembaga pendidikan, termasuk sekolah menengah dan universitas Islam. Namanya kini diabadikan dalam sebuah perpustakaan megah di Pekanbaru..


---
Soeman Hs
Soeman Hs (real name Suman Hasibuan) was born on April 4, 1904, in Bantan Tua, Bengkalis, Riau, and passed away on May 8, 1999, in Pekanbaru. He was a prominent writer of the Pujangga Baru generation and a pioneer of modern detective fiction and short stories in Indonesian literature.


His career began as a Malay language teacher after completing teacher training in Langsa, Aceh. He taught at HIS Siak and Pasir Pengaraian. During the Japanese occupation and the independence struggle, he was actively involved in local politics and national committees.


As a writer, he produced well-known works such as Kasih Tak Terlarai, Pertjobaan Setia, and Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan. His short story collection Kawan Bergeloet is considered a landmark in modern Indonesian literature.


After independence, he served as the head of the education department in Riau and established several educational institutions, including Islamic secondary schools and universities. His name is commemorated in a grand library in Pekanbaru.
HTMLText_679A6D1A_2157_E5BA_41B0_4D3BC585294E.html =
Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin
Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin atau dikenal sebagai Sultan Syarif Kasim II, adalah Sultan ke‑12 dan Sultan terakhir Kesultanan Siak Sri Indrapura. Ia memerintah dari tahun 1915 hingga 1945. Lahir pada 1 Desember 1893 di Siak Sri Indrapura dan wafat pada 23 April 1968 di Pekanbaru, Riau.


Sultan Syarif Kasim II dikenal sebagai tokoh yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setelah Proklamasi tahun 1945, ia menyatakan bahwa Kesultanan Siak bergabung dengan Republik Indonesia dan menyumbangkan sebagian besar hartanya—termasuk mahkota dan benda berharga lainnya—senilai sekitar 13 juta gulden untuk keperluan negara dan perjuangan. Ia juga aktif mendorong raja-raja di Sumatra Timur untuk mendukung NKRI.


Selama pemerintahannya, ia berfokus pada pengembangan pendidikan rakyat: mendirikan sekolah dasar umum dan sekolah untuk perempuan, menyediakan beasiswa untuk anak-anak berprestasi, serta menyediakan transportasi gratis untuk pelajar. Ia juga secara terang-terangan menolak praktik kerja paksa yang diberlakukan penjajah Belanda dan Jepang.


Saat menjabat, Sultan Syarif Kasim II menjadikan Kesultanan Siak sebagai simbol kemandirian dan perlawanan elegan terhadap kolonialisme, dengan pendekatan melalui pendidikan, deklarasi politik, dan dukungan finansial terhadap republik.


---
Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin
Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin, popularly known as Sultan Syarif Kasim II, was the 12th and final Sultan of the Siak Sri Indrapura Sultanate. He reigned from 1915 to 1945. Born on December 1, 1893, in Siak Sri Indrapura, he passed away on April 23, 1968 in Pekanbaru, Riau.


He is recognized as a staunch supporter of Indonesia's independence struggle. After Indonesia proclaimed independence in 1945, he formally integrated the Siak Sultanate into the Republic and generously donated most of his wealth—including his crown and other royal regalia—worth approximately 13 million guilders to support the republic. He also worked to persuade other East Sumatran monarchs to join the cause.


During his reign, he emphasized education reform: establishing elementary schools for the common people and girls, providing scholarships to bright students, and offering free transport for schoolchildren. He openly rejected forced labour policies imposed by Dutch and Japanese occupiers.


Through a combination of educational initiatives, political declarations, and significant financial contributions, Sultan Syarif Kasim II made Kesultanan Siak a symbol of enlightened resistance and national unity.
HTMLText_159F905D_2D7F_0844_41C3_C2815FC45540.html =
Tempat Kapur
Bahan : Kuningan
Fungsi : Sebagai salah satu perlengkapan tepak sirih yang dipakai wadah kapur


---


Lime Container
Material: Brass
Function: Serves as one of the components of the tepak sirih set, used to hold lime paste.
HTMLText_185C36A6_2D77_08C5_418C_D58CE91DDB7C.html =
Tempat Rokok/Tembakau
Bahan : Perak
Fungsi : Sebagai tempat rokok.
Deskripsi : Benda ini bisa digunakan/dimiliki oleh masyarakat yang berkedudukan tinggi
---


Cigarette/Tobacco Case
Material: Silver
Function: Used as a cigarette holder.
Description: This item could be used or owned by individuals of high social status.
HTMLText_17F3E4AD_2D39_08C4_41C2_DABA635F9185.html =
Tempat Tinta
Tempat tinta terbuat dari keramik. dengan pena yang terbuat dair bambu atau bulu ayam.


---


Ink Container
The ink container is made of ceramic, accompanied by a pen made from bamboo or a chicken feather.
HTMLText_4F09FAA0_31A8_4A53_41BE_A548C3A6B317.html =
Tepak Sirih
Bahan : Kuningan
Fungsi : Digunakan sebagai wadah penyimpanan perlengkapan menyirih


---


Betel Nut Container
Material: Brass
Function: Used as a container for storing betel chewing equipment.
HTMLText_5DB3C649_31AB_DAD5_41B5_337E44DE3745.html =
Tepak Sirih
Bahan : Kuningan
Fungsi : Digunakan sebagai wadah penyimpanan perlengkapan menyirih


---


Betel Nut Container
Material: Brass
Function: Used as a container for storing betel chewing equipment.
HTMLText_1B4BBB66_2D7B_1844_41A6_C16C6CECD459.html =
Tepak Sirih
Bahan : Kuningan
Fungsi : Peralatan Menyirih


---


Tepak Sirih
Material: Brass
Function: Betel chewing equipment
HTMLText_059F2C6C_2AA4_3DD4_4199_68D2473CA6C1.html =
Tombak Siak
Bilah terbuat dari besi dengan bentuk segitiga pipih. Hulu atau gagangnya terbuat dari besi dengan penampang berbentuk bulat dan berukuran panjang. Pangkal gagangnya dibalut dengan kepingan logam yang dihiasi dengan ornamen ukiran. Tombak ini dibuat sekitar akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 masehi. Tombak Siak ini digunakan dalam upacara adat.


---
Siak Spear
The blade is made of iron and has a flat triangular shape. The hilt or handle is also made of iron, with a long, round cross-section. The base of the handle is wrapped in metal sheets adorned with engraved ornamental designs. This spear was made around the late 19th to early 20th century AD. The Siak spear was used in traditional ceremonial rituals.
HTMLText_64FEF4B1_2179_E486_41BF_A5E906D3CF82.html =
Tuanku Tambusai
Tuanku Tambusai bernama asli Muhammad Saleh. Ia adalah salah satu tokoh penting dalam Perang Padri dan dikenal sebagai pejuang gigih melawan penjajahan Belanda di wilayah Sumatera. Lahir di daerah Dalu-Dalu, Rokan Hulu, Riau pada tahun 1784, ia berasal dari keluarga yang taat agama dan mendapatkan pendidikan Islam yang kuat sejak kecil.


Ia menjadi salah satu ulama dan pemimpin masyarakat yang sangat disegani. Perannya dalam Perang Padri sangat menonjol, terutama sebagai pemimpin perlawanan di wilayah Timur Sumatera. Ia juga membangun benteng pertahanan yang dikenal sebagai Benteng Dalu-Dalu untuk menghadang pasukan kolonial.


Karena keberaniannya dan perjuangannya yang konsisten, Tuanku Tambusai dijuluki sebagai “Raja Kecil dari Rokan”. Setelah Perang Padri berakhir, ia tetap melanjutkan perjuangan hingga akhir hayatnya di Malaysia pada tahun 1882. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas jasa-jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa.


---
Tuanku Tambusai
Tuanku Tambusai, whose real name was Muhammad Saleh, was an important figure in the Padri War and a determined freedom fighter against Dutch colonial rule in Sumatra. He was born in Dalu-Dalu, Rokan Hulu, Riau in 1784 to a devout Islamic family and received strong religious education from a young age.


He became a respected Islamic scholar and community leader. His role in the Padri War was significant, especially as a commander in the eastern Sumatra resistance. He built a defensive fortress known as Benteng Dalu-Dalu to block the colonial forces.


Because of his courage and unwavering resistance, Tuanku Tambusai was known as the “Little King of Rokan.” Even after the Padri War ended, he continued his struggle until his death in Malaysia in 1882. He is officially recognized as a National Hero of Indonesia for his contributions to the nation's independence.
HTMLText_1E1E955D_2B19_E73F_41C0_473837076F9D.html =
Mata Uang Sesudah Kemerdekaan RI
1. Rupiah
Asal didapat: Pekanbaru
Bahan : Kertas
Dicetak dan beredar di indonesia tahun 1958 dengan nilai 100 rupiah


2. Rupiah
Asal didapat: Pekanbaru
Bahan: Kertas
Dicetak dan beredar di indonesia tahun 1958 dengan nilai 1000 rupiah


3. Rupiah
Asal didapat: Pekanbaru
Bahan : Kertas
Dicetak dan beredar di indonesia tahun 1958 dengan nilai 5000 rupiah


---


Currency After the Independence of the Republic of Indonesia


1. Rupiah
Origin: Pekanbaru
Material: Paper
Printed and circulated in Indonesia in 1958 with a value of 100 rupiah


2. Rupiah
Origin: Pekanbaru
Material: Paper
Printed and circulated in Indonesia in 1958 with a value of 1,000 rupiah


3. Rupiah
Origin: Pekanbaru
Material: Paper
Printed and circulated in Indonesia in 1958 with a value of 5,000 rupiah
HTMLText_05D23CF9_2A7B_DEBC_41BB_96E3DBDC16F6.html =
Pencuci Tangan
Terbuat dari silika, wadah berbentuk mangkuk dengan cekungan cukup dalam dan lingkaran permukaan lebih lebar dari lingkaran badan serta berwarna merah transparan. Memiliki tangkai kaki rendah yang menyatukan wadah dengan alasnya yang berbentuk bulat dan pipih. Berfungsi sebagai salah satu perlengkapan peralatan makan Raja Abdullah yang Dipertuan Muda Riau IX yang memerintah pada 1827 - 1852 M.


---
Handwashing Vessel
Made of silica, this bowl-shaped container features a deep concave interior and a rim wider than the body, with a transparent red color. It has a short stem that connects the bowl to its flat, round base. It served as one of the dining utensils of Raja Abdullah, the ninth Yang Dipertuan Muda of Riau, who reigned from 1827 to 1852 AD.
HTMLText_06A80216_2A64_4574_41AC_36F22891C569.html =
Tempat Buah
Terbuat dari silika dengan wadah cekung seperti mangkuk, berbentuk bundar, dan permukaan dasar cenderung datar. Lingkaran bibir wadah lebih lebar daripada lingkaran badannya. Sekeliling bibir wadah berwarna hijau, bergelombang, dan memiliki lekukan sehingga tampak seperti mahkota bunga. Permukaan wadah memiliki desain berpola geometris berupa garis-garis bertikal. Wadahnya memiliki kaki rendah bulat dengan alas pipih bundar. Tempat buah ini diperkirakan berasal dari Eropa dan dibuat sekitar akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 masehi. Berfungsi sebagai perlengkapan peralatan makan pada saat menjamu tamu kerajaan.


---
Fruit Bowl
Made of silica, this concave, bowl-like container is round in shape with a relatively flat base. The rim is wider than the body, and the edge is green, wavy, and indented, giving it a flower crown-like appearance. The surface of the bowl features a geometric design consisting of vertical lines. The bowl stands on a low, round foot with a flat circular base. This fruit bowl is believed to have originated from Europe and was made around the late 19th to early 20th century AD. It functioned as part of the dining utensils used when hosting royal guests.
HTMLText_070AE68D_2A9C_CD55_41C3_BEDC13CF7714.html =
Tempat Bumbu
Terbuat dari kaca, terdiri dari empat wadah bumbu berbentuk mangkuk kecil bertutup dan sebuah wadah berbentuk botol yang memiliki leher dan tutup menyerupai penyumbat. Kelima wadah ini dipasang pada dudukan yang terhubung dengan tiang sebagai porosnya dengan alas lebar segi enam. Tempat bumbu ini bergaya era Victoria dan di Eropa dinamakan Cruet Set atau Cruet-stand. Tempat bumbu ini diperkirakan dibuat di Eropa sekitar abad ke-19 masehi dan difungsikan sebagai salah satu perlengkapan peralatan makan.


---
Condiment Set
Made of glass, this set consists of four small lidded bowl-shaped containers and one bottle-shaped container with a neck and a stopper-like lid. All five containers are mounted on a stand connected to a central pole with a wide hexagonal base. This condiment set features a Victorian-era style and is known in Europe as a Cruet Set or Cruet-stand. It is believed to have been made in Europe around the 19th century AD and served as part of the dining utensils.
HTMLText_762E1760_22D8_2586_41B9_2CD2AE6F0D36.html =
Tenas Effendy, Doktor (HC)
Tenas Effendy, bergelar Doktor Honoris Causa (HC), adalah seorang budayawan, sastrawan, dan tokoh adat Melayu yang berasal dari Provinsi Riau. Ia lahir di Tanjung Pinang pada 9 September 1936 dan wafat pada 28 Februari 2015. Nama aslinya adalah Tengku Nasruddin Effendy, namun ia lebih dikenal dengan nama pena Tenas Effendy.


Tenas Effendy dikenal sebagai penjaga warisan budaya Melayu, terutama dalam bentuk sastra lisan, pantun, gurindam, dan peribahasa. Ia aktif menulis dan membukukan berbagai karya sastra dan kebudayaan Melayu, serta menjadi narasumber dan pembicara di berbagai forum kebudayaan, baik nasional maupun internasional.


Beberapa karya pentingnya antara lain:


1. Ungkapan Tradisional Melayu Riau


2. Tunjuk Ajar Melayu


3. Bujang Tan Domang


4. Tata Bahasa Melayu Riau


Atas jasa-jasanya dalam pelestarian dan pengembangan budaya Melayu, Tenas Effendy memperoleh berbagai penghargaan bergengsi, termasuk anugerah Doktor Honoris Causa dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).


----
Tenas Effendy, Doktor (HC)
Tenas Effendy, holder of an Honorary Doctorate (HC), was a cultural figure, writer, and traditional Malay leader from Riau Province. He was born in Tanjung Pinang on September 9, 1936, and passed away on February 28, 2015. His birth name was Tengku Nasruddin Effendy, but he was more widely known by his pen name, Tenas Effendy.


Tenas Effendy was renowned for preserving Malay cultural heritage, especially in the form of oral literature, such as pantun (traditional rhyming verse), gurindam, and proverbs. He was active in writing and publishing numerous works on Malay literature and culture, and was frequently invited as a speaker at cultural forums both nationally and internationally.


Some of his notable works include:


1. Ungkapan Tradisional Melayu Riau (Traditional Malay Expressions of Riau)


2. Tunjuk Ajar Melayu (Malay Teachings)


3. Bujang Tan Domang


4. Tata Bahasa Melayu Riau (Grammar of Riau Malay)


For his contributions to the preservation and development of Malay culture, Tenas Effendy received many prestigious awards, including an Honorary Doctorate from the National University of Malaysia (UKM).
HTMLText_06FA9514_2A6C_4F74_4172_3B618A5BD094.html =
Wadah Pencuci Tangan
Terbuat dari silika, wadah berbentuk mangkuk dengan cekungan cukup dalam serta lingkaran permukaan lebih lebar dari lingkaran badan. Memiliki tangkai kaki rendah yang menyatukan wadah dengan alasnya yang berbentuk bulat dan pipih. Permukaan luar wadah berwarna biru dan permukaan dalam berwarna merah. Berfungsi sebagai salah satu perlengkapan peralatan makan Raja Abdullah yang Dipertuan Muda Riau IX yang memerintah pada 1827 - 1852 M.


---
Handwashing Vessel
Made of silica, this bowl-shaped container has a fairly deep concave interior and a rim that is wider than the body. It features a short stem that connects the bowl to its flat, round base. The outer surface of the vessel is blue, while the inner surface is red. It served as part of the dining utensils used by Raja Abdullah, the ninth Yang Dipertuan Muda of Riau, who reigned from 1827 to 1852 AD.
HTMLText_F76118E8_E9A7_E9D7_41D7_583C1ECE1AAF.html =
1 Set Perlengkapan Minum
Bahan: Perak
Fungsi: Sebagai tempat minum


---
1 Drinking Set
Material: Silver
Function: Used as a drinking set.



HTMLText_F7FFA3AD_E9DB_3FAE_41A5_D3EE6EF56363.html =
Acuan Sendok
Bahan: Kuningan
Fungsi: Sebagai alat cetakan sendok


---
Spoon Mold
Material: Brass
Function: Used as a mold for making spoons.
HTMLText_FC2061B7_EA56_F2D8_41D4_99CAE193F3A7.html =
Akordeon
Akordeon adalah alat musik yang berasal dari Eropa, bukan Indonesia seperti yang mungkin banyak dikenal. Alat musik ini ditemukan oleh C.F.L. Buschmann dari Berlin, Jerman. Akordeon pertama kali diperkenalkan pada tahun 1829. Alat musik ini termasuk dalam jenis alat musik aerofon, yaitu alat musik yang menghasilkan suara dari getaran udara. Akordeon memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Namun, secara umum, akordeon terdiri dari tiga bagian utama, yaitu bagian melodi, bagian bas, dan bagian bellow. Akordeon terbuat dari berbagai macam bahan, seperti kayu, logam, dan plastik. Akordeon sering digunakan dalam berbagai jenis musik, seperti musik tradisional, musik pop, dan musik klasik. Alat musik ini juga sering digunakan dalam acara-acara hiburan, seperti pesta dan konser. Akordeon dapat digunakan sebagai alat musik solo maupun sebagai alat musik pengiring. Akordeon dimainkan dengan cara ditarik dan didorong. Pada saat alat musik ini ditarik, maka akan menghasilkan suara yang berbeda dengan saat didorong. Akordeon memiliki dua bagian utama, yaitu bagian melodi dan bagian bas. Bagian melodi dimainkan dengan tangan kanan, sedangkan bagian bas dimainkan dengan tangan kiri.


---
Accordion
The accordion is a musical instrument that originates from Europe, not Indonesia as many might assume. It was invented by C.F.L. Buschmann from Berlin, Germany. The accordion was first introduced in 1829. This instrument belongs to the aerophone category, which means it produces sound from vibrating air.


Accordions come in various shapes and sizes depending on their type. However, generally, an accordion consists of three main parts: the melody section, the bass section, and the bellows. It is made from a variety of materials such as wood, metal, and plastic.


The accordion is commonly used in different musical genres, including traditional music, pop music, and classical music. It is also frequently played at entertainment events such as parties and concerts. The accordion can function both as a solo instrument and as an accompaniment.


It is played by pushing and pulling the bellows. Interestingly, the sound produced when pulling the instrument differs from the sound produced when pushing it. The accordion has two main sections: the melody section, played with the right hand, and the bass section, played with the left hand.
HTMLText_F25FD75E_EADF_9E48_41E5_997BC684071C.html =
Alas Meja Hijau
Bahan: Kain benang emas
Bentuk: Berbentuk persegi panjang dengan warna hijau lumut, motif flora dan sulur. Pada bagian pinggir kain di jahit sehingga berbentuk segitiga yang tersusun sekeliling kain.


---
Green Table Cover
Material: Gold thread fabric
Shape: Rectangular with moss green color, floral and vine motifs. The edges of the fabric are sewn into triangular shapes arranged around the entire cloth.
HTMLText_F345EBA7_EA37_B6F8_41DB_166B07F02EE5.html =
Anyaman
Anyaman merupakan salah satu hasil kerajinan tangan dengan teknik menganyam, yaitu dengan cara membuat pola silangan antara unsur-unsur pembentuk anyaman seperti lungsi pembentuk ke arah vertikal dan pakan pembentuk horizontal. Keletakan lungsi dan pakan ini dapat membentuk pola-pola anyaman, seperti jalinan, karawangan, lancar dan lainnya.
Pada Umumnya anyaman terbuat dari bahan dasar, seperti daun pandan, rotan dan bambu. Ragam bentuk benda anyaman biasanya disesuaikan dengan fungsi dan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pendukungnya. Benda-benda hasil anyaman dipakai sebagai peralatan hidup sehari-hari, seperti untuk kelengkapan peralatan rumah tangga, pertanian dan lainnya.


---
Woven Crafts
Woven crafts are a type of handmade art created using weaving techniques, which involve forming interlaced patterns between the elements of the weave — the warp (placed vertically) and the weft (placed horizontally). The placement of these warp and weft strands can create various weaving patterns, such as jalinan, karawangan, lancar, and others.


Generally, woven items are made from natural materials like pandan leaves, rattan, and bamboo. The variety of woven products is usually tailored to their function and use in the daily life of the supporting community. These woven items serve practical purposes, often used as household tools, agricultural equipment, and more.


HTMLText_C6CAE353_FED7_5B6F_41D1_53E72107FB49.html =
Ayak Padi
Bahan: Bambu dan Rotan
Didapat: Kab. Kampar
Fungsi: Sebagai alat untuk memisahkan padi dengan beras


---
Ayak Padi
Material: Bamboo and Rattan
Origin: Kampar Regency
Function: Used as a tool to separate rice grains from husks.
HTMLText_D1AED286_F3A5_0ED2_41E6_5EE640486F41.html =
Bahan Batik dalam Proses Pembuatan
Asal didapat: Kotamadya, Pekanbaru
Deskripsi:
Proses pembuatan batik membutuhkan berbagai bahan utama, seperti kain mori sebagai media, malam (lilin batik) untuk menahan warna, serta pewarna alami atau sintetis untuk mewarnai kain. Selain itu, alat bantu seperti canting atau cap, serta wajan dan kompor untuk melelehkan malam juga sangat penting. Semua bahan ini saling mendukung dalam menghasilkan motif batik yang khas, indah, dan penuh makna budaya.


---
Batik-Making Materials
Origin: Municipality of Pekanbaru
Description:
The batik-making process requires several essential materials, including mori cloth as the base fabric, malam (batik wax) to resist dye, and natural or synthetic dyes for coloring. Supporting tools such as canting or cap, as well as a wok and stove to melt the wax, are also crucial. All these materials work together to create distinctive, beautiful batik patterns rich in cultural meaning.


HTMLText_2FEF8BA7_056A_C396_4190_582B86482593.html =
Baju Besi
Bahan : Besi
Fungsi : Digunakan sebagai tameng atau alat untuk melindungi diri pada saat perang


---
Armor
Material: Iron
Function: Used as a shield or protective gear during warfare


HTMLText_F7176FD6_EF0E_349F_41E6_0536058AB0DE.html =
Baju dan Celana Kulit Kayu
Bahan : Kulit Kayu
Fungsi: Digunakan sebagai melindungi diri dari pandangan dan cuaca


---
Bark Shirt and Pants
Material: Bark
Function: Used as protection from view and weather.
HTMLText_FFFBA215_EA5E_F1DB_41DA_CBBDA09C74BB.html =
Baking
Bahan: Kayu
Asal ditemukan: Bukit Batu, Kab. Bengkalis
Fungsi: Baking berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan pakaian bersih agar tetap rapih.


---
Baking
Material: Wood
Place of Origin: Bukit Batu, Bengkalis Regency
Function: Baking serves as a container for storing clean clothes to keep them neat and organized.


Traditionally crafted from wood, baking was commonly used in Malay households as part of domestic life. Its simple yet functional design reflects the practicality and resourcefulness of the local community in managing household items.
HTMLText_C518522A_D309_4F25_41AA_00D06EFB9999.html =
Baking
Bahan: Kuningan
Asal ditemukan: Bukit Batu, Kab. Bengkalis
Fungsi: Baking berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan pakaian bersih agar tetap rapih.


---
Baking
Material: Brass
Place of Origin: Bukit Batu, Bengkalis Regency
Function: Baking functions as a container for storing clean clothes to keep them neat and organized.


Traditionally made from brass, baking is both a practical storage item and often valued for its durability and aesthetic appeal. It is commonly found in Malay households as part of daily domestic use.
HTMLText_D1CB383A_F3A5_1A32_41DF_8DDF7616FC3A.html =
Batik
Batik merupakan salah satu seni tradisional asli Indonesia dalam menghias kain, dengan motif hiasan dan bahan pewarna khusus, Ditinjau dari teknik pembuatan motif hiasnya, batik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu batik tulis, cap dan kombinasi (paduan antara tulis dan cap).
Berbagai masyarakat suku bangsa di Indonesia telah mengembangkan pengetahuan untuk membuat batik sejak masa lampau. Di Riau di perkirakan pengetahuan membuat batik pernah berkembang di kerajaan Lingga, Indragiri dan Siak, yang dikenal dengan nama cindai. Adapun motif hias yang dituangkan dalam kain cindai antara lain mengambil bentuk tumbuh-tumbuhan dan binatang.


---
Batik
Batik is one of Indonesia’s original traditional arts used to decorate fabric, featuring ornamental motifs and special dyes. Based on the technique used to create its decorative patterns, batik is generally classified into three types: batik tulis (hand-drawn batik), batik cap (stamped batik), and kombinasi (a combination of hand-drawn and stamped methods).


Various ethnic groups across Indonesia have developed the knowledge of batik-making since ancient times. In the Riau region, it is believed that the knowledge of batik flourished in the kingdoms of Lingga, Indragiri, and Siak, where it was known as cindai. The decorative motifs found in cindai fabrics often depict elements of flora and fauna.
HTMLText_C58F994C_FFAD_B77A_41EA_116EB9A0DF8B.html =
Batu Bara
Batu bara termasuk bahan bakar galian. Bahan ini berasal dari tumbuh-tumbuhan berjuta-juta tahun yang lalu, yang dalam suasana lingkungan tanpa oksigen oleh suatu jenis bakteri diubah, mula-mula menjadi suatu massa seperti agar-agar, kemudian terakumulasi serta terpadatkan menjadi apa yang disebut gambut. proses pembentukan dari gambut menjadi berbagai jenis batu bara dipengaruhi oleh geologi. Perubahan dari gambut menjadi lignit, sub-bitumen, bitumen atau antrasit sangat bergantung pada panas dan tekanan yang bekerja terhadap gambut tersebut.


Batu bara dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap, pada pembakaran klinker semen dan juga sebagai bahan bakar pemanas ruangan di negeri-negeri bermusim dingin. Selain itu, batu bara juga bermanfaat sebagai bahan baku untuk industry kokas dan gas. Batu bara dibeda-bedakan sifatnya atas dasar hasil analisis kasar (proksimat) untuk mengetahui kandungan air, abu, zat asiri dan karbon tertambat, dan analisis tuntas (ultimat) yang memberikan data kandungan unsur C,H,O,N,S dan P, serta bermacam-macam cara pengujian dan analisis abu. Sebagai bahan bakar, harga nilai panas yang dikandung batu bara akan sangat berarti dan itu dinyatakan dalam kalori/kilogram atau BTU/lb. Indonesia diketahui mempunyai cadangan cebakan batu bara sebanyak lebih kurang 26 milyar ton yang Sebagian besar terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Batu bara ini umumnya dari jenis batu bara lignit sampai bitumen. Penambangan batu bara di Indonesia dilakukan pada waktu ini di Ombilin, Sumatera Barat, Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Bengkulu dan sepanjang Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Penambangan batu bara dapat dilakukan dengan sistem tambang terbuka di permukaan bumi atau sistem tambang bawah tanah.


---
Coal
Coal is classified as a fossil fuel. It originates from vegetation that lived millions of years ago, which, in an oxygen-free environment, was transformed by certain types of bacteria into a jelly-like mass. Over time, this mass accumulated and compacted into what is known as peat. The process of transforming peat into various types of coal is influenced by geological conditions. The transition from peat to lignite, sub-bituminous, bituminous, or anthracite coal largely depends on the heat and pressure applied to the peat.


Coal can be utilized as a fuel for steam power plants, in the burning of cement clinker, and also as a heating fuel in countries with cold climates. Additionally, coal serves as a raw material for the coke and gas industries. Coal is categorized based on its properties through proximate analysis (to determine moisture, ash, volatile matter, and fixed carbon content) and ultimate analysis (to determine the elemental content of carbon, hydrogen, oxygen, nitrogen, sulfur, and phosphorus), along with various methods for testing and analyzing ash content. As a fuel, the calorific value of coal is significant and is expressed in calories per kilogram or BTU per pound.


Indonesia is known to have coal reserves of approximately 26 billion tons, most of which are located on the islands of Sumatra and Kalimantan. This coal generally ranges from lignite to bituminous types. Coal mining in Indonesia is currently carried out in Ombilin (West Sumatra), Tanjung Enim (South Sumatra), Bengkulu, and along the Mahakam River in East Kalimantan. Coal can be extracted through surface (open-pit) mining or underground mining systems
HTMLText_C8C927F4_FF52_DB2A_41E2_D207D720409C.html =
Batu Bata Berinskripsi
Batu bata berinskripsi ini ditemukan di situs Candi Muara Takus, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, pada tahun 1996. Inskripsi pada batu bata ini menggunakan aksara Batak Kuno dan bahasa Batak. Berdasarkan translitasi dari inskripsi tersebut terbaca dengan kata „patar“ dan ada beberapa pendapat lain membacanya „gatar“ yang berarti bersih.


---
Inscribed Brick
This inscribed brick was discovered at the Muara Takus Temple site, Kampar Regency, Riau Province, in 1996. The inscription on the brick uses Old Batak script and the Batak language. Based on the transliteration of the inscription, it reads the word "patar", while some interpretations suggest it reads "gatar", which means "clean."
HTMLText_916EE244_B56A_78C6_41D5_5C09F4CE2229.html =
Batu Siput
Batu Siput ditemukan di situs Candi Muara Takus yang terletak di Batu Besurat, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Batu siput ini pada awalnya adalah bagian akar dari sebuah pohon yang kemudian menjadi fosil dan dinamakan batu siput karena bentuknya menyerupai cangkang siput.
Kayu yang membatu ini disebut kayu terkersikan (petrified wood), di mana seluruh materi organiknya telah digantikan oleh mineral (pada umumnya adalah silikat, seperti kuarsa), namun struktur kayu tetap terjaga seperti cincin pertumbuhan dan serat kayunya. Perubahan kayu menjadi batu ini terjadi karena kayu terkubur di dalam tanah, di bawah lapisan sedimen dalam waktu yang lama. Kondisi dalam tanah yang tanpa oksigen mencegah kayu membusuk. Kemudian air tanah yang mengandung mineral masuk ke dalam sel-sel kayu melapisi lignin dan selulosa, yang secara perlahan menggantikan sel demi sel materi organik kayu. Proses yang disebut permineralisasi ini terjadi selama ribuan hingga jutaan tahun hingga akhirnya seluruh bagian kayu tergantikan oleh mineral dan kayu tersebut menjadi batu. Fosil kayu ini memiliki bobot yang jauh melebihi kayu biasa karena telah mengandung mineral.


---
Siput Stone
Siput Stone (Batu Siput) was discovered at the Muara Takus Temple site, located in Batu Besurat, XIII Koto District, Kampar Regency, Riau Province. This stone was originally the root of a tree that later fossilized and was named "Siput Stone" because its shape resembles a snail shell.


This petrified wood is referred to as silicified wood (petrified wood), where all of its organic material has been replaced by minerals (commonly silicates such as quartz), yet the structure of the wood remains preserved, including growth rings and wood fibers. The transformation of wood into stone occurs when the wood is buried underground beneath layers of sediment for a long period. The oxygen-deprived conditions prevent the wood from decaying. Groundwater rich in minerals then infiltrates the wood's cells, coating the lignin and cellulose, and gradually replacing the organic material cell by cell.


This process, known as permineralization, takes thousands to millions of years until the entire piece of wood is replaced by minerals and turns into stone. The resulting wood fossil is significantly heavier than regular wood due to its mineral content.
HTMLText_C45AEEB8_FFD3_CD1A_41E4_04EC2394CEDD.html =
Bauksit
Bauksit adalah bijih utama penghasil aluminium. Bauksit merupakan batuan sedimen yang sebagian besar penyusunnya adalah campuran mineral aluminium hidroksida berupa boehmite, gibsit dan diaspora. Batuan ini terbentuk karena proses pelapukan batuan induk yang mengandung unsur alumina, rendah silika dan Fe. Bauksit merupakan bahan yang mudah patah dengan angka kekerasan 1 - 3 skala Mohs dan berat jenis 2,3 – 2,7. Bauksit akan tampak seperti kristal dan berwarna kehitaman bila dilihat dari mikroskop.
Sebagian besar bauksit digunakan untuk memproduksi alumina yang menjadi bahan utama penghasil aluminium.
Selain untuk memproduksi aluminium, bauksit juga digunakan sebagai bahan abrasif (ampelas) dan sebagai proppant (partikel tersuspensi penutup rekahan dalam batuan reservoir) pada pengeboran minyak. Bauksit juga bermanfaat sebagai bahan pembuatan mesin tinta fotokopi, bahan pembuatan pita pada kaset perekaman dan bahan baku pembuatan besi. Selain dimanfaatkan dalam bidang industri, bauksit juga digunakan sebagai bahan pembuatan peralatan rumah tangga, transportasi / otomotif, elektronik dan konstruksi.
Bauksit biasanya ditemukan di lapisan tanah bagian atas yang terbentuk di berbagai daerah tropis dan subtropis. Batuan bauksit di Indonesia sebagian besar tersebar di Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Kalimantan Barat, serta sebagian kecil ditemukan di Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Pulau Sumba dan Halmahera.


---
Bauxite
Bauxite is the primary ore used to produce aluminum. It is a sedimentary rock composed mostly of a mixture of aluminum hydroxide minerals, including boehmite, gibbsite, and diaspore. This rock forms through the weathering of parent rocks that contain alumina, with low levels of silica and iron (Fe). Bauxite is a brittle material with a Mohs hardness of 1–3 and a specific gravity of 2.3–2.7. Under a microscope, it appears crystalline and blackish in color.


The majority of bauxite is used to produce alumina, which is the main raw material for aluminum production. In addition to aluminum production, bauxite is also used as an abrasive (such as sandpaper) and as a proppant (suspended particles used to seal fractures in reservoir rocks) in oil drilling. Bauxite also plays a role in manufacturing components like photocopier toner, cassette tape ribbons, and as a raw material in iron production.


Beyond industrial uses, bauxite is widely utilized in the production of household items, transportation/automotive components, electronics, and construction materials.


Bauxite is typically found in the upper layers of soil in tropical and subtropical regions. In Indonesia, major bauxite deposits are located in the Riau Islands, Bangka Belitung, and West Kalimantan, with smaller deposits in Central Kalimantan, Southeast Sulawesi, Sumba Island, and Halmahera.
HTMLText_F70D08CE_E9DE_E9EA_41DE_142C01FC3F89.html =
Bayi Turun Mandi
Bahan: Kuningan
Fungsi:
1. Tepung tawar (sekaligus cukur rambut)
2. Tempat kelapa untuk cukur rambut
3. Tempat air bunga
4. Baki tempat untuk di pijak bayi turun tanah


---
Baby’s First Bath Ritual Set
Material: Brass
Functions:


1. Used for the tepung tawar ritual (including hair shaving)


2. Coconut holder for the hair shaving ritual


3. Flower water container


4. Tray for the baby to step on when touching the ground for the first time
HTMLText_2AD7E893_0C93_73CE_417E_ED1CBE84DF34.html =
Bebano
Bahan: Kulit kambing
Deskripsi:
Bebano menjadi alat musik perkusi yang mengiringi lagu-lagu atau dendang melayu, Bebano ini berbentuk bulat tanpa penyangga yang biasa dimainkan dengan cara ditabuh dengan tangan kosong. Dimainkan dengan beberapa pola yang dimiliki.


---
Bebano
Material: Goatskin
Description:
Bebano is a percussion instrument used to accompany Malay songs or chants. It has a round shape without a frame and is typically played by striking it with bare hands. It is performed using several rhythmic patterns.


HTMLText_F30180BA_E9AA_D9AA_41E5_4FCCD1D4E791.html =
Bedil
Bahan: Besi dan Kayu
Didapat: Bangkinang, Kab. Kampar
Fungsi: Sebagai senjata masyarakat Kunto Darussallam pernah dipakai untuk melawan/mengusir penjajahan Belanda.


---
Bedil
Material: Iron and Wood
Origin: Bangkinang, Kampar Regency
Function: A weapon used by the people of Kunto Darussalam, formerly employed to fight against or drive out Dutch colonial forces.


HTMLText_F693ADF5_EF0A_149D_419E_8CB14EA472CE.html =
Beliung
Bahan : Kayu, Besi dan rotan
Fungsi : Alat pemotong kayu


--
Axe (Beliung)
Material: Wood, Iron, and Rattan
Function: A tool used for cutting wood.
HTMLText_F72D6772_EF1E_1597_41EC_27028E572C73.html =
Beliung
Bahan : Rotan, Besi dan kayu
Fungsi : Alat ini digunakan untuk memotong kayu


---
Adze
Material: Rattan, Iron, and Wood
Function: This tool is used for cutting wood.
HTMLText_C7415991_FFB5_57EA_41ED_0149B62ADBDC.html =
Bentonit
Bentonit, suatu jenis bahan galian industri non logam yang merupakan bahan lempung berbutir halus, mengandung lebih dari 85 persen berat mineral montmorilonit. Montmorilonit adalah suatu mineral lempung (alumino silikat) yang memperoleh namanya dari tempat asal-mula diketemukannya, yaitu di Montmorilon, Perancis. Bentonit memiliki komponen utama montmorillonit dan mineral smektit, terbentuk dari abu vulkanik yang telah lapuk dan mengalami alterasi hidrotermal. Bentonit terkenal dengan sifatnya yang unik, yaitu kemampuan menyerap dan mengembang (swelling) dalam air, kapasitas pertukaran kation yang tinggi, bersifat plastis dan mudah dibentuk, serta kemampuan mengikat partikel-partikel lain. Bentonit memiliki berbagai kegunaan antara lain sebagai bahan konstruksi, komponen utama lumpur pemboran, sebagai bahan baku pembuatan kertas, keramik, kosmetik, dan obat-obatan. Selain itu, bentonit juga bermanfaat dalam bidang peternakan sebagai bahan campuran pakan ternak. Ketersediaan Bentonit di Riau terdapat di daerah Desa Kotoranah, Kecamatan Kabun, Kabupaten Rokan Hulu. Endapan bentonit ini terbentuk dari hasil proses hidrotermal yang biasanya mempunyai mutu yang cukup baik.


---
Bentonite
Bentonite is a type of non-metallic industrial mineral clay with fine grains, containing more than 85 percent by weight of the mineral montmorillonite. Montmorillonite is a clay (alumino-silicate) mineral named after its place of origin, Montmorillon in France. Bentonite mainly consists of montmorillonite and smectite minerals, formed from weathered volcanic ash that has undergone hydrothermal alteration.


Bentonite is well known for its unique properties, including its ability to absorb and swell in water, high cation exchange capacity, plasticity and moldability, and its ability to bind other particles. Bentonite has various uses, including in construction materials, as the primary component of drilling mud, and as a raw material in the production of paper, ceramics, cosmetics, and pharmaceuticals. Additionally, bentonite is useful in the livestock industry as a feed additive.


In Riau, bentonite deposits are found in Kotoranah Village, Kabun District, Rokan Hulu Regency. These bentonite deposits are formed through hydrothermal processes and are generally of good quality
HTMLText_C4993D2C_FFD7_4F3A_41E4_040E2F1BC57E.html =
Beruang Madu
KLASIFIKASI ILMIAH Beruang tergolong dalam Filum Chordata, Kelas Mamalia, termasuk bangsa (ordo) karnivora dan suku (famili) Ursidae. Beruang cokelat adalah Ursus arctos. Beruang grizzly U. arctos horribilis. Beruang kutub U. maritimus. Beruang hitam asia U. thibetanus. Beruang madu Helarctos malayanus.


MORFOLOGI Beruang Madu merupakan jenis beruang yang memiliki tubuh paling kecil serta memiliki bulu paling pendek dan halus dibandingkan jenis beruang lainnya. Hewan ini memiliki bulu berwarna putih-kekuningan yang berbentuk huruf U pada bagian dada dan kontras dengan warna hitam tubuhnya.


UKURAN Beruang madu dewasa memiliki panjang tubuh mencapai 1-1,4 meter, tidak termasuk ekornya yang sepanjang 0,3 – 0,7 meter dan bobot antara 27 - 65 kilogram.


HABITAT Beruang madu hidup di hutan hujan tropis Asia Tenggara, dan di Indonesia sendiri jenis beruang ini hidup di hutan-hutan pulau Sumatera dan Kalimantan.


PERILAKU Beruang madu menghadapi musuhnya dengan berdiri tegak di atas dua belah kaki belakangnya. Binatang ini sangat terampil memanjat pohon dengan menggunakan cakarnya, seperti monyet. Beruang madu hidup secara soliter dan aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Pada siang hari, beruang madu istirahat dalam sarang ranting-ranting pohon yang ditaruh tinggi di pohon. Kadang kala binatang ini juga mencari makan pada siang hari. Beruang madu memiliki sifat ganas dan seringkali menyerang tanpa aba-aba terlebih dahulu. Terutama pada saat memelihara anak, binatang itu menjadi amat berbahaya. Binatang itu suka membesat kepala dan mencakar musuhnya. Korban keganasannya sering kali tidak dikenal lagi dari wajahnya. Beruang madu tidak memerlukan masa hibernasi seperti beruang lain yang tinggal di wilayah empat musim.


MAKANAN Beruang madu adalah hewan omnivora atau pemakan segala. Makanan kegemaran beruang ini adalah madu. Untuk mendapatkan madu tersebut, beruang madu menggunakan cakarnya untuk merobek sarang lebah yang dijumpainya. Selain madu, beruang ini juga memakan larva serangga, telur burung, dedaunan dan cacing. Selain itu juga, beruang madu suka memakan umbut kelapa, sehingga beruang madu sering menjadi hama tanaman kelapa.


PERKEMBANG-BIAKAN Beruang madu berkembang biak dengan melahirkan anak setelah masa bunting selama 95 – 96 hari. Biasanya anak yang dilahirkan berjumlah dua ekor. Kedewasaan tubuh dicapai pada umur 18 bulan. Sering terlihat anak yang mengikuti induknya sampai menjelang dewasa. Umur beruang dapat mencapai 20 tahun. Beruang madu ditetapkan sebagai binatang yang dilindungi pada 28 Desember 2018 berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.


---
Sun Bear
SCIENTIFIC CLASSIFICATION
Bears belong to the phylum Chordata, class Mammalia, order Carnivora, and family Ursidae. The brown bear is Ursus arctos. The grizzly bear is U. arctos horribilis. The polar bear is U. maritimus. The Asiatic black bear is U. thibetanus. The sun bear is Helarctos malayanus.


MORPHOLOGY
The sun bear is the smallest species of bear and has the shortest and smoothest fur compared to other bear species. It has a U-shaped white to yellowish patch on its chest that contrasts with its black body.


SIZE
An adult sun bear has a body length of 1–1.4 meters, not including its tail which measures 0.3–0.7 meters, and weighs between 27–65 kilograms.


HABITAT
The sun bear lives in the tropical rainforests of Southeast Asia, and in Indonesia, it inhabits the forests of Sumatra and Kalimantan.


BEHAVIOR
The sun bear defends itself by standing upright on its hind legs. It is an excellent climber, using its claws much like a monkey. Sun bears are solitary and are active at night (nocturnal). During the day, they rest in nests made of branches high up in trees. Occasionally, they also forage during the daytime. Sun bears are aggressive and often attack without warning, especially when protecting their young, making them extremely dangerous. They tend to bite the head and claw at their enemies. Victims of their attacks are often left unrecognizable. Unlike bears that live in temperate regions, sun bears do not hibernate.


DIET
Sun bears are omnivores. Their favorite food is honey. To get it, they use their claws to tear open beehives. Besides honey, they also eat insect larvae, bird eggs, leaves, and worms. Sun bears also enjoy eating coconut shoots, which often makes them pests to coconut plantations.


REPRODUCTION
Sun bears reproduce by giving birth after a gestation period of 95–96 days. They typically give birth to two cubs. They reach physical maturity at around 18 months of age. Cubs often stay with their mother until nearly full-grown. The lifespan of a sun bear can reach up to 20 years. The sun bear was designated a protected species on December 28, 2018, under Regulation of the Minister of Environment and Forestry of the Republic of Indonesia Number P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
HTMLText_C65EDC3E_D147_2282_41E0_E4AEEE435A1C.html =
Besimbang
Permainan ini sering dimainkan di daerah Sedanan, Kepulauan Riau. Permainan ini diperkirakan sudah ada sejak zaman kekuasaan sultan Riau pada abad ke XVIII dimainkan oleh para gadis yang tinggal di tepi laut. Untuk memainkan permainan ini diperlukan adanya bola (induk) dan biji-biji simbang yang berjumlah lima buah dan biasanya terbuat dari kulit kerang atau kulit siput. Adapun permainan ini dimainkan dengan cara melempar bola induk ke atas kemudian saat bola induk masih di udara pemain harus mengambil biji-biji simbang yang tersebar di tanah sebanyak-banyaknya dan pemain harus menangkap kembali bola induk yang jatuh, pemain yang berhasil mengumpulkan biji simbang terbanyak adalah pemenangnya.


---
Besimbang
Besimbang is a traditional game often played in the Sedanan area of the Riau Islands. This game is believed to have existed since the reign of the Sultan of Riau in the 18th century and was commonly played by young girls living near the seashore.


To play this game, players need one main ball (called the "induk") and five small simbang pieces, usually made from seashells or snail shells. The game is played by tossing the main ball into the air. While the ball is still airborne, the player must quickly pick up as many simbang pieces from the ground as possible and catch the main ball before it falls.


The player who successfully collects the most simbang pieces while still managing to catch the main ball wins the game. This game combines speed, concentration, and coordination, and is a cherished part of traditional seaside culture.
HTMLText_FC1138AC_EA53_B2C9_41D0_00F24ADF0264.html =
Biola
Biola dipercaya sebagai alat musik yang berasal dari alat musik gesek bangsa Turki dan Mongolia. Alat musik ini kemudian berkembang di Eropa pada abad ke-16 dan menjadi populer di kalangan bangsawan dan musisi. Biola adalah alat musik dawai yang dimainkan dengan cara digesek. Biola memiliki empat senar yang masing-masing dilaras satu kali dan dimainkan menggunakan alat penggesek kayu yang bagian tengahnya terbuat dari kain. Pemain biola harus menguasai teknik menggesek senar biola dan teknik memetik senar biola. Selain itu, pemain biola juga harus menguasai teknik membaca not balok dan teknik memainkan melodi dan harmoni. Biola adalah salah satu instrumen yang populer di dunia dan sering digunakan dalam berbagai jenis musik, seperti musik klasik, pop, dan folk. Biola juga sering digunakan sebagai instrumen solo dalam konser musik klasik.


---
Violin
The violin is believed to have originated from bowed string instruments used by the Turkish and Mongolian people. It later developed in Europe during the 16th century and became popular among nobility and musicians.


The violin is a string instrument played by bowing. It has four strings, each tuned individually, and is played using a wooden bow with a fabric-covered center. A violinist must master both bowing techniques and plucking techniques (pizzicato). In addition, they must also be skilled in reading musical notation and playing melodies and harmonies.


The violin is one of the most popular instruments in the world and is widely used in various genres of music, including classical, pop, and folk. It is also frequently featured as a solo instrument in classical music concerts.
HTMLText_42FB316C_0153_573A_40C2_774149A12800.html =
Bros Baju
Terdiri dari kawat-kawat halus yang terbuat dari perak dan dibentuk dengan teknik filigree dan didesain menyerupai bingkai dengan bentuk bundar maupun lonjong. Filigree merupakan teknik dalam pembuatan perhiasan atau aksesoris dari logam dengan cara memelintir kawat - kawat halus hingga menjadi kawat yang lebih tebal. Untuk mempercantik tampilannya, bros baju umumnya dilengkapi dengan ornamen tambahan seperti permata serta ukiran flora dan fauna. Bagian belakang bros baju terdapat pengait yang terdiri dari jarum (pin) dan pengunci (clasp) yang menempel pada dudukan dan menyatu dengan bagian depan bros baju. Diperkirakan dibuat pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 masehi.


---
Clothing Brooch
Composed of fine silver wires crafted using the filigree technique, this brooch is designed in frame-like shapes, either circular or oval. Filigree is a technique in jewelry or accessory making where fine wires are twisted into thicker decorative strands. To enhance its appearance, the brooch is often adorned with additional elements such as gemstones and floral or faunal carvings. On the back, the brooch features a fastener consisting of a pin and a clasp, which are attached to a base and integrated with the front part of the brooch. It is estimated to have been made in the late 19th to early 20th century AD.
HTMLText_418E032B_0152_DB3F_410D_5D4E9B4A1D30.html =
Bros Baju
Terdiri dari kawat-kawat halus yang terbuat dari perak dan dibentuk dengan teknik filigree dan didesain menyerupai bingkai dengan bentuk bundar maupun lonjong. Filigree merupakan teknik dalam pembuatan perhiasan atau aksesoris dari logam dengan cara memelintir kawat - kawat halus hingga menjadi kawat yang lebih tebal. Untuk mempercantik tampilannya, bros baju umumnya dilengkapi dengan ornamen tambahan seperti permata serta ukiran flora dan fauna. Bagian belakang bros baju terdapat pengait yang terdiri dari jarum (pin) dan pengunci (clasp) yang menempel pada dudukan dan menyatu dengan bagian depan bros baju. Diperkirakan dibuat pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 masehi.



---


Clothing Brooch
Composed of fine silver wires crafted using the filigree technique, this brooch is designed in frame-like shapes, either circular or oval. Filigree is a technique in jewelry or accessory making where fine wires are twisted into thicker decorative strands. To enhance its appearance, the brooch is often adorned with additional elements such as gemstones and floral or faunal carvings. On the back, the brooch features a fastener consisting of a pin and a clasp, which are attached to a base and integrated with the front part of the brooch. It is estimated to have been made in the late 19th to early 20th century AD.







HTMLText_41836607_08F7_8AC0_419B_EDD1E6D33A69.html =
Busur Panah Sakai
Busur Panah Sakai adalah senjata tradisional khas Suku Sakai yang tinggal di wilayah Riau, khususnya di daerah hutan-hutan pedalaman. Busur ini digunakan sebagai alat berburu dan juga memiliki nilai budaya yang erat dengan kehidupan masyarakat Sakai.Busur panah ini terbuat dari bambu betung dan kayu yang kuat, yang semuanya diperoleh langsung dari alam sekitar di wilayah Mandau. Tali busurnya biasanya menggunakan serat alam atau rotan yang dikeringkan. Anak panahnya dibuat dari bambu runcing atau kayu ringan dan kadang diberi racun dari getah pohon untuk melumpuhkan hewan buruan. Ukuran dan bentuknya sederhana namun fungsional, disesuaikan dengan kebutuhan hidup berburu di hutan lebat.
Busur panah ini mencerminkan kearifan lokal masyarakat Sakai yang hidup berdampingan dengan alam dan menggantungkan hidupnya dari hasil hutan. Selain fungsinya sebagai alat berburu, busur panah juga menjadi bagian dari identitas budaya dan simbol ketahanan hidup suku Sakai.


---
Sakai Bow and Arrow
The Sakai Bow and Arrow is a traditional weapon of the Sakai Tribe, who inhabit the forested interior regions of Riau, particularly around the Mandau area. This weapon is used primarily for hunting and holds deep cultural significance in the daily life of the Sakai people.


The bow is made from betung bamboo and strong wood, both sourced directly from the surrounding natural environment. The bowstring is typically crafted from dried natural fibers or rattan, while the arrows are made from sharpened bamboo or lightweight wood, sometimes coated with poison from tree sap to immobilize prey.


Although simple in design, the bow is highly functional and adapted to the demands of life in dense forests. It reflects the local wisdom of the Sakai people, who live in harmony with nature and rely on forest resources for survival. In addition to its use as a hunting tool, the bow and arrow also serve as a cultural identity and symbol of the resilience of the Sakai tribe.
HTMLText_CFAB74DB_E02C_3B10_41D6_05D34A561FF8.html =
Busur Panah Sakai
Busur Panah Sakai adalah senjata tradisional khas Suku Sakai yang tinggal di wilayah Riau, khususnya di daerah hutan-hutan pedalaman. Busur ini digunakan sebagai alat berburu dan juga memiliki nilai budaya yang erat dengan kehidupan masyarakat Sakai.Busur panah ini terbuat dari bambu betung dan kayu yang kuat, yang semuanya diperoleh langsung dari alam sekitar di wilayah Mandau. Tali busurnya biasanya menggunakan serat alam atau rotan yang dikeringkan. Anak panahnya dibuat dari bambu runcing atau kayu ringan dan kadang diberi racun dari getah pohon untuk melumpuhkan hewan buruan. Ukuran dan bentuknya sederhana namun fungsional, disesuaikan dengan kebutuhan hidup berburu di hutan lebat.
Busur panah ini mencerminkan kearifan lokal masyarakat Sakai yang hidup berdampingan dengan alam dan menggantungkan hidupnya dari hasil hutan. Selain fungsinya sebagai alat berburu, busur panah juga menjadi bagian dari identitas budaya dan simbol ketahanan hidup suku Sakai.


---
Busur Panah Sakai adalah senjata tradisional milik Suku Sakai yang mendiami wilayah pedalaman hutan di Riau, khususnya di daerah Mandau. Senjata ini digunakan sebagai alat berburu dan memiliki nilai budaya yang erat dengan kehidupan masyarakat Sakai.


Busur ini terbuat dari bambu betung dan kayu kuat yang diperoleh langsung dari alam sekitar. Tali busurnya biasanya dibuat dari serat alam atau rotan yang dikeringkan, sementara anak panahnya menggunakan bambu runcing atau kayu ringan, terkadang dilapisi racun alami dari getah pohon untuk melumpuhkan hewan buruan.


Meski bentuknya sederhana, busur ini sangat fungsional dan disesuaikan dengan kebutuhan hidup di hutan lebat. Busur panah Sakai mencerminkan kearifan lokal, hubungan harmonis dengan alam, serta menjadi simbol ketahanan hidup dan identitas budaya Suku Sakai.





HTMLText_F21FEDC1_EAF7_92B8_41E0_64811E134FD8.html =
Calempong
Calempong diperkirakan berasal dari Sumatera Barat, dengan nama Talempong. Alat musik ini kemudian berkembang di wilayah Riau, khususnya di Kabupaten Kampar, dan menjadi bagian penting dari budaya masyarakat setempat. Calempong terbuat dari logam, seperti perunggu atau kuningan. Alat musik ini berbentuk bulat dengan tonjolan di bagian tengahnya, mirip dengan bonang pada gamelan Jawa. Calempong terdiri dari enam buah yang diletakkan berderet di atas sebuah kotak kayu. Calempong berfungsi sebagai pengiring musik atau upacara adat, dan di daerah tertentu calempong dimainkan saat menyambut hari-hari besar seperti perkawinan, hari raya, panen raya sebagai bentuk suka cita dan kegembiraan masyarakat setempat. Calempong dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat pemukul khusus. Alat pemukul ini biasanya terbuat dari kayu yang dilapisi dengan kain atau karet. Teknik memukul calempong yang berbeda dapat menghasilkan suara yang berbeda pula.


---
Calempong
Calempong is believed to have originated from West Sumatra, where it is known as Talempong. This musical instrument later developed in the Riau region, particularly in Kampar Regency, and became an important part of the local culture.


Calempong is made from metal, such as bronze or brass. It has a round shape with a raised knob in the center, similar to the bonang in Javanese gamelan. A set of calempong typically consists of six pieces arranged in a row on a wooden frame.


Calempong serves as an accompaniment in traditional music or ceremonial events, and in certain areas, it is played to celebrate special occasions such as weddings, religious holidays, and harvest festivals, symbolizing the joy and festive spirit of the community.


The instrument is played by striking it with a special mallet, usually made of wood and wrapped with cloth or rubber. Different striking techniques produce different sounds.
HTMLText_C1F1B6A8_FFAF_DD39_41EA_1E7DA75FBCAA.html =
Candi Muara Takus
Nama : Mahligai Setupa (Candi Muara Takus)
Diba ngun : Oleh Umat Buddha Pada Tahun (Abad ke-7)
Ukuran Luas : 10,44 x 10,60 M dengan tinggi 14.30 M
Lokasi : Desa Muara Takus ( Kab. KAMPAR) 125 Km dari Pekanbaru
Ciri Khas : 1. Bangunan Tua dan masih terdapat beberapa candi lain di
sekitarnya seperti, Candi Palangka, Candi Bungsu dll.
2. Berdiri di atas pondasi/pendoman segi delapan(Astakoma)
dan pada pada alasnya terdapat teratai berganda.


---
Muara Takus Temple
Name : Mahligai Stupa (Muara Takus Temple)
Built by : Buddhist community in the 7th century
Size : 10.44 x 10.60 meters with a height of 14.30 meters
Location: Muara Takus Village (Kampar Regency), 125 km from Pekanbaru
Distinctive Features:


1. An ancient structure, surrounded by several other temples such as Palangka Temple, Bungsu Temple, and others.


2. Built on an octagonal foundation (Astakoma), with a double lotus base.
HTMLText_2AD1BBAA_0C93_D5DE_41A7_B09AE7DA775B.html =
Canting
Asal didapat: Kotamadya, Pekanbaru
Deskripsi:
Canting adalah alat utama dalam proses batik tulis yang berfungsi untuk menorehkan malam cair pada kain. Terbuat dari gagang kayu dan corong tembaga kecil, canting memungkinkan pembuat batik menciptakan motif-motif halus dan detail. Alat ini mencerminkan keterampilan, ketelatenan, dan kekayaan budaya dalam tradisi membatik Indonesia.


---
Canting
Origin: Municipality of Pekanbaru
Description:
Canting is the main tool used in the batik tulis (hand-drawn batik) process, functioning to apply hot liquid wax onto fabric. It consists of a wooden handle and a small copper spout, allowing batik artisans to create fine and intricate patterns. This tool symbolizes the craftsmanship, patience, and cultural richness embedded in Indonesia’s traditional batik-making heritage.



HTMLText_D2988BB0_F3BF_1ECE_41CF_D55BBB74C183.html =
Cap Batik
Asal didapat: Kotamadya, Pekanbaru
Deskripsi:
Cap batik adalah alat berbentuk stempel dari tembaga yang digunakan untuk mencetak motif batik pada kain secara efisien. Alat ini mempercepat proses produksi batik dan menghasilkan pola yang seragam, menjadikannya bagian penting dalam perkembangan industri batik modern.


---
Batik Stamp
Origin: Municipality of Pekanbaru
Description:
Batik stamp, or cap batik, is a stamp-shaped tool made of copper used to imprint batik patterns onto fabric efficiently. This tool speeds up the batik production process and produces consistent patterns, making it an essential component in the development of the modern batik industry.
HTMLText_C58750AD_D309_CB3F_41C6_82B9E35EC50D.html =
Cepuk
Cepuk adalah wadah kecil yang berbentuk bundar dan biasanya memiliki tutup yang pas agar isinya tetap aman dan terlindungi dari debu atau kelembapan, terbuat dari berbagai bahan seperti kayu, keramik, logam dan sebagainya. Cepuk digunakan sebagai wadah untuk menyimpan benda-benda kecil seperti perhiasan dan benda berharga lainnya. Cepuk yang memiliki desain indah sering digunakan sebagai elemen dekoratif di rumah ataupun sebagai hadiah.


---
Cepuk
Cepuk is a small round container, usually equipped with a fitted lid to keep its contents secure and protected from dust or moisture. It can be made from various materials such as wood, ceramic, metal, and others.


Cepuk is commonly used to store small items such as jewelry and other valuables. Those with beautiful designs often serve as decorative elements in homes or as thoughtful gifts. The combination of function and artistry makes cepuk both useful and culturally significant.
HTMLText_F60453DA_E9A9_DFEA_41B5_9B6A0F1BB7D3.html =
Ceret Labu
Bahan: Kuningan
Fungsi: Sebagai tempat air minum


---
Ceret Labu
Material: Brass
Function: Used as a container for drinking water.


HTMLText_F7416BDF_E9B9_EFEA_41BE_82E86447520A.html =
Ceret
Bahan: Tembaga & Kuningan
Fungsi: Sebagai wadah air minum


---


Teapot
Material: Copper & Brass
Function: Used as a container for drinking water.


HTMLText_F5DA4F4B_EEF7_0A5E_41E3_3463FAA05C9E.html =
Cupak
Asal didapat : Kab. Kampar
Fungsi : Untuk mengukur / menimbang dalam perniagan


---
Cupak
Origin: Kampar Regency
Function: Used for measuring/weighing in trade
HTMLText_C4108FCD_FFD6_CB7A_41E2_2E5DDF797E66.html =
Diorit
Diorit merupakan salah satu jenis batuan beku dalam (abisal) dengan butir-butir kecil yang kasar. Diorit terbentuk dari magma yang mendingin perlahan di bawah permukaan bumi pada zona subduksi yang merupakan area tunjaman lempeng tektonik samudra ke bawah lempeng benua. Komponen mineral utama diorit adalah plagioklas, feldspar dan satu atau lebih mineral ferromagnesium seperti biotit, horenblenda, atau piroksena. Diorit biasanya berwarna abu-abu sampai abu-abu gelap, memiliki tekstur faneritik (kasar) dengan butiran mineral dapat terlihat jelas oleh mata. Karena ketahanannya, diorit sering digunakan sebagai bahan konstruksi. Selain itu, diorit juga dimanfaatkan sebagai batu hiasan karena penampilannya yang menarik.


---
Diorite
Diorite is a type of intrusive igneous rock (plutonic rock) with coarse-grained small crystals. It forms from magma that cools slowly beneath the Earth's surface in subduction zones—areas where oceanic tectonic plates are pushed beneath continental plates. The main mineral components of diorite are plagioclase feldspar and one or more ferromagnesian minerals such as biotite, hornblende, or pyroxene.


Diorite typically appears gray to dark gray in color and has a phaneritic texture (coarse-grained), with mineral grains clearly visible to the naked eye. Due to its durability, diorite is commonly used as a construction material. Additionally, it is also valued as a decorative stone because of its appealing appearance.
HTMLText_042EC901_30A8_7655_41B8_FC1739AE5E8C.html =
Dulang Berkaki
Bahan: Kuningan
Fungsi: Digunakan sebagai wadah perlengkapan dalam upacara adat.
Deskripsi:
Dulang berkaki telah digunakan selama berabad-abad di berbagai budaya di seluruh dunia. Dulang berkaki diperkirakan berasal dari Timur Tengah dan kemudian menyebar hingga ke Eropa dan Asia. Di Indonesia sendiri dulang berkaki dikenal dengan berbagai nama, seperti talam, nampan, atau baki. Dulang berkaki umumnya berbentuk bulat, oval, atau persegi dan umumnya terbuat dari bahan kuningan. Dulang berkaki umumnya memiliki tiga atau empat kaki yang berfungsi sebagai penopang. Dulang berkaki sering digunakan untuk menyajikan makanan atau minuman kepada tamu selain itu umumnya dulang berkaki digunakan sebagai perlengkapan dalam upacara adat.


---
Footed Tray
Material: Brass
Function: Used as a container for ceremonial equipment in traditional rituals.
Description:
The footed tray has been used for centuries in various cultures around the world. It is believed to have originated in the Middle East and later spread to Europe and Asia. In Indonesia, the footed tray is known by different names such as talam, nampan, or baki. Typically made of brass, this tray comes in round, oval, or rectangular shapes and is supported by three or four legs. It is commonly used to serve food or drinks to guests and is also an essential item in traditional ceremonial practices.
HTMLText_F17E0BD2_EA7F_F659_41E6_60FBB32C3EE4.html =
Dulang Berkaki
Bahan: Kuningan
Fungsi: Digunakan sebagai wadah perlengkapan dalam upacara adat.
Deskripsi:
Dulang berkaki telah digunakan selama berabad-abad di berbagai budaya di seluruh dunia. Dulang berkaki diperkirakan berasal dari Timur Tengah dan kemudian menyebar hingga ke Eropa dan Asia. Di Indonesia sendiri dulang berkaki dikenal dengan berbagai nama, seperti talam, nampan, atau baki. Dulang berkaki umumnya berbentuk bulat, oval, atau persegi dan umumnya terbuat dari bahan kuningan. Dulang berkaki umumnya memiliki tiga atau empat kaki yang berfungsi sebagai penopang. Dulang berkaki sering digunakan untuk menyajikan makanan atau minuman kepada tamu selain itu umumnya dulang berkaki digunakan sebagai perlengkapan dalam upacara adat.


---
Footed Tray
Material: Brass
Function: Used as a container for ceremonial equipment in traditional rituals.
Description:
The footed tray has been used for centuries in various cultures around the world. It is believed to have originated in the Middle East and later spread to Europe and Asia. In Indonesia, the footed tray is known by different names such as talam, nampan, or baki. Typically made of brass, this tray comes in round, oval, or rectangular shapes and is supported by three or four legs. It is commonly used to serve food or drinks to guests and is also an essential item in traditional ceremonial practices.
HTMLText_44167188_074A_89CF_4175_AFC933BA3367.html =
Enggrang
Enggrang adalah salah satu permainan rakyat yang dimainkan untuk mengisi waktu senggang menjelang sore hari. Permainan ini dimainkan secara individu atau perorangan oleh anak laki-laki dengan menggunakan alat berupa sepasang bambu atau kayu dengan panjang 1 sampai 2,5 meter yang diberi tumpuan kaki atau pijakan setinggi 60 cm sampai 75 cm. Pemainnya berdiri di atas pijakan sepasang bambu atau kayu, sambil kedua tangan berpegang pada bambu atau kayu tersebut, kemudian pemain melangkah dan berjalan.


Permainan ini selain sebagai hiburan, juga merupakan permainan bentuk atraksi atau ketangkasan dalam mengendalikan diri dengan menjaga keseimbangan tubuhseperti layaknya berjalan. Biasanya permainan ini dimainkan di lapangan atau halaman rumah yang cukup luas dengan tujuan supaya bisa berpacu mengadu kecepatan para memainnya dari ke salah satu sisi menuju sisi yang lainnya kemudian kembali ke sisi awal.


---
Enggrang
Enggrang is a traditional folk game played to fill leisure time, usually in the late afternoon. This game is played individually, mostly by boys, using a pair of bamboo or wooden stilts ranging from 1 to 2.5 meters in length, with footrests positioned about 60 to 75 centimeters from the ground.


To play, the participant stands on the footrests while holding the stilts with both hands. The player then begins to walk by stepping forward while maintaining balance, as if walking on elevated legs.


Besides serving as entertainment, Enggrang is also a form of skill and agility training, requiring good body control and balance. It is typically played in open spaces or large yards, where players race from one side of the area to the other and then return to the starting point, competing for speed and coordination.
HTMLText_22D03194_0040_74C0_4150_052EF6686C22.html =
Fosil Fragmen Tengkorak
Fosil fragmen tengkorak ini, merupakan tulang tengkorak bagian belakang dengan bentuk lonjong dengan tulang yang tebal. Terdapat bagian menonjol tajam yang menunjukkan ciri dari tengkorak Homo erectus.


---


Skull Fragment Fossil
This skull fragment fossil is a portion of the rear part of the skull, characterized by an elongated shape and thick bone structure. It features a sharp protruding section, which is a distinctive trait of Homo erectus skulls.
HTMLText_23703161_0040_5440_4112_6E2EB08CBB98.html =
Fosil Tengkorak


Fosil tengkorak dengan bentuk lonjong dan tulang yang tebal. Kening dan kepala bagian belakang lebih menonjol serta melintang pada bagian dahinya. Merupakan fosil tengkorak Homo erectus yang ditemukan di Pucung, Sangiran, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah pada tahun 1969. Fosil ini lebih dikenal dengan nama SANGIRAN 17 (Pithecanthropus VIII). Temuan ini merupakan fosil tengkorak yang paling lengkap bagian wajahnya. Fosil ini ditemukan pada lapisan Formasi Kabuh yang berumur 800.000 -700.000 tahun yang lalu. Mereka hidup pada lingkungan yang mengalami kemarau panjang dan letusan-letusan gunung api. Mereka hidup masih berpindah-pindah (nomaden) dan sangat bergantung pada alam. Mereka memenuhi kebutuhan pangannya dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka menggunakan peralatan-peralatan sederhana yang berasal dari alam, seperti Kapak Perimbas dan Kapak Penetak.


---
Skull Fossil
This skull fossil has an elongated shape with thick bone structure. The brow ridge and back of the head are more prominent, with a noticeable horizontal ridge on the forehead. It is a Homo erectus skull fossil discovered in Pucung, Sangiran, Karanganyar Regency, Central Java, in 1969. The fossil is famously known as SANGIRAN 17 (Pithecanthropus VIII) and is considered the most complete Homo erectus skull fossil in terms of facial features.


It was found in the Kabuh Formation layer, which dates back approximately 800,000 to 700,000 years ago. These early humans lived in environments characterized by long dry seasons and frequent volcanic eruptions. They were nomadic and heavily dependent on nature, fulfilling their food needs through hunting and gathering. For survival, they used simple tools made from natural materials, such as chopping tools (Kapak Perimbas) and cleavers (Kapak Penetak).
HTMLText_2288F991_0040_74C0_4131_D326BDA1717E.html =
Fosil Tengkorak
Fosil tegkorak ini memiliki bentuk lonjong dengan penajaman atau tonjolan pada bagian dahi dan pangkal tengkorak. Fosil tengkorak ini lebih dikenal dengan nama Fosil Sambung Macan I. Fosil ini merupakan tipe Homo erectus yang memiliki kesamaan dengan tipe Homo erectus yang ditemukan di Sangiran dan Ngandong dan merupakan tipe yang paling maju. Fosil ini ditemukan dengan beberapa kapak perimbas dan alat serpih yang dikerjakan ulang, pada tepian Sungai Bengawan Solo pada tahun 1973, di daerah Sambung Macan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah


---
Skull Fossil
This skull fossil has an elongated shape with distinct ridges or protrusions on the forehead and the base of the skull. It is widely known as the Sambung Macan I Fossil. This fossil represents a type of Homo erectus that shares similarities with those found in Sangiran and Ngandong, and is considered the most advanced form of Homo erectus.


The fossil was discovered along with several chopping tools (kapak perimbas) and retouched flake tools on the banks of the Bengawan Solo River in 1973, in the Sambung Macan area, Sragen Regency, Central Java.
HTMLText_3B988F3A_0FB7_2D3C_417D_34F682D6A33C.html =
Fosil Tengkorak
Memiliki bentuk tengkorak utuh dengan bentuk lonjong dan tulang yang tebal. Kening dan kepala bagian belakang lebih menonjol dan melintang pada bagian dahinya. Fosil tengkorak ini lebih dikenal dengan nama Fosil Sambung Macan IV. Fosil ini merupakan tipe Homo erectus yang lebih maju dibandingkan dengan tipe Sangiran dan Ngandong. Ditemukan di daerah Sambung Macan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah


---


Skull Fossil
This fossil consists of a complete skull with an elongated shape and thick bone structure. The brow ridge and the back of the head are more prominent, with a horizontal ridge across the forehead. This skull fossil is better known as Sambung Macan IV Fossil. It represents a more advanced type of Homo erectus compared to those found in Sangiran and Ngandong. The fossil was discovered in the Sambung Macan area, Sragen Regency, Central Java.








HTMLText_233F99D5_0040_5440_4135_89DA2AFAEED2.html =
Fosil Tulang Paha
Temuan femur (tulang paha) manusia purba Homo erectus ini ditemukan di daerah Trinil, Jawa Tengah oleh Eugene Dubois pada Agustus 1892. Temuan ini merupakan salah satu temuan menarik bagi pengetahuan karena dengan fosil ini dapat diketahui tingginya dan cara bergerak maupun berdirinya manusia purba Homo erectus. Pada temuan ini ditemukan juga adanya indikasi penyakit yang ditunjukkan dengan kondisi tulang bagian tengah yang mengalami perubahan/penambahan dan tulang bonggol yang menempel ke tulang panggul (pelvis) juga tidak membulat utuh, tetapi terdapat kelainan.


---
Femur Fossil
This femur (thigh bone) fossil of the early human species Homo erectus was discovered in Trinil, Central Java, by Eugene Dubois in August 1892. It is considered one of the most significant finds in the field of human evolution, as it provides valuable insight into the height, posture, and locomotion of Homo erectus. The fossil also shows signs of possible disease, indicated by changes or growth in the middle part of the bone and an irregular, incomplete shape of the femoral head that connects to the pelvic bone—suggesting the presence of abnormalities.
HTMLText_5CB87758_0B4A_894F_4190_95D6EE383BEF.html =
Gambus
Gambus adalah alat musik petik yang berasal dari Timur Tengah. Alat musik ini memiliki bentuk yang mirip dengan mandolin atau gitar. Gambus memiliki berbagai macam variasi senar, mulai dari tiga hingga 12 senar. Setiap senar tersebut dapat berupa senar tunggal maupun senar ganda gambus biasanya berbahan dari kayu dan kulit. Alat musik ini kemudian berkembang dan menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Indonesia, terutama di daerah yang memiliki pengaruh budaya Melayu yang kuat.gambus sering dikaitkan dengan budaya Melayu dan sering digunakan dalam berbagai acara seperti pesta pernikahan, syukuran, serta untuk mengiringi tarian zapin dan musik marawis. Alat musik ini juga identik dengan nyanyian yang bernafaskan Islam, sehingga sering digunakan dalam acara-acara keagamaan.Gambus dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik ini menghasilkan suara yang khas dan seringkali digunakan untuk menciptakan melodi yang lembut dan menenangkan.


---
Gambus
The gambus is a plucked string instrument that originated in the Middle East. It has a shape similar to a mandolin or guitar. The gambus comes in various string configurations, ranging from three to twelve strings. These strings can be single or double. The body of the gambus is usually made of wood and animal skin.


The instrument eventually evolved and spread to various regions, including Indonesia—especially in areas with strong Malay cultural influence. The gambus is closely associated with Malay culture and is commonly used in events such as weddings, thanksgiving ceremonies (syukuran), and to accompany zapin dances and marawis music.


The gambus is also linked to Islamic-themed songs and is frequently played during religious occasions. It is played by plucking the strings and produces a distinctive sound, often used to create soft and soothing melodies.
HTMLText_C4CF8B51_D319_DD67_41DE_B00AF23093F9.html =
Gantang
Bahan: Kayu
Asal ditemukan: Kampar
Gantang merupakan nama sebuah wadah yang biasanya digunakan sebagai alat ukur tradisional untuk menakar bahan pangan seperti beras, jagung, dan kacang-kacangan. Gantang ini umumnya terbuat dari bahan kayu, bambu, rotan bahkan logam yang mudah ditemui di toko beras hingga saat ini. Di Indonesia satu gantang setara dengan 3,125 kg sedangkan di Malaysia satu gantang setara dengan 3,6 kg.


---
Gantang
Material: Wood
Place of Origin: Kampar


Gantang is the name of a container traditionally used as a measuring tool for dry food ingredients such as rice, corn, and beans. It is typically made from wood, bamboo, rattan, or metal and can still be found in rice shops today.


In Indonesia, one gantang is equivalent to 3.125 kilograms, while in Malaysia, it is equal to 3.6 kilograms. Gantang serves not only as a practical measuring device but also reflects the traditional systems of trade and agriculture in the region.




HTMLText_FF24CFBC_EA71_8EC8_41E4_7CD7557F3982.html =
Gasing Beralik
Bahan: Kayu
Asal didapat: Kab. Indragiri Hulu
Deskripsi:
Permainan tradisional yang dimainkan dengan dipusing (diputar) dan berbahan dasar kayu . Gasing beralik bentuknya bundar agak pipih, dengan bagian atas terdapat punut dan bagian bawahnya terdapat tonjolan sebagai poros ketika berputar. Gasing beralik ini biasanya dimainkan hanya sebagai hiburan, atau hanya sekedar untuk dipusingkan saja.


---
Flat Spinning Top
Material: Wood
Origin: Indragiri Hulu Regency
Description:
A traditional game made of wood and played by spinning the top. The Gasing Beralik has a round and slightly flattened shape, with a knob (punut) on top and a small protrusion at the bottom that acts as the pivot while spinning. This type of spinning top is typically played for entertainment purposes or simply to be spun for fun.
HTMLText_FC431387_EA51_96B8_41E1_5243A1FB4F2D.html =
Gasing Jantung
Bahan: Kayu
Asal didapat: Kab. Indragiri Hulu
Deskripsi:
Permainan tradisional yang dimainkan dengan dipusing (diputar) dan berbahan dasar kayu. Gasing jantung bentuknya agak lonjong menyerupai jantung, bagian atasnya terdapat punut dan bagian bawahnya meruncing sebagai poros ketika berputar. Gasing jantung sering dimainkan untuk pertandingan dan dimainkan secara individu maupun kelompok.


---
Heart-shaped Spinning Top
Material: Wood
Origin: Indragiri Hulu Regency
Description:
A traditional game made of wood, played by spinning the top. The Gasing Jantung has a slightly elongated shape resembling a heart, with a knob at the top and a pointed bottom that serves as the pivot when spinning. It is commonly used in competitions and can be played individually or in groups.
HTMLText_FC249EAB_EA76_8ECF_41E3_CFFA1A6DED30.html =
Gasing-gasing
Gasing merupakan salah satu permainan tradisional masyarakat Melayu. Permainan ini menggunakan buah barangan jantan, untuk cara memainkannya hampir sama dengan memainkan gasing, oleh karena itu buah barangan biasa disebut dengan nama gasing-gasing. Adapun untuk cara memainkannya yaitu buah barangan itu diputar dan dipusingkan dengan menggunakan jari tangan.


---
Gasing-gasing
Gasing-Gasing is one of the traditional games of the Malay community. This game uses the male barangan fruit, and its method of play is similar to that of a traditional spinning top (gasing), which is why the fruit is commonly referred to as gasing-gasing.


To play, the barangan fruit is spun and rotated using the fingers. This simple yet entertaining game reflects the creativity of the Malay people in utilizing natural materials for play and cultural expression.
HTMLText_F1A07D56_EA51_9258_41DB_C995EC4C84BD.html =
Gendang Panjang
Bahan: Kulit sapi dan kulit kayu merbau
Deskripsi:
Alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul dan umumnya digunakan untuk mengiringi tari tradisional.


---
Gendang Panjang
Material: Cowhide and merbau tree bark
Description:
This musical instrument is played by striking and is commonly used to accompany traditional dances.
HTMLText_F3B3D024_EAF1_71F8_41D0_AE8F6D04F5DA.html =
Gendang
Gendang mulai dikenal sejak abad ke-9 masehi. Gendang merupakan alat musik perkusi tradisional yang umumnya ditemukan di berbagai daerah di Indonesia terutama di pulau Jawa. Gendang umumnya berbentuk silinder atau tabung dengan kedua ujungnya ditutup oleh membran yang terbuat dari kulit hewan (umumnya kulit kerbau, kambing, dan sapi). Badan gendang biasanya terbuat dari kayu yang kuat dan ringan. Gendang dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh menggunakan tangan atau alat pemukul khusus.


Fungsi dari gendang itu sendiri sangat banyak umumnya sebagai dipengiring dalam pertunjukan musik, tarian, acara adat, dan sebagainya. Gendang juga memiliki makna simbolis yang mendalam dalam budaya masyarakat.


---
Gendang
Gendang has been known since the 9th century AD. It is a traditional percussion instrument commonly found in various regions of Indonesia, especially on the island of Java. Gendang is generally cylindrical or tubular in shape, with both ends covered by membranes made from animal skin (usually buffalo, goat, or cowhide). The body of the gendang is typically made from strong yet lightweight wood.


The gendang is played by striking it with the hands or with special beaters.


The functions of the gendang are diverse, most commonly as accompaniment in musical performances, dances, traditional ceremonies, and more. It also holds deep symbolic meaning in the culture of the local communities.
HTMLText_F11B384B_EA52_9248_41EB_07A5121ED2DF.html =
Gogo
Bahan: Rotan
Fungsi: Alat menangkap ikan tradisional


---
Gogo
Material: Rattan
Function: Traditional fish trapping tool.


HTMLText_5339AF25_0BBB_9AC0_4161_0784ABCFF93C.html =
Gong
Jauh sebelum masehi gong sudah digunakan, terbukti dengan ditemukannya gong oleh beberapa arkeolog yang terkubur di dalam tanah. Gong terbuat dari bahan kuningan dan kayu, adapun ciri khas dari alat musik ini adalah berbentuk bulat dengan bagian tengah yang terdapat bulatan berbentuk tabung. Gong merupakan alat musik yang biasanya digunakan saat upacara adat. Gong dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat pemukul khusus yang disebut "mallet", alat pemukul ini biasanya terbuat dari kayu atau bahan lunak lainnya.


Gong bukan sekadar alat musik, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Suara gong yang nyaring dan bergema dianggap sebagai simbol kekuatan, keagungan, dan spiritualitas. Oleh karena itu, gong sering digunakan dalam upacara-upacara adat dan keagamaan.


---
Gong
Long before the Common Era, gongs were already in use, as evidenced by archaeological findings of gongs buried underground. Gongs are made from brass and wood, and their distinctive feature is their round shape with a raised central knob that resembles a tube.


Gongs are musical instruments commonly used during traditional ceremonies. They are played by striking them with a special beater called a mallet, which is typically made of wood or other soft materials.


The gong is not merely a musical instrument, but also holds deep philosophical meaning. Its loud and resonant sound is regarded as a symbol of power, grandeur, and spirituality. For this reason, gongs are often used in traditional and religious ceremonies.
HTMLText_C45B9772_FFDE_BB2E_41C1_9FCE9EC42292.html =
Granit
Granit merupakan batuan beku hasil muntahan magma (terbentuk di bawah permukaan bumi) berstruktur granitic dan struktur holokristalin. Komposisi utama pembentuk granit berupa mineral kuarsa dan feldspar, sedangkan mineral lainnya dalam jumlah kecil seperti biotit, muskovit, hornblende, dan piroksen. Kuarsa (SiO2) adalah mineral transparan seperti kaca. Kristal-kristal feldspar umunya berwarna putih, abu-abu, atau merah muda seperti porselen. Granit merupakan batuan beku dalam yang mempunyai kristal-kristal kasar berukuran relatif sama dan besar serta berwarna abu-abu berbintik hijau dan hitam, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Tekstur batuan granit disebut tekstur phaneritic yang tidak memiliki retakan dan lubang-lubang pelepasan gas (vascular).
Pembentukan granit ditentukan oleh kondisi tektonik dan jenis magma di tempat batuan tersebut terbentuk. Jalur granitoid Asia yang berbentuk intrusi plutonik menerus dari daratan Thailand, Semenanjung Malaysia, Kepulauan Riau, Singkep, Bangka-Belitung hingga Kalimantan Barat. Pulau Bintan merupakan jalur utama granit yang termasuk dalam sabuk timah granit sebelah timur. Granit dikenal sebagai salah satu batuan yang paling tahan lama, sehingga sering dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan interior bangunan berupa batu hias, ubin lantai dan ornamen dinding. Selain itu, granit juga dimanfaatkan untuk eksterior gedung dan dalam bidang industri banyak dipakai dalam pembuatan keramik. Karena kemampuannya menahan tekanan sebesar 1 – 1,5 ton per sentimeter persegi, granit juga digunakan pada trotoar dan bahan dasar pembuatan bendungan urugan.


---
Granite
Granite is an igneous rock formed from the eruption of magma (formed beneath the Earth's surface), with a granitic and holocrystalline structure. Its main components are the minerals quartz and feldspar, while other minerals such as biotite, muscovite, hornblende, and pyroxene are present in smaller amounts. Quartz (SiO₂) is a transparent, glass-like mineral. Feldspar crystals are typically white, gray, or pale pink, resembling porcelain. Granite is a type of intrusive igneous rock characterized by coarse crystals of relatively uniform and large size, and usually appears gray with green and black specks, greenish, or reddish in color. The texture of granite is known as phaneritic, meaning it lacks fractures and gas-release holes (vascular structures).


The formation of granite is influenced by tectonic conditions and the type of magma in the area where the rock forms. The granitoid belt of Asia appears as a continuous plutonic intrusion stretching from mainland Thailand, the Malaysian Peninsula, the Riau Islands, Singkep, Bangka-Belitung, to West Kalimantan. Bintan Island is a major granite zone, part of the eastern tin-granite belt. Granite is known as one of the most durable rocks, making it widely used as a raw material in building interiors, such as decorative stone, floor tiles, and wall ornaments. Additionally, granite is used in building exteriors and is widely employed in the ceramics industry. Due to its ability to withstand pressure of 1–1.5 tons per square centimeter, granite is also used in sidewalks and as a base material for constructing embankment dams
HTMLText_2F6B1D8E_0567_C796_418E_100AFBD07397.html =
Guci/Gerabah
Bahan : Tanah Liat
Fungsi : Sebagai wadah air


---
Jar/Earthenware
Material: Clay
Function: Used as a container for water
HTMLText_207C0CBE_04DA_C5F6_4139_137A1156EFD8.html =
Guci
Bahan : Tanah Liat
dari : Thailand 16-18
Asal didapat : Pekanbaru


---
Jar
Material: Clay
Origin: Thailand, 16th–18th century
Provenance: Found in Pekanbaru
HTMLText_2FF462E1_056B_7D8A_4180_EDB33C9A0248.html =
Guci
Bahan : Tanah Liat
Fungsi : Peralatan rumah tangga


---
Jar
Material: Clay
Function: Household utensil
HTMLText_C949FFC9_D147_5D8E_41E5_B66514D6164A.html =
Guli
Guli merupakan salah satu permainan rakyat yang terdapat pada masyarakat melayu. Di daerah-daerah lain permainan ini disebut dengan main kelereng. Main Guli merupakan permainan untuk mengisi waktu senggang, yang dimainkan baik pagi maupun sore hari oleh anak laki-laki pada tempat-tempat yang teduh di saat musim kemarau. Permainan ini dilakukan oleh 2 sampai dengan 5 orang secara perorangan ataupun beregu. Ada beberapa jenis atau cara permainan guli yang biasa yang dimainkan, seperti: main guli lingkaran, main guli segi tiga, main guli lubang dan main guli garis.


---
Marbles Game
Guli is a traditional folk game commonly found in Malay communities. In other regions, this game is known as main kelereng or simply playing marbles. It is a recreational activity usually played by boys during their free time, either in the morning or afternoon, typically in shaded areas during the dry season.


The game is played by 2 to 5 individuals, either individually or in teams. There are several variations of guli games commonly played, such as circle marbles, triangle marbles, hole marbles, and line marbles, each with its own rules and style of play.


Guli not only serves as a source of entertainment but also helps develop focus, strategy, and social interaction among children.
HTMLText_C3060717_FFAD_BB17_41D4_28E7A39954E8.html =
Harimau Sumatra
KLASIFIKASI ILMIAH Harimau sumatera tergolong dalam Filum Chordata, Kelas Mamalia, termasuk bangsa (ordo) karnivora, suku (famili) Felidae, dan marga (genus) Panthera. Harimau sumatera memiliki nama ilmiah Panthera tigris sumatrae.


MORFOLOGI Harimau merupakan jenis binatang sekerabat kucing yang berukuran besar. Berbeda dengan kucing, harimau memiliki rambut yang menutupi ujung hidung sebelah atas. Harimau sumatera memiliki bulu yang berwarna gelap dan belangnya lebih rapat dibandingkan dengan sub-spesies harimau lainnya.


UKURAN Harimau jantan dewasa memiliki tinggi hingga 60 cm dan panjang dari kepala hingga kaki mencapai 250 cm serta bobot mencapai 140 kg. Sedangkan harimau betina memiliki panjang rata-rata 198 cm dan bobot mencapai 91 kg.


HABITAT Harimau sumatera merupakan jenis harimau loreng yang hanya ditemukan di Indonesia. Selain harimau loreng, harimau tutul juga merupakan jenis harimau yang hanya ditemukan di Indonesia. Habitat harimau sumatera adalah hutan hujan, sabana dan semak belukar.


PERILAKU Harimau merupakan salah satu jenis binatang karnivora. Harimau mempunyai daerah jelajah seluas 4.500 km2 dan aktif mencari makan pada malam hari. Biasanya hidupnya menyendiri atau berpasangan. Harimau mampu membunuh mangsa yang jauh lebih besar daripada dirinya. Harimau memiliki perilaku kewilayahan, yaitu menjaga wilayah perburuannya terhadap harimau lain sejenis. Indera penglihatan dan pendengarannya jauh lebih tajam daripada indera pembaunya. meskipun demikian, indera pembaunya masih lebih baik dibandingkan dengan manusia.


MAKANAN Makanannya berupa ikan, penyu, landak, babi, kancil, rusa, banteng dan lainnya baik yang masih segar maupun yang sudah menjadi bangkai.


PERKEMBANGBIAKAN Harimau berkembang biak dengan melahirkan satu sampai enam ekor anak, tetapi umumnya dua atau tiga ekor anak dengan masa bunting berkisar 87 sampai dengan 113 hari. Harimau peliharaan dapat berumur 15 sampai dengan 30 tahun.


---


Sumatran Tiger
SCIENTIFIC CLASSIFICATION
The Sumatran tiger belongs to the phylum Chordata, class Mammalia, order Carnivora, family Felidae, and genus Panthera. Its scientific name is Panthera tigris sumatrae.


MORPHOLOGY
The tiger is a large feline species. Unlike domestic cats, tigers have hair covering the upper part of their nose. The Sumatran tiger has darker fur and denser stripes compared to other tiger subspecies.


SIZE
An adult male Sumatran tiger can reach a height of up to 60 cm and a body length (from head to tail) of up to 250 cm, with a weight of up to 140 kg. Female tigers average 198 cm in length and can weigh up to 91 kg.


HABITAT
The Sumatran tiger is a striped tiger species found only in Indonesia. Besides the striped tiger, the spotted tiger is also a type of tiger found exclusively in Indonesia. Its habitat includes rainforests, savannas, and thickets.


BEHAVIOR
Tigers are carnivorous animals. They have a roaming territory of up to 4,500 km² and are nocturnal hunters. They typically live alone or in pairs. Tigers can kill prey much larger than themselves. They exhibit territorial behavior, defending their hunting area from other tigers of the same species. Their vision and hearing are much sharper than their sense of smell, although their sense of smell is still better than that of humans.


DIET
Their diet includes fish, turtles, porcupines, pigs, mouse deer, deer, banteng (wild cattle), and others, whether fresh or carrion.


REPRODUCTION
Tigers reproduce by giving birth to one to six cubs, but usually two or three, after a gestation period of around 87 to 113 days. In captivity, tigers can live for 15 to 30 years.
HTMLText_539A4BC9_0BBB_9940_4188_0A8FFBC02965.html =
Harmonium
Harmonium merupakan alat musik sejenis orgel asal Eropa dan tergolong alat musik aerofon, yaitu alat musik yang sumber suaranya dari udara. Bentuknya seperti balok kotak terbuat dari kayu dengan tuts yang nadanya menyerupai piano. Harmonium dibunyikan dengan menekan tombol pembuka lidah-lidah pada tuts keyboard melalui tangan kanan, menggunakan getaran angin yang dipompa melalui tangan kiri. Alat musik ini dimainkan dengan cara duduk. Dalam Sejarah perkembangan musik di Indonesia, harmonium pernah sangat berpengaruh khususnya di semenanjung Melayu, di antaranya daerah Pantai Sumatera dan pulau-pulau sekitarnya, semenanjung Malaysia, Kepulauan Riau, Pantai laut Kalimantan Barat, dan Jakarta (Betawi). Saat ini pemakaian harmonium sebagai instrumen musik sudah sangat jarang. Kelompok musik yang masih menggunakan harmonium sebagai instrumen musik adalah Katumbak dari daerah Pariaman (Sumatera Barat), dan musik Melayu Ghazal dari Kepulauan Riau.


---
Harmonium
The harmonium is a type of organ instrument originating from Europe and is classified as an aerophone, which is a musical instrument that produces sound through vibrating air. It is shaped like a rectangular wooden box and has keys that produce notes similar to those of a piano.


The harmonium is played by pressing keys on the keyboard with the right hand to open the reeds, while the left hand pumps air to produce vibration. The instrument is played while sitting.


In the history of music development in Indonesia, the harmonium was once highly influential, especially in the Malay Peninsula, including areas along the coast of Sumatra and surrounding islands, the Malaysian Peninsula, the Riau Archipelago, the western coast of Kalimantan, and Jakarta (Betawi).


Today, the use of the harmonium as a musical instrument has become very rare. Music groups that still use the harmonium include Katumbak from Pariaman (West Sumatra), and Melayu Ghazal music from the Riau Archipelago.
HTMLText_F5A59F8F_EEFD_0AD6_41E1_F1EC5250798E.html =
Istana Pulau Penyengat
Kompleks Istana Pulau Penyengat terletak di Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau. Kompleks istana ini terdiri dari beberapa bangunan yang memiliki fungsi masing-masing. Bangunan utama istana dikenal dengan nama Istana Kantor yang merupakan bangunan bertingkat dua yang digunakan sebagai tempat tinggal sultan dan keluarganya, serta sebagai empat pertemuan dan urusan pemerintahan. Selain itu terdapat juga bangunan lain, seperti masjid, rumah-rumah staf kerajaan, dan sejumlah bangunan pendukung lainnya. Arsitektur kompleks istanan ini meupakan campuran gaya Melayu dan Arab dengan sentuhan arsitektur tradisional Melayu yang khas. Bangunan-bangunan di kompleks istana umumnya terbuat dari kayu yang dihiasi ukiran dengan corak dasar melayu, berupa motif hewan dan tumbuhan. Istana ini memiliki nilai sejarah yang tinggi dan menjadi saksi bisu kejayan Kwsultanan Lingga di masa lalu.


---
Istana Pulau Penyengat
The Istana Pulau Penyengat complex is located on Penyengat Island, Tanjung Pinang, Riau Islands Province. This palace complex consists of several buildings, each with its own function. The main building of the palace is known as Istana Kantor, a two-story structure that served as the residence of the sultan and his family, as well as a place for meetings and governmental affairs. In addition, there are other buildings such as a mosque, houses for royal staff, and various supporting structures.


The architecture of the palace complex is a blend of Malay and Arab styles with distinctive traditional Malay elements. The buildings are generally made of wood adorned with carvings featuring traditional Malay motifs, such as animals and plants. This palace holds high historical value and stands as a silent witness to the former glory of the Lingga Sultanate.
HTMLText_F436C52D_EF1A_358D_41B5_1EFE113EA7B0.html =
Istana Raja Rokan
Istana Raja Rokan yang merupakan peninggalan dari kesultanan “Nagari Tuo”, Kerajaan Islam yang pernah berkuasa di daerah Rokan Hulu dan diperkirakan dibangun pada abad ke-18 dan telah berusia sekitar 200 tahun. Kemegahan terlihat dari sisi depan istana yang dibangun dengan gaya arsitektur Melayu Rokan yang khas dan berukuran cukup besar serta memiliki tiang penyangga berjumlah 18 buah dengan diameter tiang 25 cm. Tiang-tiang ini memiliki ukiran itik sekawan yang menggambarkan tingkah laku hewan itik yang selalu berjalan beriringan ketika petang, artinya dalam kehidupan tingkah laku berjalan beriringan serasi, kompak, bersahabat, menjadi contoh bagi manusia akan arti kehidupan. Istana Kerajaan Rokan IV Koto terdiri dari tiga tingkat yang keseluruhan komponen bangunan terbuat dari kayu. Lantai pertama terdiri dari ruangan depan dan ruangan belakang yang dihubungkan oleh sebuah pintu. Lantai pertama ini merupakan ruang pertemuan raja serta beberapa kamar raja. Sedangkan lantai kedua merupakan ruangan tanpa jendela, tanpa dinding dan keempat sisi ruangan berbatasan langsung dengan atap seng dan berfungsi sebagai ruang pribadi raja. Lantai ketiga terdapat ruangan yang ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan ruangan-ruangan di lantai bawahnya. Pada ruangan ini terdapat jendela-jendela dengan jenis kombinasi antara jendela panin dan jendela jalusi.


Bangunan ini memiliki kemiripan dengan bentuk rumah tradisional di Minangkabau, hal ini terlihat dari bentuk lengkungan gonjongnya tapi dengan lengkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan gonjong pada rumah Gadang. Pada sisi depan istana terdapat tiga tangga masuk berbahan kayu yang melambangkan tangga kerapatan daerah Rokan yang terdiri dari penguasa, adat dan alim ulama yang disebut dengan "Tali Berpilin Tiga". Pada bagian sisi dalam anak tangga dilengkapi dengan hiasan berupa ukiran sulur-suluran. Di beranda terdapat enam tiang yang berbeda ukirannya, empat tiang di beranda mewakili suku asli di Rokan IV Koto dan dua tiang lainnya melambangkan dua suku yang datang kemudian.


Hiasan pada Istana Kerajaan Rokan IV Koto dipandang sebagai salah satu pemuasan akan keindahan yang keberadaannya dipenuhi beragam simbolik elemen hias. Pada bagian bawah pintu masuk istana terdapat ornamen ukiran berbentuk naga yang saling berhadapan dengan dipisahkan oleh “bunga”. Begitu juga pada bagian dinding istana terdapat ukiran dengan motif naga yang melambangkan Raja dan Ratu kerajaan tersebut. Istana Raja Rokan ini sendiri oleh masyarakat di sekitarnya digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan acara tertentu, seperti turun balimau, bayar hutang (topijak bonang), dan sebagainya. Istana Kerajaan Kecamatan Rokan IV Koto memiliki aspek-aspek simbol budaya yang di dalamnya bangunan maupun berupa benda yang ada di Istana Kerajaan tersebut. Istana Raja Rokan adalah rumah tradisional yang memiliki percampuran dua budaya yang berbeda yaitu dari budaya Minang dan budaya Melayu Riau.


---
Rokan King's Palace
The Rokan King's Palace is a legacy of the “Nagari Tuo” sultanate, an Islamic kingdom that once ruled in the Rokan Hulu region. It is believed to have been built in the 18th century and is approximately 200 years old. Its grandeur is evident from the front view, showcasing traditional Rokan Malay architectural style. The palace is quite large and supported by 18 wooden pillars, each with a diameter of 25 cm. These pillars are decorated with carvings of a group of ducks walking side by side, symbolizing harmony, unity, and friendship—serving as a metaphor for human life and togetherness.


The Rokan IV Koto Royal Palace consists of three levels, entirely made of wood. The first floor has a front and back room connected by a door and functions as the meeting hall of the king, including several of the king’s chambers. The second floor is a windowless, wall-less room, open on all four sides directly beneath the zinc roof, serving as the king’s private quarters. The third floor contains a smaller room compared to the lower floors, with a combination of panin-style and jalusi-style windows.


This building bears resemblance to the traditional Minangkabau house, particularly in its roof's curved design, although the curvature is lower than that of the traditional "Rumah Gadang." At the front of the palace, there are three wooden staircases symbolizing the three pillars of leadership in Rokan—government, customary law, and religion—referred to as "Tali Berpilin Tiga" (Three-Stranded Rope). On the inside edges of the stairs, there are decorative vine-like carvings. The veranda features six pillars with different carvings—four represent the native tribes of Rokan IV Koto, and the other two represent tribes that arrived later.


The decorations in the Rokan IV Koto Royal Palace are considered an expression of beauty filled with symbolic ornamental elements. Beneath the palace entrance, there is a dragon-shaped carving ornament with two dragons facing each other, separated by a “flower” motif. The palace walls also bear dragon motifs, symbolizing the King and Queen of the kingdom.


The Rokan King’s Palace is still used by the local community to host traditional ceremonies such as turun balimau (ritual bathing), topijak bonang (debt repayment rituals), and more. The palace and its objects reflect cultural symbolism and heritage. The Rokan King’s Palace is a traditional house that blends two distinct cultures—Minangkabau and Riau Malay.
HTMLText_3D722969_0529_CC9A_4185_73A642245604.html =
Istana Siak
Nama : Istana Asseraiyah Hasyimah (Istana Siak)
Dibangun : Oleh Sultan Siak XII Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Lalil Syaifuddin
pada tahun 1889
Lokasi : Siak Sri Indrapura (Kab. Bengkalis) 120 Km dari Pekanbaru
Ukuran : 29,30 x 19,50 M
Ciri Khas : Berfungsi sebagai museum barang-barang peninggalan kerajaan siak
yang telah berusia ratusan tahun, antara lain:
1. Keramik
2. Kristal
3. Porselin
4. Foto-foto
5. Perunggu
6. Cermin Awet Muda
7. dll


---


Siak Palace
Name: Asseraiyah Hasyimiyah Palace (Siak Palace)
Built by: Sultan Siak XII Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin in 1889
Location: Siak Sri Indrapura (Bengkalis Regency), 120 km from Pekanbaru
Size: 29.30 x 19.50 meters


Distinctive Features:
Functions as a museum housing artifacts from the Siak Sultanate, many of which are centuries old, including:


1. Ceramics


2. Crystals


3. Porcelain


4. Photographs


5. Bronze items


6. "Eternal Youth" mirror


7. And others


HTMLText_F0626E7B_EA73_8E48_41D3_7A3A8AE019E3.html =
Jala Sekok
Bahan: Benang nilon atau tali plastik kecil
Fungsi: Sebagai alat tradisional untuk menangkap ikan secara manual di perairan dangkal seperti sungai, danau, rawa, atau muara.


---
Cast Net
Material: Nylon thread or small plastic rope
Function: A traditional tool used to manually catch fish in shallow waters such as rivers, lakes, swamps, or estuaries.


HTMLText_F7E648A2_EF76_1CB4_41C3_9B83DE0405E2.html =
JambakBurung Puyuh
Bahan : Kayu
Didapat: Kab.Kampar
Fungsi: Digunakan sebagai tempat burung kuaran


---
Quail Bird Caller
Material: Wood
Origin: Kampar Regency
Function: Used as a place to keep kuaran birds.
HTMLText_F13A16F3_EA56_FE58_41E4_29B78E069391.html =
Jaring
Bahan: Nilon halus dan kasar
Fungsi: Sebagai alat menangkap ikan.


---
Fishing Net
Material: Fine and coarse nylon
Function: Used as a tool to catch fish.
HTMLText_F72CDF70_EF0A_1594_41C4_53E440ACDCC1.html =
Jengki
Bahan : Bambu dan Rotan
Fungsi : Untuk meletakkan hasil tanaman


---
Jengki
Material: Bamboo and Rattan
Function: Used to hold harvested crops.
HTMLText_F41F6516_EF0B_F59F_41D9_B391C34B76F2.html =
Jengki
Bahan : Rotan
Fungsi: Digunakan sebagai meletakkan ubi menggalau dari kebun


---
Jengki
Material: Rattan
Function: Used to carry harvested cassava from the field.
HTMLText_D7F18D03_F3A7_1BD1_41E9_8BCD8B184481.html =
Kain Batik Sutera Riau
Kain Batik Sutera Riau adalah kain batik khas Provinsi Riau yang dibuat di atas bahan sutera halus, menjadikannya tampak mewah dan elegan. Kain ini merupakan perpaduan antara teknik batik tradisional dengan nuansa motif Melayu yang kental, seperti pucuk rebung, tampuk manggis, bunga cengkeh, dan flora-fauna lokal.


Batik ini menggunakan pewarnaan alami maupun sintetis dengan warna-warna lembut dan cerah, mencerminkan kelembutan, kesopanan, dan nilai budaya Melayu. Kain sutera yang digunakan membuat batik ini terasa ringan, sejuk, dan nyaman saat dikenakan, baik untuk pakaian sehari-hari yang formal maupun acara adat.


Kain Batik Sutera Riau tidak hanya berfungsi sebagai pakaian, tetapi juga sebagai simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Riau, serta menjadi salah satu produk unggulan dalam warisan budaya tekstil Melayu.


---
Riau Silk Batik Fabric
Riau Silk Batik Fabric is a distinctive batik cloth from Riau Province, crafted on fine silk material that gives it a luxurious and elegant appearance. This fabric blends traditional batik techniques with rich Malay-themed motifs such as pucuk rebung (bamboo shoots), tampuk manggis (mangosteen crown), clove flowers, and local flora and fauna.


The batik features both natural and synthetic dyes in soft and vibrant colors, reflecting the gentleness, politeness, and cultural values of the Malay people. The use of silk makes the batik light, cool, and comfortable to wear—suitable for both formal daily attire and traditional ceremonies.


Riau Silk Batik Fabric is not only worn as clothing but also serves as a symbol of identity and pride for the people of Riau. It stands as one of the region’s finest products in the rich heritage of Malay textile culture.
HTMLText_F0B2AD32_EA31_73D8_41EA_F2280D45E415.html =
Kain Penutup Dulang
Bahan: Kain Katun
Bentuk: Memiliki bentuk persegi dengan motif kotak-kotak serta berwarna dasar merah hati.


---
Tray Cover Cloth
Material: Cotton Fabric
Shape: Square in shape with checkered motifs and a maroon base color.



HTMLText_F3319E4F_E9D9_28E9_41E6_84664F4CD2F5.html =
Kain Samping Songket
Bahan: Kain Sutra dan Benang Emas
Deskripsi:
Berbentuk persegi dengan motif bunga dan sulu daun, warna coklat keemasan


---
Kain Samping Songket
Material: Silk Fabric and Gold Thread
Description:
Square in shape with floral and vine motifs, in a golden brown color.


HTMLText_F0E750A6_EA51_F2F8_41E8_0713770DF19D.html =
Kain Samping Songket
Bahan: Kain sutra dan benang emas
Bentuk: Berbentuk persegi dengan motif bunga dan sulu daun, warna coklat keemasan.


---
Songket Side Cloth
Material: Silk fabric and gold thread
Shape: Square-shaped with floral and leaf tendril motifs, in golden brown color.


HTMLText_CEA43C63_E03C_2B31_41E5_16D3E5CB7780.html =
Kain Tampan Kalianda
Kain Tampan Kalianda adalah kain tradisional khas Lampung Selatan yang memiliki motif simbolik seperti perahu, manusia, dan hewan. Dibuat dengan teknik tenun, kain ini digunakan dalam upacara adat sebagai simbol perjalanan hidup dan status sosial biasanya digunakan untuk penutup makanan/sesajian. Warna-warnanya yang khas dan makna filosofisnya menjadikan kain ini bagian penting dari warisan budaya Lampung.


---
Kain Tampan Kalianda
Kain Tampan Kalianda is a traditional textile from South Lampung, known for its symbolic motifs such as boats, human figures, and animals. Woven using traditional techniques, this cloth is used in ceremonial events to represent life’s journey and social status. It is often used as a covering for food or offerings.


Its distinctive colors and deep philosophical meanings make Kain Tampan an essential part of Lampung’s cultural heritage.
HTMLText_D341D211_E0D4_DF10_41E8_6BC326E62663.html =
Kain Tenun Ikat
Bahan : Benang Katun
Didapat: Nusa Tenggara Timur
Deskripsi:
Kain Tenun Ikat adalah kain tradisional yang dibuat dari benang katun dan berasal dari Nusa Tenggara Timur. Kain ini berbentuk sarung dan digunakan sehari-hari oleh masyarakat setempat, baik untuk kegiatan harian maupun acara adat. Proses pembuatannya menggunakan teknik ikat, yaitu benang-benang diikat dan dicelupkan dalam pewarna alami sebelum ditenun, menciptakan motif-motif khas yang kaya akan makna budaya. Kain Tenun Ikat tidak hanya berfungsi sebagai pakaian, tetapi juga sebagai simbol identitas, status sosial, dan warisan budaya masyarakat Nusa Tenggara Timur.


---
Ikat Woven Cloth
Material: Cotton Thread
Place of Origin: East Nusa Tenggara


Description:
Ikat Woven Cloth is a traditional textile made from cotton threads and originates from East Nusa Tenggara. It typically takes the form of a sarong and is worn daily by the local community for both everyday activities and traditional ceremonies.


The production process involves a unique tying technique (ikat), where threads are bound and dyed using natural colors before being woven, resulting in distinctive patterns rich in cultural meaning. Beyond its use as clothing, Ikat Woven Cloth serves as a symbol of identity, social status, and the cultural heritage of the East Nusa Tenggara people.
HTMLText_C26FE07F_FEED_B517_41E2_9ED9BF7CAB80.html =
Kait Kelambu
Terbuat dari perak dan berfungsi sebagai perlengkapan tempat tidur yang mana diikatkan pada setiap sudut kelambu yang biasa digunakan oleh para bangsawan pada zaman dahulu.


---


Mosquito Net Hook
Made of silver, this item functioned as part of a bedding set, attached to each corner of a mosquito net. It was commonly used by nobles in the past.
HTMLText_C0E14A93_FEBF_55EE_41D1_2F92483D081C.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh.


---
Clothing Button
This clothing button is made of silver and functions as a fastener for garments. It has a round shape, with decorative elements on the top featuring a mangosteen-like flower, raised circular motifs, and radiating lines resembling petals.









HTMLText_C07B1B59_FEB3_4B1A_41E5_65E975B8E41B.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh


---
Clothing Button
This clothing button is made of silver and serves as a fastener for garments. It has a round shape, with the top surface decorated with a flower resembling a mangosteen, raised circular elements, and lines that radiate outward like draping folds.








HTMLText_BC99BD8D_FEB7_4FFA_41CF_348B1083D2B0.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh


---


Clothing Button
This button is made of silver and functions as a garment fastener. It has a round shape, with a top surface adorned with a flower resembling a mangosteen, raised circular motifs, and radiating lines resembling drooping petals.
HTMLText_1A6AC83C_2D09_07C5_41C5_5212BE7AF0A7.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_62D84949_2158_6D86_41B3_FA46DE8607BE.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_17EC74AE_2D39_08C4_41B1_F3A9DDB08C07.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_1E4D26F3_2D19_085C_41BD_CBE29A9A1375.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0CF41020_21C8_3B86_41AC_EA11D6E7C392.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0C18FB14_21C8_6D8E_41B1_E591A920FD74.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_792D2777_2F37_0844_418C_68F3602150B7.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_5DB3464A_31AB_DAD7_41B0_3AB20E07B0AF.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_74C49A0B_2F3B_1BCC_41C3_BFE4DBECC6FA.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_1B0D3ADA_2D0B_784C_41B3_300CF59D30D4.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_193D9C05_2D1B_FFC7_41B1_4C649FDE0E12.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_1BA245F0_2D09_085C_41B9_2CF1EA68A2BD.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0CA5186D_21CF_EB9E_41BC_632BECF2A46E.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_62F84F95_2148_E48E_41A1_99596125F5EC.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_185BB6A7_2D77_08C3_416E_BC6DB32B6B3A.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_14D4DFB6_2D39_F8C4_41B1_435C19D6FEE9.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0F692637_21F8_678A_41BD_319B1AF745C5.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_7B479146_31E9_D6DF_41BB_38C08CD858C9.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0A0AEED4_21D8_648E_4184_D0ADF926A37C.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_62573056_2148_1B8A_41AF_92C7C639B442.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_159E005D_2D7F_0844_41A8_4E6A3B580171.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_1E1FF569_2B19_E707_41C2_CFD2C2DDA3E6.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_1E4D7DA6_2D09_F8C4_41C6_3C7F8D2381E0.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_6732225E_2148_7FBA_418E_405AE6E3E79F.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_6799ED1B_2157_E5BA_41AB_81DDF1D7BA9F.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_053BFA5C_2AA4_C5F4_41B5_FDEAE9E3F29B.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0DD376EB_21D8_249A_4198_462C8C423EF9.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_644B6C72_2148_6B8A_41A3_EAF8D2B41A8E.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_6205C179_2157_FD86_41AD_8ABBBC1D8190.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_199C7265_2D19_0844_4195_F24B17672A7D.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_1B4A3B67_2D7B_1844_41C6_1647AF73200F.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_4F089AA2_31A8_4A57_411F_B50FBEAF1350.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0A02350E_21D8_259A_41BF_8163E94270D7.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_1A0D3D50_2AA4_7FCC_41B7_BAFBFC3CD2F0.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_222E974A_0749_8943_4197_DDE626654713.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_376A790B_0539_4C9E_4191_BAEB2458662A.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_207D8CC0_04DA_C58A_4185_2B15D5F7DDBC.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2E9317F2_055A_C38E_417C_255A1687D919.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0DFF2916_21D8_ED8A_4196_01ED38561DF7.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2EE6954B_0559_C49F_4174_56508FE3E027.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_207A1EFB_04E7_C57E_4187_95E004D5F8F8.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_059FAC6D_2AA4_3DD4_41BC_8FF56279ABC9.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_67FBA437_2148_1B8A_4198_8C1709D512C8.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0DBFE1C5_21D8_3C8E_41B9_5DCD562D9FC9.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2A9C0F3B_0569_44FF_4170_052DF2601DF0.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0A16B037_21C8_1B8A_4178_0DC347790286.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2FB17538_0569_44FA_417E_ABC9AC4F7538.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_0B3C36B4_21C8_E48E_41B2_C2E643CDDFD8.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_223559B1_0040_54C0_414A_1D9028BCD6B3.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2876EB5C_0569_4CBA_4157_D52D5971D7B6.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_22E1B19E_0040_74C0_4151_1B5EA38148E3.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2E63D5B2_056F_C789_4190_2B496022D0FD.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2FEF7BA7_056A_C396_416D_627F92F5C53F.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_229B999E_0040_74C0_4131_6315B710A8FC.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2FF4F2E3_056B_7D8E_416F_5A0AA6272834.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2F6BAD8F_0567_C796_4187_E313F6765F6E.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2F1ABEF9_0566_C57B_40F8_DE6B72498CA0.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2EE7D924_0579_CC89_416A_34B02FF3F5A5.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_070DA68E_2A9C_CD57_4183_12F33AF7CC9C.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2E389BAF_0579_C396_4187_EDEF19CF95AC.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_06AB8217_2A64_4574_41C0_691ED187B785.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2EDCA44D_057A_C49A_4178_217BE8301208.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_06FD2515_2A6C_4F74_414F_8F52A75451A2.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_67490430_2178_1B86_41A8_A42144AB752C.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_05DCBD03_2A7B_DF4C_41BA_702030A5EF95.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2D858DD1_0579_478B_4161_F5A81BD9BB2C.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2FF91CDD_056A_C5BB_4172_A3A46575AE31.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_3D73696A_0529_CC9E_4190_6F3BD955918B.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_76D94827_22C8_2B8A_41B4_7EC468C01B35.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_66457109_2178_1D86_41BF_308C9B07694A.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2ACFA3D3_077B_8941_4197_AB9AFFA9F0FD.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_7B57A9AB_4842_9803_41C2_7D7E8B1534E9.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_26E245E0_04E9_478A_4188_A59493FF9586.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_08FCE839_2178_EB87_41B3_5D0A3AF96F6F.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_23C939E2_0040_5440_413D_52D53BBB67FC.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_415CE8CB_0153_757E_40E3_4F40B369C340.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_3B990F3C_0FB7_2D3B_41A6_3F0F21315F37.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_2300416B_0040_5440_414A_A16BED4139FD.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_418AF336_0152_DB29_40E1_90DF476FE200.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_73858AA6_22D8_2C8A_41B7_7D2F02F800B9.html =
Kancing Baju
Kancing baju ini terbuat dari bahan perak, yang berfungsi sebagai pengait baju dengan berbentuk bulat serta pada bagian atas terdapat hiasan bunga tampak manggis, bulatan timbul dan garis- garis seperti labuh








HTMLText_D359616D_E0D4_7D31_41E1_542DA926282E.html =
Kapak Batu
Bahan : Batu
Asal Didapat : Irian Jaya
Deskripsi:
Alat ini digunakan oleh masyarakat setempat untuk memotong kayu, terutama dalam kegiatan berburu, bercocok tanam, atau membangun tempat tinggal. Bentuknya sederhana namun fungsional, biasanya diasah hingga tajam pada salah satu sisinya agar dapat digunakan dengan efektif. Kapak batu mencerminkan kehidupan masyarakat prasejarah yang memanfaatkan sumber daya alam secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.


---
Stone Axe
Material: Stone
Place of Origin: Irian Jaya


Description:
This tool was used by local communities to cut wood, particularly for activities such as hunting, farming, or building shelters. Its design is simple yet functional, typically sharpened on one edge to allow effective use. The stone axe reflects the life of prehistoric societies who relied directly on natural resources to meet their daily needs.
HTMLText_C11EE592_FFD2_BFE9_41D7_A3C1530E0752.html =
Kayu Balam Nyatoh
Kayu Balam nyatoh meliputi jenis-jenis marga Palaquium, Payena dan Planchonella yang semuanya termasuk suku Sapotaceae (sawo-sawoan).


Kayu balam nyatoh atau nyatoh berasal dari pohon nyatoh yang merupakan suatu kelompok pohon berukuran sedang sampai besar. Kayu ini dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti balam, ketiau, kayu getah, nyerakat, suntai, dan sunde. Biasanya, kayunya cukup keras, berat, dan kuat, serta mudah dikerjakan. Batas gubalnya sangat jelas dan terasnya berwarna merah cokelat terang atau cokelat kemerahan. Umumnya, pohon ini dikenal sebagai penghasil getah perca. Jenisnya yang terpenting adalah Nyatoh Abang (Madhuca sericea), Nyatoh Babi (Palaquium beccarianum), Nyatoh Bunga (Payena lucida), Nyatoh Durian (Payena acuminata), Nyatoh Jawa (Palaquium amboinense atau Palaquium javense), Nyatoh Labar (Planchonella firma), Nyatoh Lakis (Palaquium microphyllum), Nyatoh Pucung (Palaquium rostratum), Nyatoh Putih (Palaquium walsurifolium), Nyatoh Suntai (Palaquium burckii), Nyatoh Terung (Palaquium hexandrum), dan Nyatoh Tinggang (Palaquium quercifolium).


Habitat pohon balam nyatoh adalah daerah banyak hujan pada ketinggian 20 - 500 meter dari permukaan laut. Pohon ini tumbuh di tanah rawa dan sebagian di tanah kering, dengan jenis tanah liat atau tanah berpasir.


Kayu balam nyatoh memiliki sifat yang kuat dan tekstur cenderung halus sehingga banyak dimanfaatkan untuk membuat konstruksi bangunan, mebel, lantai dan papan dinding, kayu perkakas, industri kayu lapis (plywood).


Pohon balam nyatoh tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, dan paling banyak di Kalimantan. Untuk di Riau sendiri, persebaran pohon ini ada di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Indragiri Hilir.


---
Balam Nyatoh Wood
Balam nyatoh wood includes species from the genera Palaquium, Payena, and Planchonella, all of which belong to the Sapotaceae family (sapodilla family).


Balam nyatoh or nyatoh wood comes from the nyatoh tree, which is a group of medium to large-sized trees. This wood is known by various local names, such as balam, ketiau, kayu getah, nyerakat, suntai, and sunde. Generally, the wood is fairly hard, heavy, and strong, and easy to work with. The sapwood boundary is very distinct, and the heartwood is light reddish brown or reddish brown in color. This tree is commonly known as a producer of gutta-percha. Important species include Nyatoh Abang (Madhuca sericea), Nyatoh Babi (Palaquium beccarianum), Nyatoh Bunga (Payena lucida), Nyatoh Durian (Payena acuminata), Nyatoh Jawa (Palaquium amboinense or Palaquium javense), Nyatoh Labar (Planchonella firma), Nyatoh Lakis (Palaquium microphyllum), Nyatoh Pucung (Palaquium rostratum), Nyatoh Putih (Palaquium walsurifolium), Nyatoh Suntai (Palaquium burckii), Nyatoh Terung (Palaquium hexandrum), and Nyatoh Tinggang (Palaquium quercifolium).


The habitat of the balam nyatoh tree is in high rainfall areas at elevations of 20–500 meters above sea level. This tree grows in swampy areas and partly in dry areas, on clay or sandy soils.


Balam nyatoh wood has strong properties and a relatively fine texture, so it is widely used for building construction, furniture, flooring and wall panels, tool wood, and the plywood industry.


Balam nyatoh trees are distributed in several regions of Indonesia, with the most in Kalimantan. In Riau, the tree is found in Kampar Regency and Indragiri Hilir Regency.
HTMLText_C42E618B_FFF6_F7FF_41CF_5ABFEC082C71.html =
Kayu Betangor
Kayu Bentangor termasuk suku Clusiaceae (manggis-manggisan). Nama ilmiah betur atau bentangur bunga adalah Calophyllum wallichianum; mentangur ramu adalah Calophyllum soulattri; nyamplung adalah Calophyllum inophyllum.


Kayu bentangor berasal dari suatu jenis pohon berukuran besar hingga sedang yang dapat tumbuh hingga 20 - 35 meter. Pohon ini dikenal dengan berbagai nama umum, antara lain nyamplung, penaga, tamanu, dan bintangur. Batangnya dapat tumbuh hingga diameter 1 meter dengan kulit kayu berwarna abu-abu kecoklatan yang dapat mengeluarkan getah kuning. Pohon ini umumnya tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 500 meter di atas permukaan laut pada tanah berpasir atau berbatu. Kayu bentangor dikenal kuat, keras, dan tahan lama, sehingga digolongkan sebagai kayu kelas kuat. Karena karakteristiknya tersebut, kayu bentangor banyak dimanfaatkan dalam pembuatan konstruksi bangunan, perkapalan, perabot dan perkakas rumah tangga, lantai dan papan hias, kayu lapis dan veneer, dan sebagainya.


Daerah penyebarannya di Indonesia meliputi wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Sedangkan di Riau, pohon bentangor dapat ditemukan di daerah Siak.


---


Betangor Wood
Betangor wood belongs to the Clusiaceae family (the mangosteen family). The scientific names include Calophyllum wallichianum (flowering betangor), Calophyllum soulattri (mentangur ramu), and Calophyllum inophyllum (nyamplung).


Betangor wood comes from a group of medium to large trees that can grow between 20 to 35 meters tall. These trees are known by various common names such as nyamplung, penaga, tamanu, and bintangur. The trunk can reach a diameter of up to 1 meter, with grayish-brown bark that produces yellow sap. These trees typically grow in lowland areas up to 500 meters above sea level, usually on sandy or rocky soils.


Betangor wood is known for being strong, hard, and durable, and is therefore classified as a high-strength timber. Due to these characteristics, it is widely used in building construction, shipbuilding, household furniture and utensils, flooring and decorative panels, plywood, veneer, and more.


In Indonesia, its distribution includes Sumatra, Kalimantan, and Papua. In Riau, betangor trees can be found in the Siak region.
HTMLText_C4A33728_FFDD_5B39_41C0_9C50F841BCED.html =
Kayu Dara dara
Kayu Dara-dara termasuk suku Myristicaceae (pala-palaan); nama ilmiahnya Myristica iners.


Kayu Dara-dara atau mendarahan berasal dari kayu mendarahan yang merupakan suatu jenis pohon yang jarang ditemukan; adakalanya, di Jawa Barat dapat dijumpai pada ketinggian di bawah 300 meter di atas permukaan laut, di hutan-hutan yang basah. Tingginya dapat mencapai 45 meter dengan diameter batang hingga 59 meter. Kayunya besar, berwarna merah, dan halus. Kayu ini sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, karena dapat tahan lama jika terendam dalam air, sebagai bahan pewangi. Hiasan bunganya kuning cerah. Buahnya membuat telur, berbulu merah sawo matang. Masa berbunga dan berbuahnya pada bulan Mei – Juli. Getah kulit pohonnya yang berwarna merah dapat diminum untuk melancarkan air kencing yang terganggu karena adanya kandungan kino.


---
Dara-dara Wood
Dara-dara wood belongs to the Myristicaceae family (nutmeg family); its scientific name is Myristica iners.


Dara-dara or mendarahan wood comes from the mendarahan tree, a species that is rarely found; occasionally, in West Java, it can be encountered at elevations below 300 meters above sea level in moist forests. It can grow up to 45 meters tall with a trunk diameter of up to 59 centimeters. The wood is large, red in color, and smooth. It is often used as a building material because it is durable when submerged in water, and also used as a fragrance ingredient. The flower decoration is bright yellow. The fruit is egg-shaped, covered in reddish brown fuzz. The flowering and fruiting season is from May to July. The red sap from the tree bark can be consumed to help relieve urinary problems due to its kino content.
HTMLText_C501BBD5_FFF3_4B6B_41C8_C5E417D27BAE.html =
Kayu Gerunggang
Kayu Gerunggang termasuk suku Hypericaceae; jenis Cratoxylum arborescens.


Kayu gerunggang adalah jenis kayu yang berasal dari pohon gerunggang, pohon besar yang dapat tumbuh hingga tinggi mencapai 45 meter dengan diameter melebihi 60 cm. Batangnya berwarna merah suram, lunak, tetapi tidak pecah pada waktu pengeringan. Kebanyakan batangnya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan gedung atau rumah. Gerunggang banyak dijumpai di hutan belantara, hutan terbuka, atau di daerah rawa dan payau pada pasir atau tanah liat berpasir, di daerah berketinggian 0 – 900 meter di atas permukaan laut. Pohon ini tersebar di Sumatera, Malaya dan Kalimantan. Daerah persebarannya di Riau meliputi Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Dumai, dan daerah pesisir Riau.


---


Gerunggang Wood
Gerunggang wood belongs to the Hypericaceae family and is classified under the species Cratoxylum arborescens.


Gerunggang wood comes from the gerunggang tree, a large tree that can grow up to 45 meters tall with a diameter exceeding 60 centimeters. The trunk is dull red in color, soft, but does not crack during the drying process. Most of the trunks are used as building materials for houses or other structures.


Gerunggang trees are commonly found in dense forests, open woodlands, or in swampy and brackish areas on sandy or sandy clay soils, at altitudes ranging from 0 to 900 meters above sea level. The tree is distributed across Sumatra, the Malay Peninsula, and Kalimantan. In Riau, its distribution includes Bengkalis Regency, the Meranti Islands Regency, Indragiri Hilir Regency, Siak Regency, Kampar Regency, Dumai, and other coastal regions of Riau.
HTMLText_C11123FE_FFD5_7B16_41CA_BDE68115D306.html =
Kayu Gerunggang
Kayu Perupuk termasuk suku Celasteraceae (perupuk-perupukan); nama ilmiahnya Lophopetalum javanicum.
ran besar yang dapat tumbuh hingga tinggi mencapai 40 meter dan diameter batang 1 meter. Pohon ini dikenal dengan berbagai nama daerah, antara lain perupuk, mandalaksa (Jawa), blabak, dan madang gambici (Sumatera). Kayu perupuk mempunyai ciri-ciri antara lain kayu teras berwarna kuning muda atau coklat kuning muda dalam keadaan kering dan berwarna terang ketika masih segar serta teksturnya agak kasar. Pohon perupuk umumnya tumbuh di wilayah beriklim tropis basah, baik di dataran rendah maupun di perbukitan.


Kayu perupuk mempunyai berat jenis 0,56, kelas awet IV/V, dan kelas kuat II – III sehingga sering dipakai dalam konstruksi bangunan, kayu lapis, dan perabotan. Selain itu, kayu perupuk dapat digunakan sebagai bahan pembungkus, bahan pembuat patung, ukiran, dan kerajinan tangan lainnya, serta korek api dan pulp.


Pohon perupuk dapat ditemukan di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Daerah persebarnnya di Riau meliputi Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Indragiri Hilir.


---
Perupuk Wood
Perupuk wood belongs to the Celasteraceae family and is scientifically known as Lophopetalum javanicum.


Perupuk wood comes from a large tree species that can grow up to 40 meters tall with a trunk diameter of up to 1 meter. This tree is known by various local names, including perupuk, mandalaksa (in Java), blabak, and madang gambici (in Sumatra). The characteristics of perupuk wood include light yellow or light brown heartwood when dry, and a brighter color when fresh, with a slightly coarse texture. Perupuk trees typically grow in tropical wet climates, both in lowlands and hilly areas.


Perupuk wood has a specific gravity of 0.56, a durability class of IV/V, and a strength class of II–III. Because of these properties, it is often used in building construction, plywood, and furniture. Additionally, perupuk wood is suitable for packaging material, sculpture, carvings, other handicrafts, matchsticks, and pulp production.


Perupuk trees can be found in Sumatra, Java, Kalimantan, and Sulawesi. In Riau, their distribution includes Pelalawan Regency, Indragiri Hulu Regency, and Indragiri Hilir Regency.
HTMLText_C58F5FAF_FFD2_CB37_41EC_F020EEFEFC7A.html =
Kayu Kempas
Kayu Kempas termasuk suku Fabaceae (polong-polongan atau Leguminosae); jenis Koompassia malaccensis.
Kempas merupakan suatu jenis tumbuhan kerabat tualang yang tersebar dari Himalaya sampai Australia Utara. Pada umumnya, tumbuhan yang sering dikenal pula dengan nama cenggris, menggris, atau kayu raja ini tumbuh di daerah rawa gambut, karena itu tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah rawa gambut, karena itu tumbuhan ini dapat dipakai sebagai indikator sifat habitat yang ditumbuhinya.
Pohon kempas termasuk pohon raksasa dengan tinggi 60 meter dan garis tengah batang 0,8 – 1,5 meter. Batangnya lurus, bulat, tanpa benjol-benjol dengan akar papan lebar, kuat, dan berkembang baik. Kayunya termasuk kayu berat dengan bobot jenis 0,7 – 1,0. Kayunya sangat keras (kelas kuat I - II), namun tidak awet (kelas awet III). Karena itu, kayu ini sangat sulit digergaji, namun mudah lapuk. Warna kayu gubalnya kelabu, sedangkan kayu terasnya merah kecokelat-cokelatan. Karena sifat kuatnya, kayu kempas banyak dimanfaatkan sebagai bahan kostruksi berat, bantalan rel kereta api, konstruksi kapal, perabotan rumah tangga dan peralatan pertanian atau industri.
Di Indonesia, daerah penyebarannya meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Palembang, Jambi, Bangka, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.


---
Kempas Wood
Kempas wood belongs to the Fabaceae family (legumes or Leguminosae), specifically the species Koompassia malaccensis. Kempas is a type of plant related to the tualang tree and is distributed from the Himalayas to Northern Australia. Commonly known by various local names such as cenggris, menggris, or raja wood, this plant typically grows in peat swamp areas, making it a useful indicator of the characteristics of its habitat.


The kempas tree is a giant tree, reaching heights of up to 60 meters with a trunk diameter ranging from 0.8 to 1.5 meters. It has a straight, round trunk without lumps, and features large, strong, well-developed buttress roots. The wood is classified as heavy, with a specific gravity of 0.7 to 1.0. It is extremely hard (strength class I – II), but not durable (durability class III). Due to this, the wood is difficult to saw but prone to decay. The sapwood is gray, while the heartwood is reddish-brown. Because of its strength, kempas wood is widely used for heavy construction, railway sleepers, shipbuilding, household furniture, as well as agricultural and industrial tools.


In Indonesia, its distribution includes regions such as Aceh, North Sumatra, West Sumatra, Riau, Palembang, Jambi, Bangka, West Kalimantan, and South Kalimantan.
HTMLText_C5E2C1B1_FFD2_B72B_41DC_139838DF23E0.html =
Kayu Mahang
Kayu Mahang adalah nama yang umum digunakan untuk kelompok tumbuhan anggota marga Macaranga yang termasuk suku Euphorbiaceae (jarak-jarakan). Nama ilmiah mahang adalah Macaranga pruinose; mahang bercak Macaranga hypoleuca, mahang damar Macaranga triloba; dan mahang manggong Macaranga rhizinoides.


Mahang merupakan suatu kelompok tumbuhan berupa pohon yang banyak dijumpai di hutan pembalakan, hutan sekunder, dan hutan kerangas atau hutan bakau. Kelompok tumbuhan ini memiliki pertumbuhan sangat cepat, sehingga anggotanya sering dikenal sebagai tumbuhan jenis pionir karena mampu dengan cepat menutup daerah yang baru dibuka. Biomassanya mengandung cukup banyak kalsium karbonat; karena itu, sangat dianjurkan pemakaian dedaunannya sebagai pupuk hijau dalam usaha mengurangi pengaruh buruk dari pH tanah yang agak rendah.


Pohon mahang memiliki daun yang tersusun berspiral dengan daun penumpu yang sering kali tidak luruh. Bunganya berbentuk tandan kecil di antara atau di belakang daun. Buahnya terbungkus dalam kapsul, berpermukaan licin, serta bertanduk atau berduri tajam. Kulit batangnya licin, serta bertanduk atau berduri tajam. Kulit batangnya licin, berwarna abu-abu. Umumnya, batangnya berwarna putih dan ringan. Kayu mahang mengandung selulosa tinggi, sehingga dapat dipakai sebagai bahan pulp. Menurut Departemen Kehutanan, kayu mahang mempunyai kualitas I sebagai bahan pulp atau kertas, serta kelas awet IV – V dan kelas kuat II – IV. Karena itu, pada umumnya, kayu mahang tidak dapat digunakan sebagai bahan bangunan, namun biasa dibuat peralatan rumah tangga.


Di Indonesia, penyebarannya di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Sedangkan di Riau sendiri daerah penyebarannya meliputi hampir seluruh wilayah.


---
Mahang Wood
Mahang wood is a common name for a group of plants belonging to the Macaranga genus, which is part of the Euphorbiaceae family. The scientific names include Macaranga pruinosa for general mahang, Macaranga hypoleuca for spotted mahang, Macaranga triloba for resin mahang, and Macaranga rhizinoides for manggong mahang.


Mahang is a group of tree species commonly found in logging forests, secondary forests, heath forests, and mangrove forests. These trees grow very rapidly and are often recognized as pioneer species due to their ability to quickly colonize newly cleared areas. Their biomass contains a relatively high amount of calcium carbonate, making their leaves highly recommended for use as green manure to help reduce the negative effects of slightly acidic soil pH.


Mahang trees have spirally arranged leaves with persistent stipules. The flowers form small clusters between or behind the leaves. The fruits are encased in smooth capsules that may be horned or sharply spiked. The bark is smooth and grayish in color. Typically, the trunks are white and lightweight. Mahang wood has a high cellulose content, making it suitable for use in pulp production. According to the Indonesian Ministry of Forestry, mahang wood is classified as quality class I for pulp or paper production, with durability class IV–V and strength class II–IV. Therefore, mahang wood is generally not used for construction but is commonly used to make household items.


In Indonesia, mahang is distributed across Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, and Java. In the Riau region specifically, its distribution covers almost the entire area.
HTMLText_C5FEED23_FFD5_CF2F_41D9_49BB765835CB.html =
Kayu Ramin
Kayu Ramin termasuk suku Thymelaeaceae (karas-karasan); nama ilmiahnya Gonystylus bancanus.
Ramin merupakan suatu jenis pohon yang kayunya sering dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu lapis, mebel, lantai, rangka pintu, dan jendela, serta cetakan (moulding). Kayu ramin mempunyai bobot jenis 0,63. Kelas awet IV, dan kelas kuat II - III. Daerah penyebarannya meliputi Sumatera dan Kalimantan.


---
Ramin Wood
Ramin wood belongs to the Thymelaeaceae family and is scientifically known as Gonystylus bancanus. Ramin is a type of tree whose wood is commonly used for construction materials, plywood, furniture, flooring, door and window frames, as well as mouldings. Ramin wood has a specific gravity of 0.63. It is classified as durability class IV and strength class II–III. Its natural distribution includes the islands of Sumatra and Kalimantan.
HTMLText_C4EB4087_FFD3_55F6_41E8_3BA850A827BF.html =
Kayu Rengas
Kayu Rengas termasuk dalam bangsa (ordo) sapindales dan suku (famili) Anacardiaceae (manga-manggaan). Nama ilmiah rengas burung adalah Melanorrhoea wallich; rengas pantai adalah Gluta velutina; rengas putih adalah Buchanania lucida; rengas tembaga adalah Gluta renghas.


Kayu rengas berasal dari pohon rengas yang merupakan jenis pohon yang menghasilkan kayu yang berkualitas baik dan indah berwarna merah. Jenis pohon rengas antara lain:


Rengas Burung merupakan suatu jenis pohon berukuran besar yang tingginya sekitar 45 m. Pohon ini kadang-kadang tumbuh di tepi hutan. Buahnya tidak bertangkai, dan ujung daunnya tumpul. Masa berbunganya awal tahun. Tajuk pohon akan tampak putih karena tertutup banyak bunga. Kayunya sangat keras dengan kelas awet II dan kelas kuat II, sehingga selain sangat baik untuk bahan bangunan, bisa pula dipakai di luar rumah.


Rengas Pantai, atau rengas air, banyak terdapat di bagian dalam komunitas hutan nipah, yaitu di daerah sepanjang muara sungai yang berair payau, dan tempat yang berlumpur. Sebagian batangnya kadang-kadang terendam air. Jenis ini tersebar mulai dari Myanmar, Thailand, Vietnam, sampai Malaysia. Di Indonesia, jenis ini dijumpai di pantai timur Sumatera dan Kalimantan. Tumbuhannya berupa pohon kecil atau perdu dengan tinggi 10 m. Sistem perakarannya bercabang banyak. Daunnya agak tebal seperti kulit, berbentuk melonjong menyempit, dan berukuran 12 – 32 cm x 5 – 8 cm. perbungaannya berbentuk malai. Penampang buahnya berukuran 4 – 7 cm. kayunya mempunyai kelas awet V dan kelas kuat IV, sehingga kurang baik untuk bahan bangunan rumah, namun dapat dimanfaatkan untuk perabot rumah tangga dan peti.


Rengas Putih merupakan jenis pohon nerukuran sedang sampai setinggi 30 m dengan batang yang jarang berbanir. Berbeda dengan rengas tembaga, jenis ini tidak mempunyai getah yang berbahaya. Umumnya, tumbuhnya di tepi sungai pada tanah berpasir atau hutan pantai yang berkarang. Daerah penyebarannya mulai dari Malaya, Sumatera, sampai Kalimantan. Bunganya sangat harum; masa berbunganya dari April sampai Juni. buahnya mirip dengan mangga yang berukuran kecil. Kayu rengas putih mempunyai kelas awet IV – V dan kelas kuat III, sehingga kurang baik untuk bangunan rumah. Kayunya dapat dimanfaatkan untuk perabot rumah tangga, papan, dan peti.


Rengas Tembaga termasuk pohon berbahaya, karena getahnya dapat menyebabkan luka bakar pada kulit. Biasanya, pohonnya berukuran besar; tingginya dapat mencapai 50 m dan diameternya 1,15 m. kadang-kadang batangnya berbanir. Kayunya sangat kuat dengan kelas awet II dan kelas kuat II. Kayu ini mudah dikerjakan, berwarna cokelat kemerahan, sehingga sangat bagus untuk dijadikan bahan bangunan rumah, alat rumah tangga, maupun perahu. Daunnya melonjong dan menjangat. Perbungaannya berbentuk malai. Buahnya berdaging, berkeriput, dan berpenampang 3 – 5 cm. jenis ini banyak dijumpai di Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Tumbuhnya di daerah pantai, rawa, tepi sungai, pada ketinggian 0 sampai 800 m di atas permukaan laut.


---
Rengas Wood
Rengas wood belongs to the order Sapindales and the family Anacardiaceae (mango family). The scientific name of rengas burung is Melanorrhoea wallichii; rengas pantai is Gluta velutina; rengas putih is Buchanania lucida; and rengas tembaga is Gluta renghas.


Rengas wood comes from the rengas tree, a type of tree that produces high-quality, beautifully red-colored wood. The types of rengas trees include:


Rengas Burung is a large tree species that grows up to 45 meters tall. It sometimes grows at the forest edge. Its fruit is sessile, and its leaf tips are blunt. It flowers early in the year. The tree crown appears white due to the abundance of flowers. Its wood is very hard, with durability class II and strength class II, making it excellent for building materials, including outdoor use.


Rengas Pantai, or water rengas, is commonly found within nipa palm forest communities, in brackish river estuaries and muddy areas. Some of its trunk is occasionally submerged in water. This species is distributed from Myanmar, Thailand, Vietnam to Malaysia. In Indonesia, it is found along the east coasts of Sumatra and Kalimantan. It is a small tree or shrub up to 10 meters tall, with a highly branched root system. Its leaves are thick and leathery, elongated and narrow, measuring 12–32 cm x 5–8 cm. Its flowers are panicle-shaped, and the fruit cross-section measures 4–7 cm. The wood has durability class V and strength class IV, making it less suitable for building houses, but usable for household furniture and crates.


Rengas Putih is a medium-sized tree that grows up to 30 meters tall, with trunks rarely having buttresses. Unlike rengas tembaga, this species does not have harmful sap. It usually grows along rivers on sandy soil or in rocky coastal forests. It is distributed from Malaya, Sumatra, to Kalimantan. The flowers are very fragrant and bloom from April to June. The fruit resembles a small mango. Rengas putih wood has durability class IV–V and strength class III, making it less suitable for house construction. However, it can be used for household furniture, boards, and crates.


Rengas Tembaga is considered a dangerous tree because its sap can cause burns on the skin. It is usually a large tree, reaching up to 50 meters in height and 1.15 meters in diameter. Sometimes, its trunk has buttresses. Its wood is very strong, with durability class II and strength class II. The wood is easy to work with and reddish brown in color, making it excellent for building materials, household utensils, and boats. Its leaves are elongated and leathery. Its flowers are panicle-shaped. The fruit is fleshy, wrinkled, and measures 3–5 cm in diameter. This species is widely found in Malaya, Sumatra, Java, Kalimantan, and Sulawesi. It grows in coastal areas, swamps, and riverbanks at elevations from 0 to 800 meters above sea level.
HTMLText_C419799D_FFFE_B71B_41E9_CB6AEF67214C.html =
Kayu Sendok sendok
Kayu Sendok-sendok termasuk suku Euphorbiaceae (getah-getahan); nama ilmiahnya Endospermum diadenum.


Kayu sendok-sendok berasal dari pohon sendok-sendok yang merupakan suatu kelompok pohon berukuran besar yang dapat tumbuh hingga tinggi 40 meter. Pohon ini dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti sesendok, membulan, atau seduduk-seduduk. Batang pohon sendok-sendok memiliki banir (akar papan) yang tebal. Disebut sendok-sendok karena pohon ini memiliki daun berbentuk sendok, telur atau jantung dengan permukaan bawah yang berbulu. Kayu sendok-sendok banyak dimanfaatkan untuk bahan konstruksi ringan, papan, bahan pembuatan peti, korek api, dan salah satu alternatif bahan baku pulp.
Pohon ini umumnya tumbuh di hutan hujan tropis dan tersebar di Asia Tenggara, termasuk Sumatera dan Kalimantan. Daerah persebaran kayu sendok-sendok di Riau berada di Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Kuantan Singingi.


---


Sendok-sendok Wood
Sendok-sendok wood belongs to the Euphorbiaceae family (the spurge family) and is scientifically known as Endospermum diadenum.
Sendok-sendok wood comes from large trees that can grow up to 40 meters tall. This tree is known by various local names, such as sesendok, membulan, or seduduk-seduduk. The trunk of the sendok-sendok tree features prominent buttress roots. It is called sendok-sendok because of its spoon-, egg-, or heart-shaped leaves with hairy undersides. The wood is commonly used for light construction, boards, crates, matchsticks, and is also considered an alternative raw material for pulp production.


This tree typically grows in tropical rainforests and is found throughout Southeast Asia, including Sumatra and Kalimantan. In Riau, its distribution includes Kampar Regency, Rokan Hulu Regency, Pelalawan Regency, and Kuantan Singingi Regency.
HTMLText_C519694F_FFF5_B776_41E3_A66FF619CEC7.html =
Kayu Sungkai
Sungkai tergolong suku Verbenaceae (jatian-jatian); nama ilmiahnya Peronema canescence.


Sungkai merupakan jenis pohon yang kayunya sangat baik dan mudah dikerjakan, sehingga sering dipakai untuk bahan bangunan rumah, konstruksi, maupun papan mebel. Kayu sungkai termasuk kelas awet III dan kelas kuat III – II. Pohonnya berukuran cukup tinggi, 25 – 30 meter. Tajuknya tebal. Kadang-kadang, pada musim kering, daunnya berguguran. Pohon ini termasuk jenis yang cepat tumbuh, sehingga cocok untuk menunjang program penghijauan hutan.


---


Sungkai Wood
Sungkai belongs to the Verbenaceae family and is scientifically known as Peronema canescens.
Sungkai is a tree species whose wood is highly valued and easy to work with, making it commonly used for house construction, structural work, and furniture boards. Sungkai wood is classified as durability class III and strength class III–II. The tree can grow quite tall, reaching heights of 25 to 30 meters, with a dense canopy. Sometimes, its leaves fall during the dry season. This species is known for its fast growth, making it suitable for reforestation and forest greening programs.
HTMLText_D2BAF9B7_F29B_3A32_41E4_DA99255ED837.html =
Kendi
Bahan : Kuningan
Fungsi : Tempat Air Minum


---
Kendi
Material: Brass
Function: A container for drinking water.
HTMLText_26EE35CD_04E9_479A_418C_18BD612B9C46.html =
Kendi
Bahan : Tanah Liat
Dari : Thailand abad 15-17


---


Water Jar
Material: Clay
Origin: Thailand, 15th–17th century
HTMLText_207B8EFA_04E7_C57E_4178_9FB5A7E15B24.html =
Kendi
Bahan : Tanah Liat
Dari : Thailand abad 16-18


---
Water Jar
Material: Clay
Origin: Thailand, 16th–18th century
HTMLText_F66BCA38_E585_0C4D_41E2_B49E575B78BA.html =
Kepala Lalat Tekuk Bertingkat
Bahan: Kayu tembusu
Didapat: Pekanbaru
Fungsi: Sebagai hiasan kepala tiang pada rumah


---
Kepala Lalat Tekuk Bertingkat
Material: Tembusu wood
Origin: Pekanbaru
Function: Used as a pillar head ornament on traditional houses.


HTMLText_2ACE13D1_077B_8941_4186_F101187C9C3F.html =
Kereta Angin Soeman
Kereta angin atau sepeda yang merupakan jenis sepeda ontel dengan bentuk stang tinggi melengkung dan mempunyai bangku bonceng di belakang dengan model England Philips dan nomor seri H23190. Kereta angin ini digunakan oleh Soeman Hs. sebagai kendaraan saat pergi mengajar di sebuah sekolah dasar di Pasir Pangaraian, Kabupaten Rokan Hulu. Selain berprofesi sebagai guru, Soeman Hs. juga merupakan seorang sastrawan yang banyak melahirkan karya berupa roman dan cerpen, dan yang terkenal adalah "Mencari Pencuri Anak Perawan" yang terbit di Jakarta oleh Balai Pustaka tahun 1932. Beliau dilahirkan pada 4 April 1904 di Desa Bantan Tua, Kabupaten Bengkalis, Riau.


---
Soeman's Bicycle
A traditional bicycle or kereta angin of the "ontel" type, featuring a high curved handlebar and a rear passenger seat, modeled after the England Philips brand with serial number H23190. This bicycle was used by Soeman Hs. as his means of transportation when teaching at an elementary school in Pasir Pangaraian, Rokan Hulu Regency.


In addition to being a teacher, Soeman Hs. was also a renowned literary figure who produced numerous works, including novels and short stories. His most famous work is "Mencari Pencuri Anak Perawan", published by Balai Pustaka in Jakarta in 1932. He was born on April 4, 1904, in Bantan Tua Village, Bengkalis Regency, Riau.
HTMLText_2FB1F537_0569_44F6_40F5_3C993BAF02A0.html =
Keris Melayu
Bahan : Kuningan dan kayu
Asal daerah : Siak
Fungsi : Digunakan sebagai alat untuk membela diri


---
Malay Kris
Material: Brass and wood
Region of Origin: Siak
Function: Used as a tool for self-defense
HTMLText_2EE6254A_0559_C499_4190_9422D33FC8AA.html =
Keris
Bahan : Besi dan Kayu
Asal daerah : Siak
Fungsi : Digunakan sebagai pelengkap pakaian adat melayu


---
Kris
Material: Iron and wood
Region of Origin: Siak
Function: Used as an accessory to complement traditional Malay attire


HTMLText_5BEA168D_08CF_8BC1_41A2_2D9591ED696A.html =
Keris
Bahan: Besi dan Kayu
Didapat: Dari berbagai daerah kabupaten / kota
Fungsi: Sebagai alat untuk bela diriatau berkelahi melawan musuh
Deskripsi:
Keris adalah senjata tajam bersarung, berujungtajam dan bermata dua (bilahnya ada yang lurus, danyangberluk) keris ini terbuat dari tembaga dan kayu sebagai pemegangnya.


---
Keris
Material: Iron and Wood
Origin: Various regencies/cities
Function: Used as a self-defense weapon or in combat against enemies
Description:
The kris is a sheathed sharp weapon with a pointed tip and double-edged blade (some are straight, while others are wavy). It is made of iron for the blade and wood for the handle.


HTMLText_F5F92236_EEEF_7A36_41E2_63BE4191CBAE.html =
Kilang Minyak Buah Semanggu
Bahan: Kayu
Fungsi: Untuk memeras buah semanggu menjadi minyak


---
Oil Extractor for Semanggu Fruit
Material: Wood
Function: Used to press semanggu fruit in order to extract its oil.


HTMLText_F7F4856B_EF1F_F5B5_41E0_72D9963D50FB.html =
Kisaran Padi
Bahan: Kayu Rambutan
Fungsi: Sebagai alat untuk menggiling padi sehingga padi yang mengelupas pada penggilingan yang pertama sebanyak 50% - 60%.
Cara pemakaian: Padi yang sudah dijemur dimasukkan di dalam bak kisaran, kemudian tangkai yang melintang digeser ke kiri dan ke kanan sampai padi terkelupas, lalu padi di tumbuk lagi dengan lesung.


---
Rice Grinder
Material: Rambutan Wood
Function: Used as a traditional tool for grinding rice, where it helps peel the husk from the grain by approximately 50% to 60% during the first grinding process.
Usage: Sun-dried rice is placed inside the grinder's container (bak kisaran), then the horizontal handle is pushed back and forth to remove the husks. Afterward, the rice is further pounded using a mortar and pestle (lesung).
HTMLText_C6D18465_FFBE_DD2B_41DA_F7112FBC135E.html =
Konglomerat
Konglomerat adalah batuan sedimen klastik berbentuk kerikil yang bergumpal menjadi satu karena ikatan zat perekat ilmiah berupa lumpur dan pasir atau tanah liat. Proses perekatannya terjadi setelah pecahan batu-batuan ini, umumnya batu-batu kerikil, terpendam, di dalam lapisan batuan endapan lain. Konglomerat bisa terbentuk setelah melewati masa pengendapan yang sangat lama. Batuan konglomerat terdiri dari fragmen-fragmen yang berukuran kerikil atau lebih besar (lebih dari 2 mm), memiliki warna yang bervariasi tergantung komposisi fragmen, matriks, dan semennya.


Batuan konglomerat memiliki beberapa kegunaan, antara lain dalam bidang konstruksi sebagai bahan bangunan dan sebagai batu hias. Pada studi geologi, konglomerat digunakan sebagai penentu umur batuan karena mengandung fosil atau mineral. Selain itu, konglomerat juga digunakan sebagai reservoir minyak dan gas bumi. Batuan konglomerat umumnya dapat ditemukan di tebing sungai, formasi batuan di pegunungan, dan pantai.


---
Conglomerate
Conglomerate is a clastic sedimentary rock composed of gravel-sized fragments that are cemented together by natural binding agents such as mud, sand, or clay. The binding process occurs after rock fragments—typically pebbles—become buried within layers of other sedimentary rocks. Conglomerate rocks form over long periods of deposition. They consist of fragments larger than 2 mm in size and can vary in color depending on the composition of the fragments, matrix, and cement.


Conglomerate rock has several uses, including in construction as a building material and as decorative stone. In geological studies, it is used to help determine the age of rock layers because it may contain fossils or specific minerals. Additionally, conglomerate can serve as a reservoir for oil and natural gas. These rocks are commonly found in river cliffs, mountainous rock formations, and coastal areas.
HTMLText_F6CAA422_E9BB_585A_41D6_9C506F18483E.html =
Kotak Antaran
Bahan: Kayu & Kuningan
Asal daerah: Siak & Bengkalis
Fungsi: Sebagai wadah penyimpanan sirih pada acara seserahan


---
Gift Offering Box
Material: Wood & Brass
Region of Origin: Siak & Bengkalis
Function: Used as a container for storing betel leaves during traditional gift exchange ceremonies (seserahan).
HTMLText_C9847414_E9EF_787E_41E8_4030B08C8270.html =
Kuali
Bahan: Kuningan
Fungsi: Sebagai alat masak sehari-hari


---
Wok
Material: Brass
Function: Used as a daily cooking utensil
HTMLText_F5553986_EEFF_76D6_41D0_0F42BF4DEC84.html =
Kukusan
Bahan : Kayu dan Rotan
Fungsi : Untuk menanak nasi


---
Kukusan
Material: Wood and Rattan
Function: Used for steaming rice.
HTMLText_F1558B67_EA56_F647_41E2_8BF0F0D47757.html =
Kuntung
Bahan: Rotan
Fungsi: Tempat ikan yang baru didapat


---
Kuntung
Material: Rattan
Function: A container for freshly caught fish.
HTMLText_F7B79874_E9A7_68BE_41EC_D683225B3A19.html =
Kursi Sunat Rasul/Hitanan
Bahan: Kayu dam Kaca
Fungsi: Sebagai tempat duduk sunat rasul
Deskripsi:
Kursi Sunat Rasul atau kursi khitanan adalah perlengkapan tradisional yang digunakan dalam prosesi sunat rasul (khitanan) di kalangan masyarakat Melayu. Kursi ini dibuat dari bahan kayu dan kaca, dengan desain yang khas dan sering kali dihiasi dengan ukiran atau ornamen bernuansa adat untuk memberikan kesan sakral dan istimewa.


Fungsinya adalah sebagai tempat duduk anak laki-laki yang akan disunat, biasanya digunakan dalam upacara adat yang penuh simbolisme dan penghormatan. Kursi ini tidak hanya berperan secara fungsional, tetapi juga mencerminkan nilai budaya, spiritual, dan kebersamaan dalam tradisi peralihan menuju kedewasaan dalam masyarakat Melayu.


---
Sunat Rasul Chair (Circumcision Chair)
Material: Wood and Glass
Function: Used as a seat during the traditional circumcision ceremony.


Description:
The Sunat Rasul Chair, or circumcision chair, is a traditional furnishing used in the sunat rasul (circumcision) ceremony among Malay communities. Made from wood and glass, the chair features distinctive designs and is often adorned with carvings or culturally themed ornaments to convey a sacred and special ambiance.


Its function is to serve as a seat for the young boy undergoing circumcision, typically during a culturally symbolic ceremony filled with honor and meaning. Beyond its practical use, this chair represents cultural, spiritual, and communal values within the tradition of coming-of-age rites in Malay society.
HTMLText_C19F1E3E_FEFE_CD16_41A3_6D51975113BE.html =
Labu Kaca
Terbuat dari kaca dengan badan lebar berbentuk bulat cembung dan leher sempit yang melebar di bagian atas, serta bagian alas yang datar. Labu kaca ini memiliki tutup menyerupai penyumbat dengan puncaknya berbentuk bulat. Permukaan pundak dan badan labu kaca ini bergelombang dan memiliki kontur garis vertikal. Labu kaca atau yang di Eropa dikenal dengan nama decanter ini bergaya era Victoria dan diperkirakan dibuat pada akhir abad ke-19 masehi. Berfungsi sebagai tempat air cuci tangan pengantin pada saat makan bersama dan sebagai tempat air suci pada saat upacara adat.


---


Glass Flask
Made of glass, it has a wide, convex round body with a narrow neck that flares out at the top, and a flat base. This glass flask features a stopper-like lid with a rounded tip. The shoulder and body surface of the flask are wavy and have vertical contour lines. Known in Europe as a decanter, this flask is styled in the Victorian era and is estimated to have been made in the late 19th century AD. It functions as a container for handwashing water for the bride and groom during communal meals, and as a vessel for holy water during traditional ceremonies.







HTMLText_BF06928D_FEF3_55FA_41E9_D78D61EBD2B4.html =
Labu Kaca
Terbuat dari kaca dengan badan lebar berbentuk bulat cembung dan leher sempit yang melebar di bagian atas, serta bagian alas yang datar. Labu kaca ini memiliki tutup menyerupai penyumbat dengan puncaknya berbentuk pipih datar. Permukaan pundak dan badan labu kaca ini bergelombang dan memiliki kontur garis vertikal. Labu kaca atau yang di Eropa dikenal dengan nama decanter ini bergaya era Victoria dan diperkirakan dibuat pada akhir abad ke-19 masehi. Berfungsi sebagai tempat air cuci tangan penganti pada saat makan bersama dan sebagai tempat air suci pada saat upacara adat.


---


Glass Flask
Made of glass, it has a wide, convex round body with a narrow neck that flares at the top, and a flat base. This glass flask features a lid resembling a stopper with a flat, flattened tip. The surface of the shoulder and body is wavy and decorated with vertical contour lines. Known in Europe as a decanter, this flask is styled in the Victorian era and is estimated to have been made in the late 19th century AD. It served as a container for handwashing water for the bride and groom during communal meals, and as a vessel for holy water during traditional ceremonies.


HTMLText_BF62C3DA_FEF5_7B19_41B3_4AD24AD3BB16.html =
Labu Kaca
Terbuat dari kaca dengan badan lebar berbentuk bulat cembung dan leher sempit yang melebar di bagian atas, serta bagian alas yang datar. Labu kaca ini memiliki tutup menyerupai penyumbat dengan puncaknya berbentuk runcing. Permukaan badan labu kaca ini bergelombang dan memiliki kontur garis vertikal. Labu kaca atau yang di Eropa dikenal dengan nama decanter ini bergaya era Victoria dan diperkirakan dibuat pada akhir abad ke-19 masehi. Berfungsi sebagai tempat air cuci tangan penganti pada saat makan bersama dan sebagai tempat air suci pada saat upacara adat.


---


Glass Flask
Made of glass, with a wide, convex round body, a narrow neck that flares at the top, and a flat base. This glass flask has a stopper-like lid with a pointed top. The surface of the flask’s body is wavy and features vertical contour lines. Known in Europe as a decanter, this glass flask is styled in the Victorian era and is estimated to have been made in the late 19th century AD. It functioned as a container for handwashing water during communal meals and as a vessel for holy water during traditional ceremonies.
HTMLText_C188AABE_FEF3_5516_41E3_01B63BD1CC5B.html =
Labu Kaca
Terbuat dari kaca dengan badan lebar berbentuk bulat cembung dan leher sempit yang melebar di bagian atas, serta bagian alas yang datar. Permukaan badan labu kaca ini memiliki ornamen dekoratif bermotif flora. Labu kaca atau yang di Eropa dikenal dengan nama decanter ini bergaya era Victoria dan diperkirakan dibuat pada akhir abad ke-19 masehi. Berfungsi sebagai tempat air cuci tangan penganti pada saat makan bersama dan sebagai tempat air suci pada saat upacara adat.


---


Glass Flask
Made of glass, it has a wide, convex round body with a narrow neck that flares at the top, and a flat base. The surface of the flask's body features decorative floral-patterned ornaments. Known in Europe as a decanter, this glass flask is styled in the Victorian era and is estimated to have been made in the late 19th century AD. It functioned as a container for handwashing water for the bride and groom during communal meals, and as a vessel for holy water during traditional ceremonies.
HTMLText_3B3FF12C_077F_86C0_4161_3C5DAC1EC261.html =
Layang layang
Bahan: Kertas atau kain parasut
Layang-layang merupakan salah satu permainan rakyat yang terdapat pada masyarakat melayu. Pada umumnya permainan ini dimainkan oleh laki-laki dari anak-anak hingga orang dewasa, dengan secara perorangan maupun berkelompok di tanah lapang pada musim kemarau atau selepas panen. Layang-layang terbuat dari kertas atau kain parasut yang diberi kerangka dari bilah bambu dan dapat diterbangkan dengan bantuan angin setelah diikatkan pada seutas tali atau benang. Di daerah Riau terdapat beberapa jenis layang-layang, antara lain layang-layang Kuwau dan layang-layang Sri Bulan.


---
Kite
Material: Paper or parachute fabric


Kite flying is a traditional folk game found among Malay communities. It is generally played by males, from children to adults, either individually or in groups, typically in open fields during the dry season or after harvest time.


The kite is made from paper or parachute fabric stretched over a bamboo frame. It can fly with the help of the wind once attached to a string or thread. In the Riau region of Indonesia, there are several types of traditional kites, including the Kuwau kite and the Sri Bulan kite, each with unique shapes and cultural significance.
HTMLText_F2402820_EAF3_F1F8_41DD_58B135CD9004.html =
Lelo
Terbuat dari besi, memiliki laras (barrel) berbentuk silinder atau tabung panjang, moncong (muzzle) yang lebih lebar dari larasnya, dan bagian belakang (breech) lebih sempit dari larasnya. Peluru atau bubuk mesiu dimasukkan dari lubang belakang meriam, kemudian untuk menembakkannya suatu alat penyulut atau sumbu dimasukkan dan dinyalakan sehingga peluru terdorong ke depan dan keluar dari moncong. Meriam ini dilengkapi dengan dudukan yang terbuat dari kayu yang berfungsi untuk mengarahkan tembakan meriam ke sasaran. Digunakan sebagai senjata saat berperang dan dibuat sekitar akhir abad ke-19 sampai akhir abad ke-20 masehi.


---
Lelo (Cannon)
Lelo is a traditional cannon made of iron, featuring a cylindrical or long tubular barrel. The muzzle is wider than the barrel, while the breech (rear part) is narrower. Ammunition or gunpowder is loaded through the rear end of the cannon. To fire it, an ignition tool or fuse is inserted and lit, causing the explosion to propel the projectile forward and out through the muzzle. The cannon is mounted on a wooden carriage that allows it to be aimed at a target. It was used as a weapon in warfare and was manufactured around the late 19th to the late 20th century AD.
HTMLText_F03D3B78_EA77_B648_41D4_6CEE17302342.html =
Lembing
Bahan: Besi dan kayu
Fungsi: Digunakan sebagai alat untuk berburu dan membela diri


---
Spear
Material: Iron and wood
Function: Used as a tool for hunting and self-defense.
HTMLText_C78F9949_FFB5_577A_41E1_22B90DD7D70B.html =
Lempung
Batu lempung merupakan jenis batuan yang terbentuk dari proses pelapukan batuan, baik itu batuan metamorf ataupun batuan endapan. Batu lempung memiliki sifat yang liat atau plastis bila dalam keadaan basah. Batuan jenis ini umumnya memiliki struktur yang padat karena tersusun atas mineral yang banyak mengandung silika. Lempung dapat dicetak menjadi bentuk-bentuk tertentu yang tidak berubah setelah kering dan menjadi keras bila dipanaskan. Batu lempung yang terdapat di alam memiliki bentuk yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Lapisan lempung yang terdapat di suatu daerah, terutama yang terletak di antara dua lapisan batuan padat, sering mengakibatkan terjadinya tanah longsor. Hal ini disebabkan sifat lempung yang cenderung berubah bentuk bila mendapat tekanan cukup besar. Bahkan, bila terjadi tekanan mendadak, lempung dapat berubah menjadi fluida yang perubahan bentuknya bergantung pada gaya-gaya yang bekerja terhadap lapisan itu.


Sebagai bahan galian, lempung adalah jenis batuan yang terdiri atas butiran mineral aluminosilikat sangat halus, berbentuk pipih atau memanjang dan berikatan membentuk struktur barlapis atau berbentuk rantai. Mineral aluminosilikat di dalam lempung biasanya mengandung berbagai jenis unsur lain, termasuk logam-logam alkali, alkali tanah, serta besi. Kelompok mineral tersebut antara lain kaolin dan monmorilonit. Jenis lempung kaolin yang komposisi kimianya Al2O3.2SiO2.2H2O digunakan sebagai bahan baku dalam industri keramik. Keramik mutu tinggi, seperti porselen, membutuhkan lempung kaolinit yang kadar kemurniannya cukup tinggi dan butirnya berukuran spesifik. Tetapi untuk pembuatan peralatan rumah tangga seperti perlengkapan sanitasi, bata, dan tegel tidak dibutuhkan lempung dengan kadar kemurnian tinggi. Dalam industri keramik, kaolin dengan kandungan air tertentu dibentuk lalu dipanaskan di dalam tungku yang bersuhu lebih kurang 1.100 °C sehingga menghasilkan benda-benda cukup keras meskipun sifatnya relatif rapuh. Kegunaan kaolin lainnya adalah sebagai salah satu bahan pembuatan bata tahan api dan bahan pengisi dalam pembuatan kertas. Di Indonesia, kaolin banyak terdapat di Pulau Belitung dan dipakai untuk industry keramik dan kertas.


Lempung monmorilonit, terutama yang mengandung natrium (Na), bersifat menyerap air dan dapat memuai berlipat kali dari volumenya semula dalam keadaan kering. Sifat ini timbul karena strukturnya yang berlapis-lapis. Kegunaannya yang terpenting adalah sebagai lumpur pemboran. Lumpur pemboran yang diinjeksikan ke dalam lubang bor berfungsi mendorong bongkah batuan yang dihancurkan mata bor keluar ke permukaan. Penambahan lempung ini bertujuan meningkatkan kekentalan fluida agar mampu mengangkat butir-butir batuan tersebut.


---
Clay
Claystone is a type of rock formed from the weathering process of rocks, either metamorphic or sedimentary. Clay has a sticky or plastic nature when wet. This type of rock generally has a dense structure because it is composed of minerals that are rich in silica. Clay can be molded into specific shapes that remain unchanged after drying and become hard when heated. Naturally occurring claystone has varying forms depending on the location. Clay layers found between two solid rock layers in certain areas often cause landslides. This is due to the nature of clay, which tends to deform under significant pressure. In fact, if sudden pressure occurs, the clay can turn into a fluid, with its deformation depending on the forces acting on the layer.


As a mineral resource, clay is a type of rock composed of very fine aluminosilicate mineral grains, shaped flat or elongated, and bonded in layered or chain-like structures. The aluminosilicate minerals in clay often contain various other elements, including alkali metals, alkaline earth metals, and iron. This group of minerals includes kaolinite and montmorillonite. Kaolinite clay, with the chemical composition Al₂O₃·2SiO₂·2H₂O, is used as a raw material in the ceramics industry. High-quality ceramics, such as porcelain, require kaolinite clay with high purity and specific grain size. However, for household items such as sanitary ware, bricks, and tiles, high-purity clay is not necessary.


In the ceramics industry, kaolin with a specific water content is shaped and then fired in a kiln at approximately 1,100°C, resulting in relatively hard objects, though still brittle. Other uses of kaolin include as a refractory brick material and a filler in paper manufacturing. In Indonesia, kaolin is abundantly found on Belitung Island and is used in the ceramic and paper industries.


Montmorillonite clay, especially those containing sodium (Na), has the ability to absorb water and can swell many times its original dry volume. This property arises from its layered structure. Its most important use is in drilling mud. Drilling mud injected into boreholes serves to push crushed rock fragments from the drill bit to the surface. Adding this type of clay increases the viscosity of the fluid so it can effectively lift rock particles.
HTMLText_C9521C83_FED3_4DEE_41DF_A7CD3801C996.html =
Lesung Indik
Bahan: Kayu
Didapat: Kab. Bengkalis
Fungsi: Sebagai alat penumbuk padi


---
Lesung Indik
Material: Wood
Origin: Bengkalis Regency
Function: Used as a traditional tool for pounding rice.


HTMLText_CC008D8C_FEDD_4FFA_41EC_9AC1A2A18480.html =
Lesung dan Ali
Bahan: Kayu
Fungsi: Sebagai alat untuk menumbuk beras


---
Lesung dan Ali
Material: Wood
Function: Used as tools for pounding rice.
HTMLText_F16C3881_EA51_92B8_41D2_A486A7EBF9F3.html =
Lukah
Bahan: Bambu
Fungsi: Alat menangkap ikan tradisional


---
Lukah
Material: Bamboo
Function: Traditional fish trap.


HTMLText_03569F5F_30E8_4AED_41C6_A3777D4828EA.html =
Lukah
Bahan: Bambu
Fungsi: Alat menangkap ikan tradisional


---
Lukah
Material: Bamboo
Function: Traditional fish trap.


HTMLText_03467F80_30EF_CA53_4176_D540FE870170.html =
Lukah
Bahan: Bambu
Fungsi: Alat menangkap ikan tradisional


---
Lukah
Material: Bamboo
Function: Traditional fish trap.


HTMLText_3D2AFECB_1300_4D85_41A6_3E832DADF93F.html =
Lukah
Bahan: Bambu
Fungsi: Alat menangkap ikan tradisional


---
Lukah
Material: Bamboo
Function: Traditional fish trap.


HTMLText_376AE90B_0539_4C9F_4171_32F41CEF1B34.html =
Mahkota
Merupakan duplikat mahkota Sultan Sri Indrapura


---
Crown
A replica of the crown of the Sultan of Sri Indrapura.
HTMLText_F68D96EB_E585_05C2_41E0_A47E46689D4A.html =
Mak Yong
Mak Yong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih di gemari dan sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum Internasional. Di zaman dahulu, pertunjukkan Mak Yong diadakan oleh orang desa di pematang sawah selesai panen padi.
Dramatari Mak Yong dipertunjukkan di Negara bagian Terengganu, Pattani, Kelantan dan kedah. Selain itu Mak Yong juga mendapat tempat di Kepulauan Riau. Apabila di Negara-negara bagian Malaysia, Mak Yong dimainkan tanpa menggunakan alat, di Kepulauan Riau Mak Yong dimainkan para tokoh/penari dengan menggunakan topeng.
Pertunjukkan Mak Yong yang dimainkan pemusik dan penari, pergelarannya menggabungkan berbagai unsur seperti unsur keagamaan, sandiwara, tari, musik dan vocal dengan naskah yang sederhana. Tokoh Utama pria dan wanitanya dibawakan oleh penari wanita. Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam cerita antara lain pelawak, dewa, jin, pegawai istana dan binatang, dengan iringan alat musik seperti rebab tetawak, canang, mong dan gong.


---
Mak Yong
Mak Yong is a traditional Malay theatrical art form that remains popular and is often showcased as a dance-drama on international stages. In the past, Mak Yong performances were held by villagers in rice fields after the harvest season.


This dance-drama is traditionally performed in the Malaysian states of Terengganu, Pattani, Kelantan, and Kedah. It also holds a significant cultural presence in the Riau Archipelago of Indonesia. While in Malaysia Mak Yong is typically performed without masks, in the Riau Islands the performers or dancers often wear masks to portray their characters.


A Mak Yong performance combines elements of religion, drama, dance, music, and vocal performance, typically with a simple storyline. Interestingly, both male and female lead roles are portrayed by female performers. Other characters in the story include comedians, gods, spirits, palace officials, and animals. The performance is accompanied by traditional musical instruments such as the rebab (a bowed lute), tetawak (gong), canang (small gong), mong, and gong.
HTMLText_D104CBC3_F3A6_FE52_41DC_5F03D3FC274E.html =
Malam (Lilin Batik)
Asal didapat: Kotamadya, Pekanbaru
Deskripsi:
Malam atau lilin batik adalah bahan utama dalam proses membatik yang digunakan untuk menahan warna agar tidak menyerap ke bagian tertentu kain saat pencelupan. Malam ini dioleskan pada kain menggunakan canting (untuk batik tulis) atau cap (untuk batik cap) membentuk motif yang diinginkan.


---
Malam (Batik Wax)
Origin: Municipality of Pekanbaru
Description:
Malam, or batik wax, is a primary material used in the batik-making process to resist dye from penetrating certain areas of the fabric during dyeing. The wax is applied to the cloth using a canting (for hand-drawn batik) or a cap (for stamped batik), forming the desired motifs.
HTMLText_F6EE53FE_EF1B_EC8C_41A8_661E46BC5FF8.html =
Mangkok Getah
Bahan : Tanah Liat
Fungsi : Alat ini digunakan untuk menampung lateks yang mengalir dari batang irisan melalui talang, mangkok di pasang 10 cm dibawah talang.


---
Latex Bowl
Material: Clay
Function: This tool is used to collect latex that flows from the cut on the tree trunk through a spout. The bowl is placed approximately 10 cm below the spout.
HTMLText_F7AB43F2_E9D9_5FBA_41E0_C5D9BC2A7FA3.html =
Mangkok Pendupaan
Bahan: Kuningan
Fungsi: Sebagai tempat membakar kemenyan pada upacara religius


---
Mangkok Pendupaan
Material: Brass
Function: Used as a container for burning incense during religious ceremonies.
HTMLText_2F1D2EF7_0566_C576_4184_42109EF37CD7.html =
Mangkok Sedang
Bahan : Porselin
Fungsi : Peralatan rumah tangga cina dinasti song (960-1279)


---
Medium Bowl
Material: Porcelain
Function: Chinese household utensil from the Song Dynasty (960–1279)
HTMLText_2EE75923_0579_CC8F_418E_9E43ACA351BA.html =
Mangkok
Bahan : Porselin
Fungsi : Peralatan rumah tangga cina dinasti song (960-1279)


---
Bowl
Material: Porcelain
Function: Chinese household utensil from the Song Dynasty (960–1279)


HTMLText_2E381BAE_0579_C396_418D_A75E1F7348C0.html =
Mangkok
Bahan : Porselin
Fungsi : Peralatan rumah tangga cina dinasti song (abad 11-12)


---
Bowl
Material: Porcelain
Function: Chinese household utensil from the Song Dynasty (11th–12th century)
HTMLText_F78051D8_E9EA_DBF6_41CA_74BC37B6EB02.html =
Mangkok
Bahan: Kuningan
Fungsi: Sebagai tempat meletakkan hantaran / digunakan pula sebagai acuab kue


---
Bowl
Material: Brass
Function: Used as a container for offerings or also as a mold for cakes.
HTMLText_F2444C02_EAF1_91B9_41C8_D5B266BBE0D7.html =
Marwas
Marwas diperkirakan berasal dari Timur Tengah dan masuk ke Indonesia bersamaan dengan penyebaran agama Islam. Marwas terbuat dari kayu yang berbentuk silinder dengan kedua ujungnya ditutup oleh membran dari kulit hewan, seperti kulit kambing atau kerbau. Marwas berfungsi sebagai pengiring dalam upacara adatseperti upacara perkawinan, upacara khitanan, upacara maulid nabi dan pertunjukan seni musik tradisional seperti musik marawis. Marwas dimainkan dengan cara dipukul menggunakan tangan atau alat pemukul khusus. Teknik memukul marwas yang berbeda dapat menghasilkan suara yang berbeda pula.


---
Marwas
The marwas is believed to have originated from the Middle East and was introduced to Indonesia along with the spread of Islam. It is made from wood shaped into a cylinder, with both ends covered by animal skin membranes, typically from goats or buffalo.


The marwas serves as an accompaniment instrument in traditional ceremonies such as weddings, circumcision rituals, maulid nabi (celebration of the Prophet Muhammad’s birthday), and in traditional music performances such as marawis music.


It is played by striking the membranes using hands or special beaters. Different striking techniques can produce various sounds, adding rhythmic diversity to the performance.
HTMLText_2E9387F2_055A_C38E_4185_1E8C1DA4A45B.html =
Masjid Penyengat
Nama : Masjid Raya Sultan Riau (Masjid Penyengat)
Dibangun : Oleh yang dipertuan muda raja Abdul Rahman pada tahun 1822
Lokasi : Pulau penyengat (Kep. Riau) 2 Km dari tanjung pinang
Ukuran : 29,30 x 19,50 M
Ciri Khas : 1. Mempunyai 17 buah (menara dengan kubah sebagai perlambangan
17 rakaat sholat sehari semalam.
2. Memakai putih telur sebagai campuran bahan perekat.
3. Terdapat mimbar berukir.


---
Penyengat Mosque
Name: Sultan Riau Grand Mosque (Penyengat Mosque)
Built by: Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman in 1822
Location: Penyengat Island (Riau Archipelago), 2 km from Tanjung Pinang
Size: 29.30 x 19.50 meters


Distinctive Features:


1. Has 17 domed towers symbolizing the 17 rakaat (cycles) of daily prayers in Islam.


2. Uses egg whites as a mixture in the adhesive material for construction.


3. Features a beautifully carved pulpit.


HTMLText_08C1081F_2178_EBBA_41B7_2605BAB7D8F9.html =
Mata Uang Sebelum Kemerdekaan RI
1. Gulden
Bahan : Kertas
Didapat : Pekanbaru
Nilai : Digunakan pada masa penjajahan jepang dengan nilai 1 Gulden


2. Gulden
Bahan : Kertas
Didapat : Pekanbaru
Nilai: Digunakan pada masa penjajahan jepang dengan nilai 5 Gulden


3. Rupiah
Bahan : Kertas
Didapat: Pekanbaru
Nilai : Digunakan pada masa penjajahan jepang dengan nilai 10 Rupiah


4. Rupiah
Bahan: Kertas
Didapat: Pekanbaru
Nilai: Digunakan pada masa penjajahan jepang dengan nilai 100 Rupiah


---
Currency Before the Independence of Indonesia


1.Gulden
Material: Paper
Found in: Pekanbaru
Value: Used during the Japanese occupation with a value of 1 Gulden


2. Gulden
Material: Paper
Found in: Pekanbaru
Value: Used during the Japanese occupation with a value of 5 Gulden


3. Rupiah
Material: Paper
Found in: Pekanbaru
Value: Used during the Japanese occupation with a value of 10 Rupiah


4. Rupiah
Material: Paper
Found in: Pekanbaru
Value: Used during the Japanese occupation with a value of 100 Rupiah
HTMLText_FF8DE0C5_EA77_92BB_41DF_BA9A599B5412.html =
Meja Pari
Meja pari adalah permainan tradisional yang berasal dari Riau. Permainan ini menggunakan papan kayu panjang yang dilubangi sebanyak 16 lubang, 14 lubang sebagai lubang anak dan 2 lubang sebagai lubang induk. Cara bermain meja pari adalah dengan mengisi lubang-lubang anak dengan biji-biji . Setiap pemain memiliki giliran untuk mengambil biji dari lubang anak dan memindahkannya ke lubang lain. Tujuan permainan ini adalah untuk mengumpulkan biji sebanyak-banyaknya di lubang induk. Permainan ini bermanfaat untuk melatih kemampuan berpikir strategis dan matematis karena pemain perlu merencanakan langkah untuk mendapatkan biji terbanyak dan memprediksi langkah lawan.


---
Pari Table Game
Meja Pari is a traditional game originating from Riau. It is played on a long wooden board with 16 holes—14 small holes called anak (child holes) and 2 larger ones known as induk (mother holes). The game begins by placing small game seeds into the anak holes. Players take turns picking up the seeds from one hole and distributing them one by one into the following holes in a circular motion.


The objective of the game is to collect as many seeds as possible in the induk hole. This game helps develop strategic and mathematical thinking, as players must carefully plan their moves to maximize their seed collection while anticipating their opponent's actions.
HTMLText_C56F7018_D479_D2F4_41D3_2C71FD4672F2.html =
Meriam Buluh
Meriam Buluh merupakan salah satu permainan tradisional masyarakat Melayu yang sudah dikenal sejak masa lampau dan sangat populer di berbagai daerah di Riau. Permainan ini dikenal juga dengan berbagai nama, seperti: meriam bambu, bedil bambu, mercon bumbung, long bumbung, dan sebagainya.


Meriam Buluh biasanya dimainkan oleh sekelompok anak laki-laki maupun dewasa sebagai hiburan dalam mengisi waktu senggang, pada sore hari menjelang berbuka puasa dan malam hari selepas sholat Tarawih di bulan Ramadhan. Umumnya dimainkan secara berjajar di sepanjang tepi sungai atau di tanah lapang dengan cara dibunyikan/disulut secara bergantian.


Permainan Meriam Buluh selain sebagai sarana hiburan dalam mengisi waktu senggang, juga dijadikan sebagai sarana dalam berinteraksi dan bersosialisasi. Nilai positif lainya dari permainan Meriam Buluh memungkinkan timbulnya inisiatif, kreativitas anak untuk menciptakan dan berinofasi untuk memproduksi sendiri. Serta yang tidak kalah pentingnya, bahwa permainan tradisional ini sangat demokrasi sehingga dapat dimainkan oleh siapa saja, tanpa mempersoalkan ras, agama, strata sosial dan budaya, sehingga permainan tradisional telah menanamkan “Unity in diversity” atau persatuan dalam keberagaman.


---
Bamboo Cannon
Meriam Buluh is a traditional Malay game that has been known since ancient times and remains popular in many regions of Riau. This game is also known by various other names such as meriam bambu, bedil bambu, mercon bumbung, long bumbung, and more.


Meriam Buluh is typically played by groups of boys or even adults as a form of entertainment to fill their leisure time, especially in the afternoon before breaking the fast or at night after Tarawih prayers during the month of Ramadan. It is usually played in a row along riverbanks or open fields, with each cannon being ignited in turns.


Aside from being a form of entertainment, Meriam Buluh also serves as a medium for interaction and social bonding. It encourages children to develop creativity and initiative by making the bamboo cannon themselves.


Importantly, this traditional game embodies democratic values — it can be played by anyone, regardless of race, religion, social status, or cultural background. In doing so, Meriam Buluh promotes the spirit of "Unity in Diversity."
HTMLText_C157E4D6_FFB2_FD16_41CC_78B478DB74D2.html =
Musang
KLASIFIKASI ILMIAH Musang tergolong dalam Filum Chordata, Kelas Mamalia, termasuk anggota bangsa (ordo) Karnivora, suku (famili) Viverridae, dan marga (genus) Paradoxurus. Nama ilmiah musang adalah Paradoxurus hermaphroditus.


MORFOLOGI Musang merupakan binatang mamalia dengan bentuk tubuh serupa kucing namun lebih besar, tubuh ramping, dan ekor hampir sama panjang dengan tubuhnya. Musang memiliki bulu berwarna abu-abu kecoklatan dengan garis-garis hitam di punggungnya.


UKURAN Panjang tubuh musang sekitar 40 – 70 cm dengan panjang ekor sekitar 30 – 60 cm dan bobotnya dapat mencapai 5 kg.


PERILAKU Musang merupakan binatang yang aktif pada malam hari dan beberapa spesies lebih banyak menghabiskan waktunya di atas pohon, akan tetapi sering turun ke tanah saat mencari makan. Musang termasuk binatang soliter, kecuali saat musim kawin, yang memakan berbagai jenis makanan. Musang memiliki kelanjar aroma yang menghasilkan bau yang khas dan terletak di dekat anus. Aroma yang dikeluarkan musang berfungsi untuk menandai wilayah dan berkomunikasi dengan individu lain.


HABITAT Musang merupakan binatang yang sangat adaptif, biasanya hidup di hutan hujan tropis, hutan sekunder, wilayah perkebunan, dan bahkan area pemukiman. Keberadaan musang tersebar luas di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.


MAKANAN Musang merupakan binatang omnivora yang menyukai buah-buahan manis dan matang, serangga, burung, mamalia kecil, dan sebagainya.


PERKEMBANGBIAKAN Musang berkembang biak dengan melahirkan 2 hingga 4 anak dalam setiap kelahiran dengan masa kehamilan berkisar antara 60 – 65 hari. Anak musang yang baru lahir sangat bergantung pada induknya. Sang induk akan menyusui dan merawat anak-anaknya hingga mereka mampu mencari makan sendiri. Setelah anak musang berusia 1 – 1,5 bulan, induk akan berpisah dari anaknya.


---


Civet
SCIENTIFIC CLASSIFICATION
The civet belongs to the phylum Chordata, class Mammalia, order Carnivora, family Viverridae, and genus Paradoxurus. Its scientific name is Paradoxurus hermaphroditus.


MORPHOLOGY
The civet is a mammal with a body shape similar to a cat but larger, with a slender body and a tail nearly as long as its body. It has grayish-brown fur with black stripes along its back.


SIZE
The civet's body length ranges from 40 to 70 cm, with a tail length of about 30 to 60 cm, and it can weigh up to 5 kg.


BEHAVIOR
Civets are nocturnal animals, with some species spending most of their time in trees but often descending to the ground to forage. They are solitary except during mating season and have a varied diet. Civets possess scent glands near the anus that produce a distinctive odor, which is used to mark territory and communicate with other individuals.


HABITAT
Civets are highly adaptable animals that typically inhabit tropical rainforests, secondary forests, plantations, and even residential areas. They are widely distributed throughout Southeast Asia, including Indonesia.


DIET
Civets are omnivores that enjoy sweet, ripe fruits, as well as insects, birds, small mammals, and more.


REPRODUCTION
Civets reproduce by giving birth to 2 to 4 young per litter after a gestation period of about 60–65 days. Newborn civets are highly dependent on their mother, who nurses and cares for them until they are able to forage on their own. By the age of 1 to 1.5 months, the mother separates from her young.
HTMLText_F2573D04_EAD3_73B8_41AE_7B307EDE0A0B.html =
Nafiri
Nafiri diperkirakan telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Melayu di Riau. Nafiri terbuat dari logam, seperti perunggu atau kuningan. Alat musik ini berbentuk panjang dan lurus, dengan bagian ujung yang melebar seperti corong. Nafiri memiliki lubang tiup di salah satu ujungnya dan lubang suara di ujung lainnya. Alat musik ini sering dikaitkan upacara kerajaan, acara adat seperti upacara perkawinan, khitanan, dan upacara keagamaan. Nafiri juga dimainkan dalam pertunjukan seni musik tradisional seperti musik gamelan Melayu atau musik zapin. Selain itu nafiri juga berguna untuk menyampaikan berita penting kepada masyarakat, seperti pengumuman tentang adanya bahaya atau panggilan untuk berkumpul. Nafiri dimainkan dengan cara ditiup, pemain nafiri meniupkan udara melalui lubang tiup untuk menghasilkan suara.


---
Nafiri
The Nafiri is believed to have existed since the era of Malay kingdoms in Riau. It is made of metal, such as bronze or brass. This musical instrument is long and straight, with a flared end resembling a trumpet bell. It has a mouthpiece on one end and a sound outlet on the other.


The Nafiri is often associated with royal ceremonies and traditional events such as weddings, circumcisions, and religious rituals. It is also played in traditional musical performances such as Malay gamelan or zapin music. In addition to its ceremonial function, the Nafiri was historically used to convey important announcements to the public, such as warnings of danger or calls to gather.


The Nafiri is played by blowing air into the mouthpiece, producing sound through the vibration of air inside the instrument.
HTMLText_C79225A2_D142_ED82_41E5_FEA0917D7841.html =
Pacu Jalur
Pacu Jalur merupakan tradisi budaya masyarakat Rantau Kuantan, yaitu sejenis perlombaan perahu dayung tradisional di Taluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Menurut masyarakat tempatan, yang tinggal di sepanjang Sungai Kuantan, tradisi yang diselenggarakan setiap tahun ini telah berlangsung lebih dari seratus tahun, kononnya sekitar tahun 1900 telah ada perlombaan memacu parahu, yang kita kenal sekarang ini dengan nama Pacu Jalur.


Pada masa lampau Pacu Jalur diselenggarakan di kampung-kampung sepanjang Sungai Kuantan tujuannya untuk merayakan berbagai hari besar Islam. Jalur yang digunakan saat itu berupa perahu besar yang fungsi utamanya untuk mengangkut hasil ladang.


Namun sejak kemerdekaan Pacu Jalur dilaksanakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, dan jalur yang digunakan pun dibuat secara khusus dengan panjang anatara 25 sampai dengan 40 meter yang dapat memuat 40 hingga 60 orang.


---
Pacu Jalur
Pacu Jalur is a cultural tradition of the Rantau Kuantan community in Taluk Kuantan, Kuantan Singingi Regency, Riau Province. It is a traditional rowing boat race held annually along the Kuantan River. According to local residents living along the river, this tradition has been practiced for over a hundred years, with records suggesting that boat races similar to Pacu Jalur existed as early as 1900.


In the past, Pacu Jalur was held in villages along the Kuantan River to celebrate important Islamic holidays. The boats used at that time were large wooden canoes originally intended for transporting agricultural produce.


Since Indonesia’s independence, Pacu Jalur has been celebrated to commemorate the Independence Day of the Republic of Indonesia. The boats, called "jalur," are now specially built for racing, measuring between 25 to 40 meters in length and capable of carrying 40 to 60 rowers.
HTMLText_F35BC57B_E9A7_38AA_419E_F6147D61F80E.html =
Pakaian Kain Samping
Bahan : Kain Katun


Deskripsi:
Berbentuk persegi panjang dengan motif bunga tabur dan wajik, yang memiliki warna kuning.



---
Waist Cloth Attire
Material: Cotton Fabric


Description:
Rectangular in shape, featuring floral scatter and diamond-shaped motifs, predominantly in yellow.


HTMLText_47833FFC_31A8_49B3_41A0_3F54078F5C0E.html =
Pakaian Masyarakat Melayu
Pakaian masyarakat Melayu mencerminkan kesopanan, keanggunan, dan nilai-nilai adat yang dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari maupun acara adat. Ciri khasnya terlihat pada penggunaan baju kurung (untuk wanita) dan baju cekak musang (untuk pria), sering dipadukan dengan kain songket atau sarung bermotif khas. Warna dan motif yang digunakan memiliki makna simbolik, seperti keberanian, kesucian, dan kebijaksanaan. Selain sebagai penutup tubuh, pakaian adat Melayu juga menjadi simbol identitas, kehormatan, serta penghormatan terhadap tradisi dan leluhur.


---
Traditional Clothing of the Malay Community
The traditional clothing of the Malay community reflects modesty, elegance, and the cultural values that are deeply upheld in both daily life and ceremonial events. Its distinctive features are seen in the use of baju kurung (for women) and baju cekak musang (for men), often paired with songket or sarong bearing traditional motifs. The colors and patterns used carry symbolic meanings such as bravery, purity, and wisdom. Beyond serving as a means of covering the body, Malay traditional attire also represents identity, honor, and reverence for tradition and ancestral heritage.


HTMLText_F0C212B7_E58D_1C43_41E4_76B08566C11A.html =
Pakaian Masyarakat Melayu
Pakaian masyarakat Melayu mencerminkan kesopanan, keanggunan, dan nilai-nilai adat yang dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari maupun acara adat. Ciri khasnya terlihat pada penggunaan baju kurung (untuk wanita) dan baju cekak musang (untuk pria), sering dipadukan dengan kain songket atau sarung bermotif khas. Warna dan motif yang digunakan memiliki makna simbolik, seperti keberanian, kesucian, dan kebijaksanaan. Selain sebagai penutup tubuh, pakaian adat Melayu juga menjadi simbol identitas, kehormatan, serta penghormatan terhadap tradisi dan leluhur.


---
Traditional Clothing of the Malay Community
The traditional clothing of the Malay community reflects modesty, elegance, and the cultural values that are deeply upheld in both daily life and ceremonial events. Its distinctive features are seen in the use of baju kurung (for women) and baju cekak musang (for men), often paired with songket or sarong bearing traditional motifs. The colors and patterns used carry symbolic meanings such as bravery, purity, and wisdom. Beyond serving as a means of covering the body, Malay traditional attire also represents identity, honor, and reverence for tradition and ancestral heritage.


HTMLText_F30BD06B_E9A6_D8AA_41DB_8C2ACD03DD2F.html =
Pakaian Ninik Mamak
Bahan: Satin
Didapat: Kampar
Fungsi: Digunakan pada saat acara adat
Deskripsi:
Pakaian Ninik Mamak merupakan busana adat yang dikenakan oleh para pemangku adat atau tetua adat Melayu di Provinsi Riau. Ninik mamak memegang peran penting dalam struktur adat, sehingga busana yang dikenakan mencerminkan wibawa, kehormatan, dan kedudukan tinggi dalam masyarakat.


Ciri khas pakaian ninik mamak adalah penggunaan baju kurung teluk belanga atau cekak musang, berwarna gelap seperti hitam, biru tua, atau hijau botol, yang melambangkan ketegasan dan kebijaksanaan. Busana ini dipadukan dengan kain samping songket, tanjak atau destar sebagai penutup kepala, serta selempang atau salempang di bahu yang menandakan tanggung jawab sosial dan adat.


Selain sebagai pakaian seremonial, busana ini juga menjadi simbol martabat, kepemimpinan, dan warisan budaya Melayu Riau, yang digunakan dalam berbagai acara adat seperti balai adat, musyawarah, atau penyambutan tamu kehormatan.


---
Ninik Mamak Attire
Material: Satin
Origin: Kampar
Function: Worn during traditional ceremonies


Description:
Ninik Mamak attire is the traditional clothing worn by ninik mamak—the customary elders or cultural leaders of the Malay community in Riau Province. As key figures in the traditional social structure, their clothing reflects authority, honor, and high social standing.


The distinctive features of this attire include the use of baju kurung teluk belanga or cekak musang in dark colors such as black, navy blue, or bottle green, symbolizing firmness and wisdom. It is paired with a songket side cloth, a tanjak or destar as a head covering, and a shoulder sash (salempang) signifying social and customary responsibilities.


Beyond ceremonial use, this attire also symbolizes dignity, leadership, and the rich cultural heritage of the Malay Riau community. It is worn during traditional events such as customary councils (balai adat), deliberations (musyawarah), or to welcome honored guests.
HTMLText_F0CE88BB_E585_0C43_41D7_9A6B03A133B0.html =
Pakaian Pengantin Kab. Indragiri Hilir
Pakaian pengantin Kabupaten Indragiri Hilir mencerminkan nilai-nilai luhur budaya Melayu yang kuat di wilayah pesisir timur Riau. Ciri khasnya terletak pada penggunaan baju kurung dan kain songket dengan motif khas, serta dominasi warna-warna cerah seperti kuning keemasan, merah, atau hijau yang melambangkan kemuliaan, kebahagiaan, dan harapan. Pengantin pria biasanya mengenakan tanjak atau destar, sementara pengantin wanita dihiasi dengan perhiasan tradisional seperti dokoh, kalung serati, dan subang. Pakaian ini menjadi simbol kehormatan, kesucian pernikahan, dan identitas budaya masyarakat Indragiri Hilir.


---
Wedding Attire of Indragiri Hilir Regency
The wedding attire of Indragiri Hilir Regency reflects the noble values of Malay culture deeply rooted in the eastern coastal region of Riau. Its distinctive features include the use of baju kurung and songket fabric with traditional patterns, as well as bright dominant colors such as golden yellow, red, or green symbolizing nobility, happiness, and hope. The groom typically wears a tanjak or destar, while the bride is adorned with traditional jewelry such as dokoh, serati necklace, and subang (earrings). This attire serves as a symbol of honor, the sanctity of marriage, and the cultural identity of the Indragiri Hilir community.
HTMLText_F6247C4F_E585_04C2_41AD_ADFCA916D728.html =
Pakaian Pengantin Kab. Indragiri Hulu
Pakaian Pengantin Kabupaten Indragiri Hulu merupakan busana adat khas masyarakat Melayu Riau yang sarat dengan nilai tradisi, estetika, dan makna simbolik. Digunakan dalam prosesi pernikahan adat di wilayah Indragiri Hulu, pakaian ini mencerminkan keanggunan, kehormatan, dan identitas budaya lokal.


Pengantin Pria:
Pengantin pria mengenakan baju kurung cekak musang yang dipadukan dengan kain samping songket, tanjak (tengkolok) sebagai penutup kepala, serta pending (ikat pinggang emas). Warna busana biasanya mencolok seperti emas, merah marun, atau ungu tua, yang melambangkan keberanian dan kemuliaan.


Pengantin Wanita:
Pengantin wanita memakai baju kurung labuh atau kebaya panjang yang dipadukan dengan kain songket bermotif khas Melayu, serta dihiasi dengan perhiasan tradisional seperti subang (anting), kalung serati, dokoh (hiasan dada), dan hiasan kepala. Penampilan ini menunjukkan kelembutan, kesopanan, dan martabat seorang wanita Melayu.


Pakaian pengantin Indragiri Hulu tidak hanya memperlihatkan keindahan visual, tetapi juga menjadi simbol dari adat-istiadat pernikahan Melayu, yang menjunjung tinggi kesucian pernikahan, penghormatan terhadap leluhur, serta nilai gotong royong dan kekeluargaan dalam masyarakat setempat.


---
Wedding Attire of Indragiri Hulu Regency
The Wedding Attire of Indragiri Hulu Regency is a traditional costume of the Riau Malay community, rich in tradition, aesthetic value, and symbolic meaning. Worn during traditional wedding ceremonies in the Indragiri Hulu region, this attire reflects elegance, honor, and local cultural identity.


Groom:
The groom wears a baju kurung cekak musang paired with songket sarong, tanjak (tengkolok) as a head covering, and pending (gold belt). The colors of the attire are typically striking, such as gold, maroon, or deep purple, symbolizing bravery and nobility.


Bride:
The bride wears a baju kurung labuh or long kebaya combined with songket fabric bearing traditional Malay motifs, and adorned with traditional jewelry such as subang (earrings), kalung serati, dokoh (chest ornament), and headpieces. This appearance reflects the gentleness, modesty, and dignity of a Malay woman.


The wedding attire of Indragiri Hulu not only showcases visual beauty but also serves as a symbol of traditional Malay wedding customs, upholding the sanctity of marriage, respect for ancestors, and the values of mutual cooperation and familial bonds within the local community.
HTMLText_F2A7E16C_E9BE_F8AE_41DB_F0AAC5C5E7AA.html =
Pakaian Pengantin Kab.Kuantan Singingi
Bahan:Kain songket dan satin.
Deskripsi:
Pakaian pengantin Kuantan Singingi menggunakan kain songket sebagai bahan utama, yang dihiasi dengan benang emas atau perak, serta dipadukan dengan kain satin untuk menambah kesan mewah dan elegan. Songket yang digunakan memiliki motif khas Melayu Kuansing, mencerminkan keindahan dan makna filosofi budaya lokal. Kain-kain ini dipilih untuk menggambarkan kemuliaan, kebesaran, dan harapan akan kehidupan rumah tangga yang harmonis dalam upacara pernikahan adat Melayu Kuantan Singingi.


---
Wedding Attire of Kuantan Singingi Regency
Material: Songket and satin
Description:
The wedding attire of Kuantan Singingi Regency uses songket as the main fabric, adorned with gold or silver threads, and combined with satin to enhance its luxurious and elegant appearance. The songket features distinctive Kuansing Malay motifs, reflecting the beauty and philosophical meanings of local culture. These fabrics are chosen to symbolize nobility, grandeur, and the hope for a harmonious married life in the traditional Kuantan Singingi Malay wedding ceremony.
HTMLText_F19EE1EC_E5FB_1FC6_41CC_2947526D6DFC.html =
Pakaian Pengantin Kepulauan Riau
Pakaian pengantin Kepulauan Riau mencerminkan keanggunan dan nilai-nilai luhur budaya Melayu pesisir. Ciri khasnya terletak pada penggunaan kain songket bercorak khas daerah, warna-warna mencolok seperti emas, biru, atau hijau zamrud, serta tanjak atau destar pada pria dan hiasan kepala berornamen emas pada wanita. Selain memperindah penampilan, pakaian ini menjadi simbol kehormatan, kesopanan, dan warisan adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Kepulauan Riau.


---
Wedding Attire of the Riau Archipelago
The wedding attire of the Riau Archipelago reflects the elegance and noble values of coastal Malay culture. Its distinctive features lie in the use of songket fabric with regional motifs, vibrant colors such as gold, blue, or emerald green, as well as the tanjak or destar worn by the groom and gold-ornamented headpieces worn by the bride. Beyond its aesthetic appeal, this attire symbolizes honor, modesty, and the cherished cultural heritage upheld by the people of the Riau Archipelago.


HTMLText_F6685067_E58A_FCC3_41CC_31072A5D7628.html =
Pakaian Pengantin Kota Pekanbaru
Pakaian Pengantin Kota Pekanbaru merupakan busana adat yang mencerminkan kekayaan budaya Melayu Riau, khususnya dari wilayah ibu kota Provinsi Riau, yaitu Pekanbaru. Pakaian ini digunakan dalam upacara pernikahan adat Melayu, dengan desain yang anggun, penuh makna, dan sarat akan nilai-nilai adat istiadat.


Busana pengantin pria biasanya terdiri dari baju kurung cekak musang, lengkap dengan kain samping songket, tanjak (destar), dan pending (ikat pinggang emas). Sementara itu, pengantin wanita mengenakan baju kurung labuh atau kebaya panjang, dihiasi dengan kain songket, tudung kepala (selayah), dan perhiasan tradisional seperti kalung serati, subang, dan dokoh.
Warna pakaian pengantin sering kali didominasi oleh emas, merah, ungu, atau hijau, yang melambangkan kemuliaan, kemakmuran, dan kebahagiaan. Hiasan tambahan seperti bordiran benang emas dan motif flora khas Melayu turut memperindah tampilan keseluruhan busana.


Pakaian pengantin Kota Pekanbaru bukan hanya sekadar busana, tetapi juga simbol jati diri Melayu Riau, serta perwujudan dari nilai adat, kehormatan keluarga, dan kesakralan pernikahan dalam budaya setempat.


---
Pekanbaru City Wedding Attire
Pekanbaru City Wedding Attire is a traditional costume that reflects the rich cultural heritage of Riau Malay society, particularly from the capital city of Riau Province, Pekanbaru. This attire is worn during traditional Malay wedding ceremonies, featuring elegant designs filled with meaning and deeply rooted in customary values.


The groom typically wears a baju kurung cekak musang, paired with a songket sarong, tanjak (traditional headgear), and pending (gold belt). Meanwhile, the bride wears a baju kurung labuh or long kebaya, adorned with songket fabric, head covering (selayah), and traditional jewelry such as kalung serati, subang, and dokoh.


The wedding attire is often dominated by colors such as gold, red, purple, or green, symbolizing nobility, prosperity, and happiness. Additional embellishments like gold thread embroidery and typical Malay floral motifs further enhance the beauty of the overall appearance.


The Pekanbaru City Wedding Attire is more than just clothing—it is a symbol of Riau Malay identity and an embodiment of tradition, family honor, and the sacredness of marriage in local culture.
HTMLText_F0C87967_E5FD_0CC3_41B4_0E7BB5B14AF7.html =
Pakaian Pengantin Rokan Hulu
Pakaian pengantin Rokan Hulu mencerminkan kekayaan budaya Melayu yang menjunjung tinggi nilai adat, kehormatan, dan martabat. Ciri khas busana ini terletak pada penggunaan baju berwarna hitam berpadu dengan nuansa keemasan, yang melambangkan keagungan, wibawa, dan kemuliaan. Pengantin pria mengenakan tanjak atau destar berhias, sedangkan pengantin wanita dihiasi dengan perhiasan tradisional seperti mahkota, kalung serati, dan subang. Pakaian ini tidak hanya menampilkan keindahan visual, tetapi juga menjadi simbol identitas budaya dan warisan adat masyarakat Rokan Hulu.


---
Wedding Attire of Rokan Hulu
The wedding attire of Rokan Hulu reflects the rich Malay culture that upholds values of tradition, honor, and dignity. Its distinctive feature lies in the use of black clothing combined with golden accents, symbolizing grandeur, authority, and nobility. The groom wears a decorated tanjak or destar, while the bride is adorned with traditional jewelry such as a crown, serati necklace, and subang (earrings). This attire not only showcases visual beauty but also serves as a symbol of cultural identity and the ancestral heritage of the Rokan Hulu community.
HTMLText_F1D16F2C_E58F_0445_41DB_6BF4B77FEA82.html =
Pakaian Pengantin Siak Sri Indrapura
Pakaian pengantin Siak Sri Indrapura mencerminkan kemegahan dan kemuliaan budaya Melayu yang pernah berjaya di masa Kesultanan Siak. Ciri khasnya tampak pada penggunaan kain songket mewah dengan warna dominan emas atau kuning keemasan, yang melambangkan keagungan dan kebangsawanan. Pengantin pria mengenakan baju kurung lengkap dengan tanjak berhias, sementara pengantin wanita mengenakan busana adat yang dipadukan dengan perhiasan khas istana, seperti mahkota, dokoh, dan kalung serati. Pakaian ini bukan hanya simbol pernikahan, tetapi juga mencerminkan warisan budaya istana, kehormatan keluarga, dan kebesaran tradisi Melayu Siak.


---
Wedding Attire of Siak Sri Indrapura
The wedding attire of Siak Sri Indrapura reflects the grandeur and nobility of Malay culture that once flourished during the era of the Siak Sultanate. Its distinctive features lie in the use of luxurious songket fabric with dominant golden or yellow-gold colors symbolizing majesty and aristocracy. The groom wears a full baju kurung ensemble complete with a decorated tanjak, while the bride dons traditional attire adorned with royal jewelry such as a crown, dokoh, and serati necklace. This attire is not only a symbol of matrimony, but also represents the royal cultural heritage, family honor, and the splendor of the Malay tradition in Siak.


HTMLText_F2DC5306_E9AE_D85A_41E2_B7AB0713D6C1.html =
Pakaian Sehari-hari
Bahan: Songket
Didapat: Kab. Siak Indrapura
Fungsi: Pakaian harian masyarakat Melayu


---
Everyday Clothing
Material: Songket
Origin: Siak Indrapura Regency
Function: Daily attire of the Malay community


HTMLText_FF8EDA88_EA71_B6C9_41C7_E3E2C7E3B923.html =
Papan Rimau
Permainan papan rimau diyakini telah dimainkan di wilayah Kepulauan Riau selama berabad-abad yang lalu. Permainan ini terdiri atas papan yang terbuat dari kayu atau bahan lainnya dan memiliki pola garis dan titik yang khas. Permainan ini dimainkan dengan cara bergantian memindahkan biji permainan mereka di sepanjang garis dan titik pada papan permainan, biji permainan dapat dipindahkan ke titik kosong yang berdekatan atau dalam beberapa versi melompati satu biji permainan lawan dan permainan ini akan berakhir saat menangkap semua biji pemain lawan atau saat lawan terjebak sehingga tidak dapat bergerak. Permainan ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir strategis dan pemecahan masalah serta permainan ini dapat melatih kesabaran dan ketekunan.



---
Tiger Board Game
The Papan Rimau board game is believed to have been played in the Riau Archipelago region for centuries. The game features a board made of wood or other materials, marked with distinct lines and dots. Players take turns moving their game pieces along the lines and dots of the board. Pieces can be moved to adjacent empty dots, or in some versions, by jumping over an opponent’s piece. The game ends when all of the opponent’s pieces are captured, or when the opponent is trapped and unable to move.


This game is designed to develop strategic thinking and problem-solving skills. It also trains players in patience and perseveranc
HTMLText_F56B5928_EEF5_17DA_41C4_CD5FB986C1E5.html =
Papan Selancar
Papan selancar adalah papan yang terbuat dari kayu dan dibuat memanjang dengan ujung-ujung yang melengkung seperti papan setrika. Papan ini dirancang untuk olahraga selancar, yaitu olahraga air yang dilakukan dengan cara meluncur di atas permukaan ombak.


---
Surfboard
A surfboard is a board made of wood, designed with a long shape and curved ends resembling an ironing board. This board is specifically crafted for the sport of surfing, a water sport performed by riding on the surface of waves.
HTMLText_F72C77C5_EF0E_14FD_41D1_F19A1DF0AB4A.html =
Parang
Bahan : Besi biasa
Fungsi : Sebagai alat potong atau alat tebas terutama semak belukar


---
Parang
Material: Ordinary Iron
Function: Used as a cutting or slashing tool, especially for clearing bushes.
HTMLText_5B3C0931_08CA_86C0_419A_C7ACC2554ADC.html =
Parang
Bahan: Besi dan Kayu
Didapat: Bengkalis
Deskripsi:
Parang adalah alat yang digunakan untuk menebas rerumputan liar di perkebunan kelapa, persawahan, perladangan dll.


---
Parang
Material: Iron and Wood
Origin: Bengkalis
Description:
The parang is a tool used for clearing wild grass in coconut plantations, rice fields, farms, and other agricultural areas.


HTMLText_F09B2627_EA32_91F8_41E0_F53865EED8A6.html =
Pasmina Kasmir
Bahan: Kain Sutra
Bentuk: Berbentuk persegi panjang dengan warna dasar ungu, motif flora warna jambu, hijau, dan kuning pada bagian bawah dan atas kain sedangkan pada bagian tengahnya bermotif garis-garis.


---
Kashmir Pashmina
Material: Silk Fabric
Shape: Rectangular in shape with a purple base color. It features floral motifs in pink, green, and yellow on the top and bottom edges, while the center is decorated with striped patterns.



HTMLText_2E6365B1_056F_C78B_415A_405E82A6A805.html =
Pasu
Bahan : Ston Ware
Fungsi : Peralatan rumah tangga


---
Vase
Material: Stoneware
Function: Household utensil


HTMLText_28766B5B_0569_4CBF_416E_D3683732ABAB.html =
Pasu
Bahan : Tanah Liat
Fungsi : Peralatan rumah tangga


---
Vase
Material: Clay
Function: Household utensil
HTMLText_4C000690_2F09_08DC_41BD_61D3335B4ADD.html =
Pelita
Bahan: Kuningan
Asal ditemukan: Kampar
Pelita adalah alat penerangan tradisional yang menggunakan bahan bakar minyak tanah atau minyak dan lain-lain dengan sumbu sebagai tempat pembakarannya. Pelita sering digunakan sebagai sumber pencahayaan di rumah-rumah sebelum ditemukannya listrik. Pelita biasanya terbuat dari bahan logam seperti kuningan, kaca, keramik, atau bambu. Pelita dengan desain yang indah sering digunakan sebagai elemen dekoratif dalam acara-acara tradisional atau sebagai pajangan di rumah.


---
Pelita
Material: Brass
Place of Origin: Kampar


Pelita is a traditional lighting tool that uses kerosene or oil as fuel, with a wick as the burning point. It was commonly used as a source of light in homes before the invention and spread of electricity.


Pelita is typically made from materials such as brass, glass, ceramic, or bamboo. In addition to its practical use, beautifully designed pelitas are often used as decorative elements during traditional ceremonies or displayed as ornamental items in homes.
HTMLText_C5F5224C_D319_4F7D_4180_D81E5AF80BB3.html =
Pelita
Bahan: Kuningan
Asal ditemukan: Kampar
Pelita adalah alat penerangan tradisional yang menggunakan bahan bakar minyak tanah atau minyak dan lain-lain dengan sumbu sebagai tempat pembakarannya. Pelita sering digunakan sebagai sumber pencahayaan di rumah-rumah sebelum ditemukannya listrik. Pelita biasanya terbuat dari bahan logam seperti kuningan, kaca, keramik, atau bambu. Pelita dengan desain yang indah sering digunakan sebagai elemen dekoratif dalam acara-acara tradisional atau sebagai pajangan di rumah.


---
Pelita
Material: Brass
Place of Origin: Kampar


Pelita is a traditional lighting tool that uses kerosene or oil as fuel, with a wick as the burning point. It was commonly used as a source of light in homes before the invention and spread of electricity.


Pelita is typically made from materials such as brass, glass, ceramic, or bamboo. In addition to its practical use, beautifully designed pelitas are often used as decorative elements during traditional ceremonies or displayed as ornamental items in homes.
HTMLText_4D831388_2F09_08CE_41BF_442EBB1D8217.html =
Pelita
Bahan: Kuningan
Asal ditemukan: Pulau Kijang, Kep. Riau
Pelita adalah alat penerangan tradisional yang menggunakan bahan bakar minyak tanah atau minyak dan lain-lain dengan sumbu sebagai tempat pembakarannya. Pelita sering digunakan sebagai sumber pencahayaan di rumah-rumah sebelum ditemukannya listrik. Pelita biasanya terbuat dari bahan logam seperti kuningan, kaca, keramik, atau bambu. Pelita dengan desain yang indah sering digunakan sebagai elemen dekoratif dalam acara-acara tradisional atau sebagai pajangan di rumah.


---
Pelita
Material: Brass
Place of Origin: Pulau Kijang, Riau Archipelago


Pelita is a traditional lighting device that uses kerosene or other types of oil as fuel, with a wick serving as the burning point. It was commonly used as a light source in homes before the advent of electricity.


Pelitas are usually made from materials such as brass, glass, ceramic, or bamboo. Those with intricate designs are often used as decorative elements in traditional ceremonies or displayed as ornaments in homes.
HTMLText_FF1C0493_EA2E_B2D8_41E3_A03B9CC0700C.html =
Pelita
Bahan: Kuningan
Asal ditemukan: Pulau Kijang, Kep. Riau
Pelita adalah alat penerangan tradisional yang menggunakan bahan bakar minyak tanah atau minyak dan lain-lain dengan sumbu sebagai tempat pembakarannya. Pelita sering digunakan sebagai sumber pencahayaan di rumah-rumah sebelum ditemukannya listrik. Pelita biasanya terbuat dari bahan logam seperti kuningan, kaca, keramik, atau bambu. Pelita dengan desain yang indah sering digunakan sebagai elemen dekoratif dalam acara-acara tradisional atau sebagai pajangan di rumah.


---
Pelita
Material: Brass
Place of Origin: Pulau Kijang, Riau Archipelago


Pelita is a traditional lighting device that uses kerosene or other types of oil as fuel, with a wick serving as the burning point. It was commonly used as a light source in homes before the advent of electricity.


Pelitas are usually made from materials such as brass, glass, ceramic, or bamboo. Those with intricate designs are often used as decorative elements in traditional ceremonies or displayed as ornaments in homes.
HTMLText_2D851DD0_0579_4789_4184_70A2FB3A08A9.html =
Peluru
Bahan : Besi
Merupakan isian dari senapan


---
Bullet
Material: Iron
Used as ammunition for a rifle.
HTMLText_F7D578E8_EF76_3CB4_41D2_C15C6F2E4FCC.html =
Pemikat Burung Puyuh
Bahan : Kayu
Didapat: Kab.Kampar
Fungsi: Digunakan sebagai tempat burung kuaran


---
Quail Bird Caller
Material: Wood
Origin: Kampar Regency
Function: Used as a decoy to attract quail birds.
HTMLText_221A39A6_0040_54C0_413A_995B514234C8.html =
Penyu
KLASIFIKASI ILMIAH Penyu tergolong dalam Filum Chordata, Kelas Reptilia (Sauropsida), termasuk bangsa (ordo) Testudinata (Testudines). Penyu hijau, penyu sisik, penyu tempayan, dan penyu kembang tergolong suku (famili) Cheloniidae; sedangkan penyu belimbing termasuk suku Dermochelyidae. Nama ilmiah penyu hijau Chelonia mydas, penyu sisik Eretmochelys imbricata, penyu tempayan Caretta caretta, penyu kembang Lepidochelys olivacea, dan penyu belimbing Dermochelys coriacea.


MORFOLOGI Bentuk tubuh penyu mirip kura-kura dengan keempat tungkainya menyerupai sirip. Tubuh penyu dilindungi oleh tempurung (karapas) pada bagian atas dan oleh plastron pada bagian bawah. Kaki-kakinya yang telah beradaptasi ke bentuk menyerupai dayung, dipakai sebagai alat gerak di dalam air. Tidak seluruh kepala dan lehernya bisa dimasukkan ke dalam karapas.


UKURAN Penyu memiliki ukuran dan bobot yang beragam. Penyu terkecil dimiliki oleh spesies penyu kembang dengan panjang tubuh mencapai 1 m dan bobot sekitar 45 kg. Sedangkan penyu terbesar dimiliki oleh spesies penyu belimbing dengan panjang tubuh mencapai 2,4 m dan bobot sekitar 900 kg.


PERILAKU Bangsa penyu termasuk penyelam yang tangguh, meskipun bernapas dengan paru-paru, karena penyu mampu menghirup oksigen dari dalam air. Sebaliknya, binatang ini canggung untuk berjalan di darat. Penyu betina membuat sarang dengan menggali lubang di pantai yang berpasir untuk menyimpan telurnya. Setelah bertelur, sang induk kembali masuk ke air dan meninggalkan telur-telurnya. Lintasan jalan penyu betina saat menuju ke darat berbeda dengan lintasan jalan meniggalkan daratan.


HABITAT Pada umumnya, penyu menyukai bagian laut yang lebih panas dan dekat dengan pantai. Penyu bermigrasi dari pulau satu ke pulau lain, karena hampir seluruhnya siklus penyu di hidupkan di lautan lepas, mengarungi samudra dan melintasi batas teritorial negara.


MAKANAN Kebanyakan penyu bersifat omnivor, meskipun ada juga beberapa jenis yang bersifat herbivor dan karnivor. Pakan penyu berupa berbagai binatang laut kecil, seperti ubur-ubur, ikan kecil, cumi-cumi, kerang, remis, dan terumbu karang. Penyu juga sering memakan tumbuhan laut seperti rumput laut.


PERKEMBANGBIAKAN Musim bertelur penyu terjadi sepanjang tahun, dan tiap penyu akan bertelur sekitar 6 – 7 kali setiap tahunnya, dengan interval masa peneluran selama 12 – 14 hari. Meskipun demikian, dalam musim-musim tertentu, biasanya selama 2 – 5 bulan dalam setahunnya terjadi produksi telur yang berlimpah. Telur penyu berwarna putih dengan ukuran sebesar bola pingpong dan berkerabang lembek. Jumlahnya tiap kali peneluran barvariasi, namun dapat mencapai lebih dari 100 butir. Selesai mengeluarkan telur yang terakhir, lubang telur ditutupnya Kembali dengan pasir sambil agak dipadatkan oleh kaki belakangnya. Lalu dengan menggerakkan kaki depan, penyu menimbun lubang badannya sampai tidak tampak bekasnya. Di Indonesia, produksi telur penyu yang paling berlimpah terjadi pada musim kemarau, yaitu antara Juli dan Oktober. Telur penyu dapat menetas tanpa dierami induknya, hanya dengan bantuan sinar matahari. Telur penyu sering menetas setelah diletakkan dalam sarang selama lebih kurang 50 hari. Telur-telur yang menetas ditandai dengan mulai keluarnya anakan penyu (tukik) dari permukaan pasir yang menutupi lubang sarang. Tukik keluar dari sarangnya secara serentak dan selanjutnya berjalan ke laut untuk melanjutkan kehidupannya sampai menjadi dewasa. Umur dewasa penyu dicapai setelah 6 – 7 tahun.


---


Sea Turtle


SCIENTIFIC CLASSIFICATION
Sea turtles belong to the Phylum Chordata, Class Reptilia (Sauropsida), and are included in the order Testudinata (Testudines). Green turtles, hawksbill turtles, loggerhead turtles, and olive ridley turtles belong to the family Cheloniidae; while the leatherback turtle belongs to the family Dermochelyidae.
The scientific name of the green turtle is Chelonia mydas, hawksbill turtle is Eretmochelys imbricata, loggerhead turtle is Caretta caretta, olive ridley turtle is Lepidochelys olivacea, and leatherback turtle is Dermochelys coriacea.


MORPHOLOGY
The body shape of sea turtles resembles that of tortoises, with all four limbs shaped like flippers. The body of the turtle is protected by a shell (carapace) on the top and by a plastron on the bottom. Their feet, which have adapted into paddle-like shapes, are used as tools for movement in the water. Not all of their head and neck can be pulled into the carapace.


SIZE
Sea turtles have various sizes and weights. The smallest turtle species is the olive ridley turtle with a body length of up to 1 meter and a weight of around 45 kg. Meanwhile, the largest sea turtle species is the leatherback turtle with a body length of up to 2.4 meters and a weight of around 900 kg.


BEHAVIOR
Sea turtles are tough divers, even though they breathe with lungs, because they can absorb oxygen from within the water. On the other hand, this animal is awkward when walking on land. Female turtles make nests by digging holes in sandy beaches to store their eggs. After laying eggs, the mother returns to the water and leaves her eggs. The path the female turtle takes when going to land differs from the path when leaving the land.


HABITAT
In general, sea turtles prefer warmer ocean areas and areas near the coast. Sea turtles migrate from one island to another because almost their entire life cycle is spent in the open sea, crossing oceans and traversing national territorial boundaries.


FOOD
Most sea turtles are omnivores, although some types are herbivores and carnivores. Turtle food consists of various small marine animals such as jellyfish, small fish, squid, clams, mussels, and coral reefs. Turtles also often eat marine plants such as seaweed.


REPRODUCTION
The sea turtle egg-laying season occurs year-round, and each turtle will lay eggs about 6–7 times a year, with intervals of 12–14 days between egg-laying periods. However, in certain seasons, usually for 2–5 months a year, there is an abundance of egg production. Sea turtle eggs are white and about the size of a ping pong ball, with soft shells. The number of eggs in each laying varies, but can reach more than 100 eggs. After laying the last egg, the hole is covered again with sand and slightly compacted by the hind legs. Then, using the front flippers, the turtle covers the body hole so that no trace remains.
In Indonesia, the most abundant turtle egg production occurs during the dry season, between July and October. Turtle eggs can hatch without being incubated by the mother, only with the help of sunlight. Turtle eggs often hatch after being buried in the nest for about 50 days. The hatching of the eggs is marked by the emergence of baby turtles (hatchlings) from the surface of the sand covering the nest hole. The hatchlings emerge from the nest simultaneously and then crawl to the sea to continue their lives until adulthood. Sea turtles reach adulthood after 6–7 years.







HTMLText_F53E7885_EEEB_16D5_41E7_5B0373CBDEEC.html =
Perahu Kajang
Perahu kajang merupakan alat transportasi tradisional sekaligus menjadi rumah pada masa lampau bagi masyarakat Orang Laut. Dahulu, seluruh aktifitas sehari-hari, seperti menangkap ikan, memasak, makan, tidur hingga melahirkan dilakukan di atas perahu kajang. PErahu ini memiliki atap yang dinamakan kajang lipat. Kajang bisa digunakan di perahu dengan cara dipasang dan dilepaskan sesuai keinginan. Kajang yang dilepaskan dari perahu bisa dilipat dan disimpan di rumah. Kajang lipat berbahan dari daun mengkuang yang diikat pada bingkai yang berbahan rotan. Pengikat daun mengkuang dengan bingkai juga berbahan rotan.


---
Kajang Boat
The Kajang boat is a traditional means of transportation and also served as a home in the past for the Orang Laut (Sea People) community. In the past, all daily activities—such as fishing, cooking, eating, sleeping, and even giving birth—were carried out aboard the Kajang boat. This boat is equipped with a roof called kajang lipat (foldable kajang). The kajang can be used on the boat by attaching and detaching it as needed. When removed, the kajang can be folded and stored at home. The kajang lipat is made from mengkuang leaves tied to a rattan frame, and the leaf bindings to the frame are also made of rattan.
HTMLText_C3B7EAE3_F2E7_7E51_4180_AD30770EF3DC.html =
Perahu Kajang
Perahu kajang merupakan alat transportasi tradisional sekaligus menjadi rumah pada masa lampau bagi masyarakat Orang Laut. Dahulu, seluruh aktifitas sehari-hari, seperti menangkap ikan, memasak, makan, tidur hingga melahirkan dilakukan di atas perahu kajang. PErahu ini memiliki atap yang dinamakan kajang lipat. Kajang bisa digunakan di perahu dengan cara dipasang dan dilepaskan sesuai keinginan. Kajang yang dilepaskan dari perahu bisa dilipat dan disimpan di rumah. Kajang lipat berbahan dari daun mengkuang yang diikat pada bingkai yang berbahan rotan. Pengikat daun mengkuang dengan bingkai juga berbahan rotan.


---
Kajang Boat
The Kajang boat is a traditional means of transportation and also served as a home in the past for the Orang Laut (Sea People) community. In the past, all daily activities—such as fishing, cooking, eating, sleeping, and even giving birth—were carried out aboard the Kajang boat. This boat is equipped with a roof called kajang lipat (foldable kajang). The kajang can be used on the boat by attaching and detaching it as needed. When removed, the kajang can be folded and stored at home. The kajang lipat is made from mengkuang leaves tied to a rattan frame, and the leaf bindings to the frame are also made of rattan.
HTMLText_F529B870_EEF5_764A_41D2_4C5DD4768977.html =
Perahu Layar
Perahu layar terbuat dari kayu berbentuk panjang, bahagian haluan dan kemudinya runcing. Pada kemudi ada tempat berteduh yang diberi atap yang terbuat dari kayu. Lambungnya bulat dan mekar ke atas, di sebelah haluan terdapat satu buah tiang untuk mengikatkan layarnya. Di atas ujung sauknya terdapat kayu mencuat ke depan yang disebut dengan “jolong-jolong” untuk pengikat tali layar kecil di depan, sedangkan layar besar mengarah ke haluan. Kemudi dipasang pada sauk belakang, tiang layarnya dapat dibuka dan dipasang. Tempat tiang layar tegak disebut “papan sengkar”. Untuk membawa perahu ke tepi disediakan galah yang berfungsi untuk menahan perahu setelah layar digulung. Perahu ini terbuat dari kayu dan layarnya dari kain berwarna putih. Fungsi perahu ini adalah sebagai alat perhubungan dan sarana untuk menangkap ikan.


---
Sailboat
The sailboat is made of wood with an elongated shape, featuring pointed ends at both the bow and the stern. At the stern, there is a sheltered area with a wooden roof. The hull is rounded and flares upward. Near the bow, there is a single mast used to attach the sail. At the tip of the prow, there is a forward-jutting piece of wood called “jolong-jolong,” used to tie the small front sail, while the main sail faces toward the bow. The rudder is installed at the rear, and the mast can be removed or reattached as needed. The vertical base for the mast is called “papan sengkar.” A pole is provided to help bring the boat ashore and to hold it in place after the sail is lowered. This boat is made of wood, and its sails are typically white fabric. The function of this boat is for transportation and fishing purposes.
HTMLText_C3F2DAC4_F2ED_1E56_41E4_D56882026554.html =
Perahu Layar
Perahu layar terbuat dari kayu berbentuk panjang, bahagian haluan dan kemudinya runcing. Pada kemudi ada tempat berteduh yang diberi atap yang terbuat dari kayu. Lambungnya bulat dan mekar ke atas, di sebelah haluan terdapat satu buah tiang untuk mengikatkan layarnya. Di atas ujung sauknya terdapat kayu mencuat ke depan yang disebut dengan “jolong-jolong” untuk pengikat tali layar kecil di depan, sedangkan layar besar mengarah ke haluan. Kemudi dipasang pada sauk belakang, tiang layarnya dapat dibuka dan dipasang. Tempat tiang layar tegak disebut “papan sengkar”. Untuk membawa perahu ke tepi disediakan galah yang berfungsi untuk menahan perahu setelah layar digulung. Perahu ini terbuat dari kayu dan layarnya dari kain berwarna putih. Fungsi perahu ini adalah sebagai alat perhubungan dan sarana untuk menangkap ikan.


---


Sailboat
The sailboat is made of wood with an elongated shape, featuring pointed ends at both the bow and the stern. At the stern, there is a sheltered area with a wooden roof. The hull is rounded and flares upward. Near the bow, there is a single mast used to attach the sail. At the tip of the prow, there is a forward-jutting piece of wood called “jolong-jolong,” used to tie the small front sail, while the main sail faces toward the bow. The rudder is installed at the rear, and the mast can be removed or reattached as needed. The vertical base for the mast is called “papan sengkar.” A pole is provided to help bring the boat ashore and to hold it in place after the sail is lowered. This boat is made of wood, and its sails are typically white fabric. The function of this boat is for transportation and fishing purposes.
HTMLText_C22A099A_F2ED_1AF2_41BC_DF6F188CC172.html =
Perahu Layar
Perahu layar terbuat dari kayu berbentuk panjang, bahagian haluan dan kemudinya runcing. Pada kemudi ada tempat berteduh yang diberi atap yang terbuat dari kayu. Lambungnya bulat dan mekar ke atas, di sebelah haluan terdapat satu buah tiang untuk mengikatkan layarnya. Di atas ujung sauknya terdapat kayu mencuat ke depan yang disebut dengan “jolong-jolong” untuk pengikat tali layar kecil di depan, sedangkan layar besar mengarah ke haluan. Kemudi dipasang pada sauk belakang, tiang layarnya dapat dibuka dan dipasang. Tempat tiang layar tegak disebut “papan sengkar”. Untuk membawa perahu ke tepi disediakan galah yang berfungsi untuk menahan perahu setelah layar digulung. Perahu ini terbuat dari kayu dan layarnya dari kain berwarna putih. Fungsi perahu ini adalah sebagai alat perhubungan dan sarana untuk menangkap ikan.


---


Sailboat
The sailboat is made of wood with an elongated shape, featuring pointed ends at both the bow and the stern. At the stern, there is a sheltered area with a wooden roof. The hull is rounded and flares upward. Near the bow, there is a single mast used to attach the sail. At the tip of the prow, there is a forward-jutting piece of wood called “jolong-jolong,” used to tie the small front sail, while the main sail faces toward the bow. The rudder is installed at the rear, and the mast can be removed or reattached as needed. The vertical base for the mast is called “papan sengkar.” A pole is provided to help bring the boat ashore and to hold it in place after the sail is lowered. This boat is made of wood, and its sails are typically white fabric. The function of this boat is for transportation and fishing purposes.
HTMLText_DC76234D_F2ED_0E56_41DB_2743B7F4E2E2.html =
Perahu Layar
Perahu layar terbuat dari kayu berbentuk panjang, bahagian haluan dan kemudinya runcing. Pada kemudi ada tempat berteduh yang diberi atap yang terbuat dari kayu. Lambungnya bulat dan mekar ke atas, di sebelah haluan terdapat satu buah tiang untuk mengikatkan layarnya. Di atas ujung sauknya terdapat kayu mencuat ke depan yang disebut dengan “jolong-jolong” untuk pengikat tali layar kecil di depan, sedangkan layar besar mengarah ke haluan. Kemudi dipasang pada sauk belakang, tiang layarnya dapat dibuka dan dipasang. Tempat tiang layar tegak disebut “papan sengkar”. Untuk membawa perahu ke tepi disediakan galah yang berfungsi untuk menahan perahu setelah layar digulung. Perahu ini terbuat dari kayu dan layarnya dari kain berwarna putih. Fungsi perahu ini adalah sebagai alat perhubungan dan sarana untuk menangkap ikan.


---


Sailboat
The sailboat is made of wood with an elongated shape, featuring pointed ends at both the bow and the stern. At the stern, there is a sheltered area with a wooden roof. The hull is rounded and flares upward. Near the bow, there is a single mast used to attach the sail. At the tip of the prow, there is a forward-jutting piece of wood called “jolong-jolong,” used to tie the small front sail, while the main sail faces toward the bow. The rudder is installed at the rear, and the mast can be removed or reattached as needed. The vertical base for the mast is called “papan sengkar.” A pole is provided to help bring the boat ashore and to hold it in place after the sail is lowered. This boat is made of wood, and its sails are typically white fabric. The function of this boat is for transportation and fishing purposes.
HTMLText_F53D113D_EEFB_363A_41EC_B2C893D4ED0A.html =
Perahu
Perahu merupakan alat transportasi air yang berukuran lebih kecil dari pada kapal namun lebih besar dari sampan. Terbuat dari kayu dengan bentuk panjang, memiliki lambung cekung atau berbentuk huruf V, tanpa cadik dan tanpa mesin, digerakkan oleh arus sungai menggunakan dayung serta tongkat galah apabila susah bergerak. Perahu selain digunakan sebagai alat transportasi, juga digunakan untuk menangkap ikan di sungai atau di danau, serta sebagai angkutan niaga jarak sedang dan jauh. Bahan pembuatan dan bentuk perahu bervariasi, namun pada umumnya terbuat dari kayu. Bentuk perahu umumnya lancip pada kedua ujungnya - haluan dan buritan - dan melebar pada bagian tengah. Namun ada juga jenis perahu yang lancip pada bagian haluan, dan rata pada bagian buritan, misalnya perahu selundang.


---
Boat
A perahu is a water transportation vehicle that is smaller than a ship but larger than a canoe. It is made of wood with an elongated shape, featuring a concave or V-shaped hull, without outriggers or engines. It is propelled by river currents using paddles and poles when movement becomes difficult.


Besides serving as a means of transportation, perahu is also used for fishing in rivers or lakes, as well as for medium to long-distance trade transport. The materials and designs of perahu vary, but they are generally made of wood. The typical shape of a perahu tapers at both ends—bow and stern—and widens in the middle. However, there are also types of perahu that are pointed at the bow and flat at the stern, such as the perahu selundang.
HTMLText_F7CD8B6C_EF16_1DB3_41EB_140FF8D4EF31.html =
Perimpit Ubi Menggalau
Bahan : Rotan
Fungsi: Digunakan sebagai memeras ubi menggalau


---
Perimpit Ubi Menggalau
Material: Rattan
Function: Used for squeezing cassava (ubi menggalau).
HTMLText_C245E5A9_FF55_DF3A_41E7_5AE23E0096A2.html =
Periuk
Bahan : Tanah Liat
Dari : Abad 16 - 18


---
Pot
Material: Clay
From: 16th – 18th Century


HTMLText_F7B8C837_E9D9_28BA_41E6_283249AD08A2.html =
Periuk
Bahan: Logam
Fungsi: Sebagai alat masak seperti menanak nasi


---
Pot
Material: Metal
Function: Used as a cooking utensil, such as for cooking rice.
HTMLText_FCF8B1C9_EA51_B248_41D4_5AA723ABEC98.html =
Permainan Bakiak
Bakiak atau Terompah Panjang merupakan salah satu permainan rakyat yang sudah dikenal sejak lama, tanpa diketahui secara pasti waktunya. Permainan ini mempergunakan alas kaki dari kayu namun berbentuk panjang untuk dipakai oleh beberapa orang sekaligus. Permainan ini membutuhkan beberapa orang untuk membentuk satu grup yang akan bertanding dengan grup lainnya. Mereka harus memakai bakiak dan berjalan selaras, berbarengan dari garis start hingga ke garis finish. Permainan ini bertujuan untuk membangun hubungan kerjasama dan kekompakan antar anggota di dalam tim agar dapat berjalan seirama.


---
Bakiak Game
Bakiak, also known as Terompah Panjang (Long Wooden Clogs), is a traditional folk game that has been known for generations, although its exact origins are unclear. The game uses a pair of long wooden clogs designed to be worn by multiple players at once.


To play, several people form a team and compete against other teams. Each group must wear the bakiak and walk in sync from the starting line to the finish line. The main goal of this game is to build teamwork, coordination, and harmony among team members so they can move together in unison.
HTMLText_FFEA41EB_EA73_9248_41B5_FC49063E2E79.html =
Permainan Bengkek
Permainan bengkek ini merupakan salah satu permainan yang ada di Riau, dengan menggunakan buah bengkek sebagai alat permainannya. Pada umumnya permainan ini dimainkan oleh anak-anak di halaman rumah dengan ketentuan bermain yang hampir sama dengan permainan kelereng. Adapun untuk cara memainkan permainan ini dua orang atau lebih dengan memasang buah bengkeknya secara berjajar pada sebuah garis kemudian pemain melempar dari jarak tertentu, apabila buah bengkek yang paling kiri kena maka semuanya menjadi miliknya dan permainan pun berakhir.


---
Bengkek Traditional Game game is a traditional game found in the Riau region, using the bengkek fruit as the playing object. This game is typically played by children in their yards and follows rules similar to marbles.


To play, two or more players line up their bengkek fruits along a drawn line. Each player then takes turns throwing from a certain distance. If a player hits the leftmost bengkek fruit, they win and get to keep all the bengkek fruits, ending the game.


HTMLText_FC3637E0_EA72_BE78_41E9_3D7E97BCA37B.html =
Permainan Besimbang
Permainan ini sering dimainkan di daerah Sedanan, Kepulauan Riau. Permainan ini diperkirakan sudah ada sejak zaman kekuasaan sultan Riau pada abad ke XVIII dimainkan oleh para gadis yang tinggal di tepi laut. Untuk memainkan permainan ini diperlukan adanya bola (induk) dan biji-biji simbang yang berjumlah lima buah dan biasanya terbuat dari kulit kerang atau kulit siput. Adapun permainan ini dimainkan dengan cara melempar bola induk ke atas kemudian saat bola induk masih di udara pemain harus mengambil biji-biji simbang yang tersebar di tanah sebanyak-banyaknya dan pemain harus menangkap kembali bola induk yang jatuh, pemain yang berhasil mengumpulkan biji simbang terbanyak adalah pemenangnya.


---
Besimbang Game
This game is often played in the Sedanan area of the Riau Archipelago. It is believed to have existed since the reign of the Sultanate of Riau in the 18th century and was traditionally played by young girls living along the coast.


To play this game, a ball (called the induk) and five small simbang pieces are used, usually made from seashells or snail shells. The player throws the induk ball into the air, and while it is still airborne, they must quickly pick up as many simbang pieces as possible from the ground before catching the induk ball again. The player who collects the most simbang pieces wins the game.
HTMLText_FC15F0BA_EA56_B2C8_41DA_D98A9A6BDB34.html =
Permainan Congklak
Congkak merupakan salah satu permainan tradisional masyarakat Melayu yang sudah dikenal sejak masa lampau dan sangat populer diberbagai daerah di Riau. Pada umumnya congkak dimainkan oleh kaum perempuan, baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Biasanya aktifitas permainan ini dilakukan pada sore hari, di beranda atau teras rumah sebagai pengisi waktu senggang menghibur diri para pelaku permainan. Permainan congkak dimainkan oleh dua orang dengan menggunakan seperangkat alat yaitu rumah congkak yang terbuat sari kayu dan dan 98 buah congkak dari cangkang siput, yang disebut juga dengan kucing-kucing. Pada kedua sisi kiri-kanan rumah congkah terdapat dua buah lubang disebut lubang induk dan tujuh buah lubang yang berbanjar dua disebut dengan lubang rumah, untuk memasukan atau mengisi buah congkak saat berjalannya permainan.


Jalannya permainan congkak pertama-tama masing-masing lubang rumah diisi dengan tujuh buah congkak. Tidak ada ketentuan buah congkak dari lubang rumah mana yang harus pertama kali diambil dalam mengawali permainan. Permainan congkak dimulai dengan kedua pemain bersamaan mengambil semua buah congkak yang ada dari salah satu lubang rumah miliknya masing-masing, kemudian sesuai dengan putaran arah jarum jam kedua pemain tersebut mengisikan satu buah congkak yang berada ditangannya pada setiap lubang rumah yang dilewati termasuk lubang induk miliknya dan juga lubang rumah lawan yang dilewatinya.


Apabila buah congkak dari salah satu pemain berakhir mengisi pada lubang rumah yang kosong, dengan demikian pemain tersebut dinyatakan kalah untuk sementara dan harus menunda permainannya hingga lawannya pun menjatuhkan buah congkak terakhirnya dalam lubang rumah yong kosong pula dan dinyatakan kalah juga untuk sementara, dengan demikian giliran bermain pindah pada lawannya, begitu terus menerus. Penentuan menang atau kalah dalam permainan ini ditentukan jumlah buah congkak yang terisi pada masing-masing lubang induk. Pemain yang pada akhir permainan memiliki jumlah buah congkak pada lubang induknya yang lebih banyak maka dinyatakan sebagai pemenang, yang disebut dengan menang papan. Biasanya permainan ini berakhir setelah ada salah satu pemain yang terlebih dahulu mendapatkan 2 kali kemenangan.


Permainan ini selain sebagai aktifitas yang dapat menyenangkan hati para pelaku atau pemainnya, juga sarat akan kandungan nilai-nilai budaya, antara lain: nilai sosialis, kepatuhan, kecakapan berpikir, kecakapan berhitung, kejujuran, kesabaran dan ketelitian. Serta yang tidak kalah pentingnya, bahwa permainan tradisional ini sangat demokrasi sehingga dapat dimainkan oleh siapa saja, tanpa mempersoalkan ras, agama, strata sosial dan budaya, sehingga permainan tradisional telah menanamkan “Unity in diversity” atau persatuan dalam keberagaman.


---
Congklak Game
Congklak is one of the traditional games of the Malay community that has been known since ancient times and is very popular in various regions of Riau. Typically, this game is played by females, from children to teenagers and adults. It is usually played in the afternoon, on the veranda or terrace of the house, as a way to pass the time and entertain oneself.


The game is played by two people using a congklak board made of wood and 98 small shell pieces, also called kucing-kucing (little cats). On both ends of the board are two large holes called mother holes, and in between are fourteen smaller holes arranged in two rows, called house holes, where the shell pieces are placed during gameplay.


At the start of the game, each of the house holes is filled with seven shell pieces. There is no rule about which house hole to start with. Each player begins by picking up all the shell pieces from one of their house holes and then, moving clockwise, drops one piece into each hole they pass — including their own mother hole and the opponent’s house holes.


If a player’s last shell lands in an empty house hole on their side, their turn ends, and they must pause until the opponent also ends their turn in an empty house hole. Turns continue alternating like this. The winner is determined by counting the number of shell pieces collected in each player's mother hole. The player with the most shell pieces in their mother hole at the end of the game is declared the winner, known as menang papan (board winner). The game usually ends when one player wins twice.


Besides being a fun and entertaining activity, the congklak game contains many cultural values, such as social interaction, obedience, thinking skills, counting skills, honesty, patience, and attentiveness. Just as importantly, this traditional game is very democratic — it can be played by anyone regardless of race, religion, social status, or culture, making it a true embodiment of “Unity in Diversity.”
HTMLText_C5BAE9DD_D30B_7D1F_41E2_321821BF7BB4.html =
Piring Kayu
Piring kayu berfungsi sebagai peralatan makan dan sebagai wadah untuk meletakkan makanan, selain itu piring kayu juga memiliki nilai estetika atau sebagai pajangan. Wadah yang terbuat dari bahan kayu ini bersifat ramah lingkungan dan baik untuk kesehatan. Kayu memiliki sifat alami yang mudah lapuk serta berjamur, maka dari itu biasanya piring kayu terbuat dari bahan pilihan dengan mengutamakan kualitas yang kuat dan tahan lama, serta aman untuk digunakan. Namun wadah yang terbuat dari bahan kayu ini memiliki kekurangan apabila tidak tepat dalam perawatannya.


---
Wooden Plate
A wooden plate functions as both a dining utensil and a container for serving food. In addition to its practical use, it also holds aesthetic value and is often used as a decorative item.


Made from eco-friendly materials, wooden plates are considered safe for health. Since wood is naturally prone to decay and mold, these plates are usually crafted from selected high-quality wood that ensures durability, strength, and safety for daily use.


However, wooden plates do have some drawbacks — improper care and maintenance can lead to damage or reduced lifespan. Regular cleaning and drying are essential to preserve their quality.
HTMLText_F6B19CF7_E9E7_29BA_41E2_750F357CD01B.html =
Piring
Bahan: Kuningan
Fungsi: Sebagai tempat meletakkan makanan


---
Plate
Material: Brass
Function: Used as a place to serve food.
HTMLText_C188784D_FEB7_757B_41E6_5D4EE0EE6958.html =
Piring
Piring porselin biru putih, bentuk bulat cekung dengan lingkaran kaki rendah. Pada bagian tengah permukaan terdapat motif hias flora dan fauna yang dibuat dengan teknik lukis dalam lingkaran tiga buah garis berwarna biru. Sekeliling bagian badan terdapat panil-panil yang berisi motif hias flora berwarna biru, sedangkan bagian badan luar polos berglasir putih. Digunakan sebagai wadah makanan.


T : 9 cm, Ø : 46 cm
Jepang, Hizen, abad 17 - 18 Masehi


---
Plate
A blue and white porcelain plate, round and concave in shape with a low foot ring. At the center of the surface, there is a decorative motif of flora and fauna painted within three concentric blue lines. Around the body are panels containing blue floral motifs, while the outer body is plain with a white glaze. It was used as a food container.


H: 9 cm, Ø: 46 cm
Japan, Hizen, 17th – 18th Century AD
HTMLText_C20CBC25_FEB5_CD2A_41EB_DC960842AD8A.html =
Piring
Piring porselin biru putih, bentuk bulat cekung dengan lingkaran kaki rendah. Seluruh permukaan piring dihiasi motif rangkaian bungan dan daun berwarna biru dongker yang dibuat dengan teknik lukis. Bagian badan luar berglasir putih yang diberi motif hias dua tangkai bunga yang tidak beraturan. Digunakan sebagai wadah makanan.


T : 6,5 cm, Ø : 38,5 cm
Cina, dinasti Qing, abad 18 - 19 Masehi


---


Plate
A blue and white porcelain plate, round and concave in shape with a low foot ring. The entire surface of the plate is decorated with a painted motif of flower and leaf arrangements in dark blue. The outer body is glazed white and adorned with an irregular motif of two flower stems. It was used as a food container.


H: 6.5 cm, Ø: 38.5 cm
China, Qing Dynasty, 18th – 19th Century AD
HTMLText_C105951B_FEAD_DF1F_41DA_D634F29FE5A0.html =
Piring
Piring porselin, bentuk bulat cekung dan lingkaran kaki rendah. Pada bagian tengah permukaan terdapat motif hias rangkaian bunga raya dan daun yang dibuat dengan teknik lukis. Serta pada sekeliling lingkaran permukaan bagian atas terdapat motif bunga dan geometris yang dibuat dengan teknik cap. Digunakan sebagai wadah makanan.


T : 5 cm, Ø : 43 cm
Eropa, abad 19 - 20 Masehi


---
Plate
The plate is made of porcelain, round and concave in shape with a low foot ring. It has a white base glaze. At the center of the surface, there is a painted floral motif in a vase, in blue and brown colors. Around the body are panels containing floral decorative motifs, while the outer body is plain with a white glaze. It was used as a food container.


H: 7 cm, Ø: 31 cm
Japan, Imari Ware, 17th – 19th Century AD





HTMLText_C198FD87_FEAD_4FF7_41D3_EAD8C21BBC11.html =
Piring
Piring terbuat dari porselin, bentuk bulat cekung dengan lingkaran kaki rendah. Berglasir dasar warna putih. Pada bagian tengah permukaan terdapat motif hias bunga dalam jambangan berwarna biru dan coklat yang dibuat dengan teknik lukis. Sekeliling bagian badan terdapat panil-panil yang berisi motif hias bunga, sedangkan bagian badan luar polos berglasir putih. Digunakan sebagai wadah makanan.


T : 7 cm, Ø : 31 cm
Jepang, Imari Ware, abad 17 - 19 Masehi



---
Plate
The plate is made of porcelain, round and concave in shape with a low foot ring. It has a white base glaze. At the center of the surface, there is a painted floral motif in a vase, in blue and brown colors. Around the body are panels containing floral decorative motifs, while the outer body is plain with a white glaze. It was used as a food container.


H: 7 cm, Ø: 31 cm
Japan, Imari Ware, 17th – 19th Century AD
HTMLText_C2709B7D_FEAF_CB1B_41CA_7E597F3857DE.html =
Piring
Piring terbuat dari stoneware, berglasir hijau seladon, bentuk bulat cekung dengan lingkaran kaki rendah. Pada bagian tengah permukaan terdapat motif hias timbul dua ekor ikan. Digunakan sebagai wadah makanan.


T : 4,5 cm, Ø : 14 cm
Cina, dinasti Yuan, abad 13 - 14 Masehi


---
Plate
The plate is made of stoneware with a green celadon glaze, round and concave in shape with a low foot ring. At the center of the surface, there is a raised decorative motif of two fish. It was used as a food container.


H: 4.5 cm, Ø: 14 cm
China, Yuan Dynasty, 13th – 14th Century AD
HTMLText_2FF9ACDD_056A_C5BB_417F_32B6AB0645AE.html =
Pistol Lantak
Bahan : Kuningan dan kayu
Asal daerah : Pekanbaru
Fungsi : Digunakan sebagai senjata atau alat membela diri dalam perang


---
Pistol Lantak
Material: Brass and wood
Region of Origin: Pekanbaru
Function: Used as a weapon or self-defense tool in warfare
HTMLText_221E1738_0749_8ACF_418A_7646A21A5400.html =
Pompa Angguk Sumbangsih
Hak milik : PT. Caltex Pacific Indonesia
Pada Tahun : Pekanbaru, 1993


---
Sumbangsih Pumpjack
Owned by: PT. Caltex Pacific Indonesia
Year: Pekanbaru, 1993
HTMLText_C2961BA5_FF55_4B2A_41D7_6EA1D0CD3F50.html =
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur dipahatkan pada sebuah tugu batu,beraksara pallawa dengan bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini menunjukkan pengaruh Sriwijaya di Pulau Bangka pada abad VII M. Prasasti ini dibuat pada masa Dapunta Hyang Sri Jayanegara, Raja I Kerajaan Sriwijaya. Isinya adalah terkait peringatan dan kutukan atau sapata. Selain itu, dalam prasasti tersebut juga disebutkan peristiwa penyerangan Sriwijaya untuk penaklukan Bhumi Jawa. Transliterasi dan transkripsi prasasti ini sebagai berikut:
Siddha titam hamba nvari i avai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun luah makamatai tandrun luah vinunu paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai tunai. Umentern bhakti ni ulun haraki. unai tunai kita savanakta devata mahardika sannidhana. manraksa yan kadatuan çrivijaya. kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan parsumpahan. paravis. kadadhi yan uran didalanna bhami paravis hanun. Samavuddhi lavan drohaka, manujari drohaka, niujari drohaka talu din drohaka. tida ya. Marppadah tida ya bhakti. tida yan tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku sanyasa datua. dhava vuathana uran inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda datu çriwijaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana. Tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval. Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi. janan muah ya sidha. Pulan ka iya muah yan dosana vuatna jahat inan tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manu- ruh marjjahati. yan vatu nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan. masukanbhana uran drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vua-tna niwunuh ya sumpah ini gran kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam nigalarku sanyasa dattua. çanti muah kavuatana. dngan gotrasantanana. Samrddha svasthi niroga nirupadrava subhiksa muah vanuana paravis chakravarsatita 608 din pratipada çuklapaksa vulan vaichaka. Tatkalana Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya.


Terjemahan :


Keberhasilan ! (disertai mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya).Wahai tiruana dewata yang berkuasa, yang berkumpul, dan yang selalu melindungi Kerajaan Sriwijaya ini; yang dari engkau sekalian permulaan segala sumpah diawali! Apabila di pedalaman tiruana tempat yang berada di bawah kuasa kerajaan ini ada orang yang memberontak, yang bersekongkol dengan pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata-kata pemberontak, yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, tidak takluk, dan tidak setia kepadaku dan pada mereka yang sudah saya angkat sebagai penguasa; jadikanlah orang-orang tersebut mati terkena kutuk. Kepada mereka ketika ini akan dikirim sebuah ekspedisi untuk melawan mereka di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Śrīwijaya, semoga mereka dieksekusi bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar tiruana perbuatannya yang jahat; menyerupai mengganggu ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, menggunakan racun upas dan tuba, ganja, saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah melaksanakan perbuatan jahat itu; biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang supaya merusak, yang merusak kerikil yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan dieksekusi langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada ku, biar pelaku perbuatan tersebut mati kena kutuk. Akan tetapi kalau orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga perjuangan mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan segalanya untuk tiruana negeri mereka ! Tahun Śaka 608, hari pertama paruh terperinci bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada ketika itulah kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Śrīwijaya gres berangkat untuk menyerang bhūmi jāwa yang tidak takluk kepada Śrīwijaya.


---
Kota Kapur Inscription
The Kota Kapur Inscription was carved on a stone monument, written in Pallava script and Old Malay language. This inscription shows the influence of Srivijaya on Bangka Island in the 7th century AD. It was made during the reign of Dapunta Hyang Sri Jayanegara, the first king of the Srivijaya Kingdom. Its contents are related to warnings and curses or sapata. In addition, the inscription also mentions a military campaign by Srivijaya to conquer the land of Java (Bhumi Jawa). The transliteration and transcription of the inscription are as follows:


Siddha titam hamba nvari i avai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun luah makamatai tandrun luah vinunu paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai tunai. Umentern bhakti ni ulun haraki. unai tunai kita savanakta devata mahardika sannidhana. manraksa yan kadatuan çrivijaya. kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan parsumpahan. paravis. kadadhi yan uran didalanna bhami paravis hanun. Samavuddhi lavan drohaka, manujari drohaka, niujari drohaka talu din drohaka. tida ya. Marppadah tida ya bhakti. tida yan tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku sanyasa datua. dhava vuathana uran inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda datu çriwijaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana. Tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval. Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi. janan muah ya sidha. Pulan ka iya muah yan dosana vuatna jahat inan tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manu- ruh marjjahati. yan vatu nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan. masukanbhana uran drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vua-tna niwunuh ya sumpah ini gran kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam nigalarku sanyasa dattua. çanti muah kavuatana. dngan gotrasantanana. Samrddha svasthi niroga nirupadrava subhiksa muah vanuana paravis chakravarsatita 608 din pratipada çuklapaksa vulan vaichaka. Tatkalana Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya.


Translation:


Success! (accompanied by curse mantras whose meanings are not understood). O tiruana deities who are powerful, who gather, and who always protect the Srivijaya Kingdom; from all of you begins the origin of all oaths!
If in the interior tiruana, in places under the authority of this kingdom, there are people who rebel, who conspire with rebels, who speak with rebels, who listen to the words of rebels, who recognize rebels, who do not behave respectfully, who do not submit, and who are not loyal to me and to those I have appointed as rulers; let those people perish under a curse.
To them now will be sent an expedition to fight them, under the leadership of a datu or several datus of Srivijaya, may they be executed together with their clan and family.
Furthermore, let the tiruana whose deeds are evil — such as disturbing others’ peace of mind, making people sick, making people insane, using mantras, poison, using upas and tuba poison, marijuana, saramwat, love charms, forcing one’s will on others and the like — let these actions fail and fall upon those guilty of doing such evil; let them also die by the curse.
In addition, let those who incite others to destroy, who damage the stone placed at this site, also die by the curse; and be executed immediately.
Let the murderers, rebels, those who are not devoted, who are not loyal to me — let the doers of those deeds perish by this curse.
However, if there are those who submit and are loyal to me and to those whom I have appointed as datu, then may their efforts be blessed, as well as their clans and families, with success, peace, health, freedom from calamities, and abundance for their homeland’s tiruana!
Year Śaka 608, the first day of the bright half of the month Vaiśākha (February 28, 686 AD), at that moment this curse was declared; its inscription was made when the Srivijaya army had just departed to attack Bhumi Jawa, which had not submitted to Srivijaya.
HTMLText_F6D999F3_E58F_0FC2_41E1_A68946F5FB82.html =
Pucuk Rebung Hiasan Bawah Kayu
Bahan: Kayu
Didapat: Pekanbaru
Fungsi: Sebagai hiasan tepi bawah


---
Pucuk Rebung Lower Wooden Ornament
Material: Wood
Origin: Pekanbaru
Function: As a decorative lower edge ornament.


HTMLText_F25B55C0_EAD1_72B8_41E7_5F5DC14782C1.html =
Puput
Puput adalah alat musik tiup tradisional yang memiliki beberapa variasi di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Sumatera Barat. Puput terbuat dari tanduk kerbau yang pada bagian ujung tanduknya dipotong datar sebagai tempat untuk meniup. Puput merupakan bagian kecil dari alat musik serunai (peluit) dan cara memainkannya mirip dengan klarinet, yaitu dengan meniup bagian puput sambil mengatur lubang-lubang pada bagian penata nada. Biasanya puput ini dimainkan untuk mengiringi upacara adat maupun sebagai hiburan untuk para masyarakat saat digelarnya acara-acara rakyat.


----
Puput
Puput is a traditional wind instrument that has several variations across different regions of Indonesia, especially in West Sumatra. It is made from buffalo horn, with the tip cut flat to create a mouthpiece for blowing.


The puput is a smaller component of the serunai (a traditional reed instrument), and it is played similarly to a clarinet—by blowing into the mouthpiece while controlling the tone holes to produce different notes.


This instrument is typically played to accompany traditional ceremonies or as entertainment for the public during communal events.
HTMLText_F3A20072_EAF3_B258_41EB_18243237614B.html =
Radio
Bahan: Kayu, Kain, Plastik, dan porselin
Fungsi: Informasi dan hiburan


---
Radio
Materials: Wood, fabric, plastic, and porcelain
Function: Information and entertainment
HTMLText_F34154AB_E9EE_D9AA_41E6_8F1CEE6BCC57.html =
Ragam Hias Kelok Paku
Bahan: Kayu
Fungsi: Selembayung
Deskripsi:
Ragam Hias Kelok Paku adalah ornamen tradisional yang biasa digunakan pada bagian selembayung, yaitu hiasan di puncak atap rumah adat Melayu. Terbuat dari bahan kayu, motif ini menyerupai alur lengkung atau sulur daun paku yang meliuk indah, mencerminkan kelembutan, keanggunan, dan keharmonisan dalam budaya Melayu.


Motif kelok paku tidak hanya menambah keindahan arsitektur rumah, tetapi juga mengandung makna filosofis tentang pertumbuhan, kesuburan, dan kearifan hidup. Sebagai bagian dari ragam hias selembayung, kelok paku memperkuat identitas budaya lokal sekaligus menjadi simbol hubungan manusia dengan alam dan nilai-nilai adat yang dijunjung tinggi.


---
Kelok Paku Decorative Motif
Material: Wood
Function: Roof Ridge Ornament (Selembayung)
Description:
The Kelok Paku decorative motif is a traditional ornament commonly used on the selembayung, the peak ornament of traditional Malay house roofs. Made from wood, the motif resembles the curved lines or tendrils of fern leaves, reflecting softness, elegance, and harmony in Malay culture.


The Kelok Paku motif not only enhances the architectural beauty of the house but also carries philosophical meaning related to growth, fertility, and life wisdom. As part of the selembayung decoration, it strengthens local cultural identity and symbolizes the connection between humans, nature, and upheld traditional values.
HTMLText_F2DAF997_E9E9_687A_41E0_FB8D0810418B.html =
Ragam Hias Lebah Bengayut
Bahan: Kayu
Fungsi: Hiasan dibawah atap
Deskipsi:
Ragam Hias Lebah Bengayutadalah ornamen tradisional khas budaya Melayu yang biasanya terletak di bagian bawah atap bangunan rumah adat atau balai adat. Terbuat dari bahan kayu, ragam hias ini dibentuk menyerupai gugusan lebah yang menggantung, mencerminkan filosofi kebersamaan, kerja sama, dan ketertiban dalam masyarakat.


Motif ini tidak hanya berfungsi sebagai hiasan estetis, tetapi juga mengandung makna simbolik tentang kerukunan dan ketekunan, sebagaimana kehidupan lebah yang hidup teratur dalam koloni. Ragam hias ini menjadi bagian penting dari keindahan arsitektur rumah Melayu dan menunjukkan keterikatan masyarakat dengan nilai-nilai alam dan kehidupan sosial.


---
Lebah Bengayut Decorative Motif
Material: Wood
Function: Eaves Ornament (Decoration Beneath the Roof)
Description:
The Lebah Bengayut decorative motif is a traditional ornament from Malay culture, typically located beneath the roof of traditional houses or community halls (balai adat). Made from wood, this motif resembles a cluster of hanging bees, symbolizing the philosophy of unity, cooperation, and order within society.


This motif serves not only as an aesthetic element but also carries symbolic meaning about harmony and diligence, reflecting the orderly life of bees in a colony. As an important part of Malay architectural beauty, it signifies the community's connection to nature and social values.
HTMLText_F3B482EF_EADE_9648_41EC_AC4528BAFC23.html =
Rebab
Rebab diperkirakan berasal dari Timur Tengah dan menyebar ke berbagai wilayah termasuk Asia Tenggara melalui jalur perdagangan dan penyebaran agama Islam. Di Indonesia sendiri rebab menjadi bagian dari tradisi musik di berbagai daerah, seperti Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Rebab memiliki bentuk yang khas, dengan badan yang umumnya terbuat dari kayu dan leher yang panjang. Alat musik ini memiliki dua atau tiga senar yang terbuat dari logam. Di beberapa daerah rebab digunakan dalam upacara adat atau ritual keagamaan seperti upacara khitanan, atau perayaan lainnya. Rebab juga menjadi bagian dari pertunjukan seni musik tradisional, seperti wayang kulit, gamelan, atau musik Melayu. Rebab dimainkan dengan cara digesek, pemain rebab mengatur nada dengan menekan senar pada leher rebab. Teknik permainan rebab membutuhkan keahlian khusus, terutama dalam mengatur tekanan busur dan posisi jari pada senar untuk menghasilkan suara yang diinginkan.


---
Rebab
The rebab is believed to have originated from the Middle East and spread to various regions, including Southeast Asia, through trade routes and the spread of Islam. In Indonesia, the rebab has become part of the musical traditions in several regions, such as Sumatra, Java, and Kalimantan.


The rebab has a distinctive shape, typically with a wooden body and a long neck. This instrument usually has two or three metal strings. In some regions, the rebab is used in traditional ceremonies or religious rituals, such as circumcision ceremonies or festive celebrations.


The rebab is also an integral part of traditional musical performances, such as wayang kulit (shadow puppetry), gamelan, or Malay music. It is played by bowing, and the player adjusts the pitch by pressing the strings along the neck of the instrument. Playing the rebab requires special skills, particularly in controlling the pressure of the bow and the finger placement on the strings to produce the desired sound.
HTMLText_F1CD9FBC_EA5F_8EC8_41D2_B87BCE8A3B24.html =
Rebana
Bahan: Kulit kambing dan kayu jati
Deskripsi:
Rebana merupakan alat musik khas riau yang dimainkan dalam acara-acara keagamaan seperti perayaan maulid nabi dan pengajian. Selain itu rebana juga digunakan dalam berbagai acara budaya


---
Rebana
Material: Goat skin and teak wood
Description:
Rebana is a traditional musical instrument from Riau, typically played during religious events such as the celebration of the Prophet Muhammad’s birthday (Maulid Nabi) and Quran recitations. In addition to religious ceremonies, rebana is also used in various cultural events.
HTMLText_F2D1BBF2_EAEE_9658_41D4_372A2D902C2E.html =
Rebana
Rebana diperkirakan berasal dari Timur Tengah dan masuk ke Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-7. Alat musik ini kemudian berkembang dan menjadi bagian penting dari tradisi musik di berbagai daerah di Indonesia, seperti Aceh, Sumatera Barat, Riau, dan Kalimantan. Rebana berbentuk bundar dan pipih dengan bingkai yang terbuat dari kayu yang dibubut. Salah satu sisi rebana ditutup dengan membran dari kulit hewan, seperti kulit kambing atau kerbau, yang berfungsi sebagai sumber suara. Rebana dimainkan dengan cara dipukul menggunakan tangan. Teknik memukul rebana yang berbeda dapat menghasilkan suara yang berbeda pula.


---


Rebana
The rebana is believed to have originated from the Middle East and was introduced to the Indonesian archipelago along with the spread of Islam in the 7th century. This musical instrument later developed and became an important part of musical traditions in various regions of Indonesia, such as Aceh, West Sumatra, Riau, and Kalimantan.


The rebana has a round and flat shape, with a frame made of lathed wood. One side of the rebana is covered with an animal skin membrane—typically goat or buffalo skin—which serves as the sound source. It is played by striking the membrane with the hands.


Different striking techniques produce a variety of sounds, making the rebana a versatile instrument in traditional music ensembles and religious or cultural performances.
HTMLText_F72C4666_E9A9_58DA_41D2_7295AB84683E.html =
Rehal
Bahan: Kayu
Fungsi: Sebagai tempat meletakkan alquran saat orang mengaji


---
Rehal
Material: Wood
Function: Used as a stand to hold the Qur'an while reciting.


HTMLText_C231A5C0_FF75_DF69_41D4_3FE85A6E1E27.html =
Replika Prasasti Terengganu
Prasasti Terengganu ditemukan pada awal abad 20, oleh seorang saudagar keturunan Arab yang bernama Sayid Husin bin Ghulam al-Bokhari di Sungai Tersesat, Kuala Berang, Terengganu, Malaysia. Prasasti ini tertulis penuh pada empat sisi sebuah batu, tulisan tersebut berisi teks mengenai undang-undang seorang raja, menggunakan aksara Arab-Jawi dengan bahasa Melayu dan Sansekerta, yang ditulis pada 702 Hijriah atau 1303 Masehi. Hasil transliterasi baris teks pada sisi pertama dari prasasti ini sebagaimana foto di atas, yaitu:


Rasulullah dengan yang orang …. bagi mereka ……..
ada pada Dewata Mulia Raya beri hamba meneguhkan agama Islam
dengan benar bicara darma meraksa bagi sekalian hamba Dewata Mulia Raya
di benuaku ini penentu agama Rasul Allah salla’llahu ‘alaihi wa sallama Raja
mandalika yang benar bicara sebelah Dewata Mulia Raya di dalam
bhumi. Penentua itu fardlu pada sekalian Raja manda-
-lika Islam menurut setitah Dewata Mulia Raya dengan benar
bicara berbajiki benua penentua itu maka titah Seri Paduka
Tuhan mendudukkan tamra ini di benua Terengganu adipertama ada
Jum’at di bulan Rejab pada tahun sarathan di sasanakala
Baginda Rasul Allah telah lalu tujuh ratus dua…



---


Replica of the Terengganu Inscription


The Terengganu Inscription was discovered in the early 20th century by an Arab-descended trader named Sayid Husin bin Ghulam al-Bokhari in Sungai Tersesat, Kuala Berang, Terengganu, Malaysia. The inscription is fully written on four sides of a stone and contains legal texts issued by a king. It is written in Arabic-Jawi script using both Malay and Sanskrit languages, dated 702 Hijri or 1303 AD.


The transliteration of the first side of the inscription, as shown in the photo, reads:


"The Messenger of Allah with those who ... for them ....
there is with the Glorious Almighty God who gave the servant the authority to uphold Islam
with true speech and righteous conduct for all servants of the Glorious Almighty God
in my land this is the foundation of the religion of the Messenger of Allah, peace be upon him. The King
mandalika who speaks the truth on behalf of the Glorious Almighty God in
this land. That enforcement is obligatory upon all Islamic kings and manda-
-likas according to the decree of the Glorious Almighty God with truthful
speech for the welfare of the land, that enforcement was then decreed by His Majesty
the Lord to establish this inscription in the land of Terengganu, first placed
on a Friday in the month of Rejab in the year Sarathan in the era
of the Messenger of Allah, which has passed seven hundred and two..."
HTMLText_CED9E88B_E034_2BF0_41D2_21512D395E96.html =
Rumah Adat KALBAR
Rumah Panjang adalah rumah adat khas Kalimantan Barat yang berasal dari suku Dayak. Rumah ini memiliki bentuk memanjang, bisa mencapai puluhan hingga ratusan meter, dan dibangun secara bertiang tinggi sekitar 3–5 meter dari permukaan tanah untuk menghindari banjir dan binatang buas. Terbuat dari bahan alami seperti kayu ulin (kayu besi) dan atap dari daun sirap atau ijuk, rumah ini dirancang sebagai hunian bersama yang dihuni oleh banyak keluarga dalam satu atap, mencerminkan kehidupan komunal suku Dayak. Ciri khas lainnya adalah adanya ruang bersama yang luas, ukiran-ukiran khas Dayak pada dinding atau tiang, serta fungsinya sebagai pusat kegiatan adat, musyawarah, dan upacara tradisional. Rumah Panjang bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga simbol kebersamaan, kekuatan budaya, dan identitas masyarakat Dayak Kalimantan Barat.


---
Rumah Adat KALBAR
Rumah Panjang is the traditional house of West Kalimantan, originating from the Dayak tribe. It features an elongated structure, often stretching tens to hundreds of meters, and is built on tall stilts about 3 to 5 meters above ground level to avoid floods and wild animals.


Constructed using natural materials such as ulin wood (ironwood) and roofs made from sirap or ijuk leaves, Rumah Panjang serves as a communal dwelling shared by multiple families under one roof — reflecting the Dayak people's communal way of life.


Its distinct characteristics include a large shared space, traditional Dayak carvings on pillars and walls, and its function as a center for traditional ceremonies, community meetings, and cultural activities.


More than just a residence, Rumah Panjang is a powerful symbol of unity, cultural strength, and the identity of the Dayak community in West Kalimantan.


HTMLText_F598AC8C_EEFD_0EDA_41E8_F11000DAFEF6.html =
Rumah Atap Limas Potong
Nama rumah atap limas potong diambil dari bentuk desain atapnya yang terlihat seperti limas yang terpotong-potong. Bentuk atapnya dibuat tidak lancip sehingga tidak setinggi Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar atau Rumah Adat Lipat Kajang. Rumah atap limas potong merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang penyangganya mencapai 1,5 meter dari permukaan tanah. Pada bagian dindingnya menggunakan material papan kayu. Rumah atap limas potong terbagi menjadi teras, ruang depan, ruang tengah dan ruang belakang serta dapur. Rumah ini berfungsi sebagai tempat tinggal dan juga menjadi simbol status sosial dalam kelas masyarakat Riau pada masanya. Semakin besar ukuran rumah, maka menunjukkan semakin kaya pemiliknya. Ada beberapa pertimbangan yang harus dilakukan sebelum membuat rumah melayu atap limas potong, yakni pemilik rumah harus menentukan keserasian rumah, dan menghitung ukuran dengan bentuk hitungan hasta yang diawali dari angka satu hingga lima.


---
Rumah Atap Limas Potong
The name Rumah Atap Limas Potong is derived from the shape of its roof design, which resembles a truncated pyramid. The roof is constructed without a sharp peak, making it lower in height compared to traditional houses like Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar or Rumah Adat Lipat Kajang. This house is built on stilts with supporting pillars approximately 1.5 meters above ground level. Its walls are made of wooden boards.


The Rumah Atap Limas Potong is divided into a terrace, front room, central room, back room, and kitchen. This house serves as a residence and also symbolizes social status within the Riau community of its time. The larger the house, the wealthier the owner was considered to be. Several considerations must be taken into account before building a Malay house with a limas potong roof—such as ensuring the harmony of the house and measuring it using the traditional hasta unit, starting from one to five.
HTMLText_F76CDF20_EF16_15B4_41E7_E3AB275F38D6.html =
Rumah Pandai Besi
Sejak masa lampau manusia telah mengenal api pemanfaatan dan pengaturan suhu api (pyrotechnology), yang kemudian menciptakan suatu teknologi pengerjaan dan pengolahan benda-benda yang terbuat dari bahan baku logam. Berdasarkan bukti-bukti arkeologis teknologi pengerjaan dan pengolahan logam di Indonesia sudah dikenal sejak beberapa abad sebelum masehi, yaitu dengan ditemukannya benda-benda yang terbuat darl perunggu, besi, dan emas. Secara umum teknik
pembuatan benda-benda dari logam, dibagi atas: teknik cetak dan teknik tempa.


Rumah pandai besi yang ditampilkan disini adalah tempat pembuatan benda-benda logam yang dihasilkan dengan teknik tempa. Teknik tempa pada umumnya dikerjakan untuk pembuatan benda-benda dari besi, dengan terlebih dahulu membakar besi hingga mencapai suhu 900 derajat celcius. Setelah itu besi tersebut ditempa dengan palu di atas paron (landasan besi) secara berulang-ulang sehingga
membentuk benda yang dikehendaki.


---
Blacksmith's House
Since ancient times, humans have understood the use and control of fire (pyrotechnology), which later led to the development of metalworking and metal processing technologies. Based on archaeological evidence, metalworking techniques have been known in Indonesia for several centuries before the Common Era, as proven by the discovery of objects made from bronze, iron, and gold. In general, the techniques for making metal objects are divided into two: casting and forging.


The blacksmith’s house presented here is a place where metal objects are made using the forging technique. Forging is commonly used for producing iron items, which begins by heating the iron to a temperature of around 900 degrees Celsius. The heated iron is then hammered repeatedly on an anvil until it takes the desired shape.
HTMLText_F4AAB45F_EEED_7E76_41D6_EC733E5B98B4.html =
Rumah Selaso Jatuh Kembar
Rumah Selaso Jatuh Kembar merupakan bangunan berbentuk rumah namun fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat karena bangunan ini tidak memiliki serambi atau kamar. Rumah adat ini juga dikenal sebagai balairung sari, balai kerapatan dan sebagainya. Masyarakat Riau juga menyebut rumah adat ini dengan sebutan Balai Selaso Jatuh. Rumah adat ini dikatakan Selaso Jatuh karena mempunyai selaso atau selasar yang lantainya lebih rendah dari ruang induk sehingga dinamakan selasar yang jatuh (turun) dan dikatakan kembar karena rumah adat ini memiliki dua selasar yang bentuknya sama. Dahulu kala, Rumah Selaso Jatuh Kembar selalu ada di setiap desa di wilayah Riau. Setidaknya, satu desa biasanya memiliki satu Rumah Selaso Jatuh Kembar yang digunakan untuk kegiatan masyarakat dan melaksanakan berbagai acara adat setempat. Rumah ini dianggap merepresentasikan bentuk rumah tradisional yang terdapat di Riau, meskipun terdapat perbedaan kecil di masing-masing daerah. Namun dari beberapa bentuk rumah ini, muncul kesamaan baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangan dan ukiran-ukirannya


Pada mulanya, rumah adat Riau ini dijadikan anjungan di Taman Mini Indonesia Indah. Pada tahun 1971, Gubernur Riau Arifin Ahmad membentuk tim Sembilan yang terdiri dari kumpulan para budayawan dan pemikir Melayu. Tim Sembilan memiliki tugas membuat dan mendesain rumah adat Riau untuk dijadikan anjungan di Taman Mini Indonesia Indah. Untuk itu, tim ini memlakukan riset secara mendalam terhadap budaya Riau kala itu hingga akhirnya lahirlah rumah adat Riau dengan nama Selaso Jatuh Kembar.


Terdapat tiga bagian utama pada bangunan ini, yakni selasar, rumah induk dan dapur. Selasar merupakan bagian paling depan dari rumah dan dindingnya setengah terbuka yang dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu selasar luar, dalam dan jatuh. Rumah induk sendiri terbagi menjadi ruang depan, ruang tengah dan ruang dalam. Sedangkan untuk dapur terdiri dari kilik anak (ruang telo) dan dapur.


Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran. Pada kedua ujung perabung atau ujung atapnya terdapat hiasan kayu yang mencuat ke atas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebut Selembayung. Selembayung sebagai ornamen berbentuk dua burung balam yang bertengger melambangkan kesetiaan dan mencerminkan kearifan melalui bentuk-bentuk seni rupanya. Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar juga memiliki banyak ukiran yang diletakkan di atas pintu sebagai lobang angin misalnya seperti ukiran semut beriring dan itik sekawan. Selain itu, terdapat ukiran lebah bergantung yang biasanya ditempatkan pada lisplang ataupun di bagian pinggir bawah bidang yang memanjang sebagai hiasan. Kemudian, ukiran pucuk rebung yang ditempatkan di bagian bawah tiang yang tampak di dalam ruangan rumah. Serta, terdapat ukiran awan larat yang dapat ditempatkan pada bidang yang memanjang, bersegi ataupun bulat. Lambai-lambai yang terletak di atas pintu sebagai bentuk keramahtamahan dan penghormatan pemilik rumah pada tamunya.


Sebelum dibangunnya Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar perlu dilakukan upacara “Menetau atau Mematikan Rumah”. Upacara ini bertujuan sebagai bentuk penghormatan dan bujukan terhadap makhluk halus yang ada di tanah ini untuk pergi dan tidak mengganggu pemilik rumah. Kemudian, upacara ini juga ditujukan sebagai bentuk penghormatan dan permintaan maaf terhadap segala makhluk yang teraniaya akan adanya pembangunan nanti. Serta, sebagai do’a keselamatan bagi pemilik rumah dan seluruh warga kampung terutama para pekerja sekaligus sebagai ucapan terima kasih bagi seluruh pihak yang ikut serta dalam pembangunan.


---
Selaso Jatuh Kembar House
Selaso Jatuh Kembar House is a building shaped like a house but not used for living; rather, it is used for customary meetings or deliberations, since this building lacks verandas or bedrooms. This traditional house is also known as balairung sari, balai kerapatan, and so on. The people of Riau also call it Balai Selaso Jatuh. It is called Selaso Jatuh because it has selaso—or corridors—with floors lower than the main room, hence the name “fallen corridor,” and it is called kembar because it has two identical corridors.


In the past, every village in Riau usually had one Selaso Jatuh Kembar House used for community activities and various local traditional ceremonies. This building is considered to represent traditional houses found in Riau, although there are slight differences across regions. However, these houses share similar features in terms of stairs, doors, walls, room arrangement, and carvings.


Initially, this Riau traditional house was made as a pavilion at Taman Mini Indonesia Indah. In 1971, the Governor of Riau, Arifin Ahmad, formed Team Nine consisting of Malay cultural experts and thinkers. Team Nine was tasked with designing Riau’s traditional house for the pavilion at Taman Mini Indonesia Indah. For that purpose, the team conducted in-depth research into Riau’s cultural heritage, and eventually the Selaso Jatuh Kembar traditional house emerged.


The building has three main parts: the corridor (selasar), the main house, and the kitchen. The corridor is the foremost part of the house and has half-open walls, divided into three sections: outer corridor, inner corridor, and fallen corridor. The main house is divided into the front room, middle room, and inner room. Meanwhile, the kitchen includes a small room (kilikanak) and the kitchen proper.


All buildings, whether the traditional house or the meeting hall, are adorned with decorations, especially carvings. At both ends of the roof ridge are upward-crossing wooden ornaments with carvings called Selembayung. Selembayung is an ornament shaped like two doves perched together, symbolizing loyalty and reflecting wisdom through its artistic form. The Selaso Jatuh Kembar traditional house also has many carvings placed above the door as ventilation holes, such as row-of-ants carvings and flying-ducks carvings. In addition, there are hanging-bee carvings usually placed on the fascia or the lower edge of elongated surfaces as decoration. Then, there are bamboo-shoot carvings placed at the bottom of pillars inside the house. Also, there are flowing-cloud carvings that can be placed on elongated, angled, or round surfaces. The lambai-lambai placed above the door symbolize hospitality and respect from the house owner to guests.


Before constructing the Selaso Jatuh Kembar traditional house, a ceremony called “menetau” or “mematikan rumah” must be held. This ceremony aims to honor and persuade the unseen entities living in that land to go away and not disturb the homeowner. It is also a form of respect and apology to any creatures harmed by the upcoming construction. It serves as a prayer for the safety of the homeowner and all village residents, especially the workers, as well as a gratitude to all parties involved in the construction.
HTMLText_F6EF9FC9_EF16_F4F4_41E6_84B4FA28193C.html =
Sabit
Bahan : Besi dan kayu
Fungsi : Alat ini digunakan untuk membabat semak-semak, alang-alang dan rerumputan


---
Sickle
Material: Iron and Wood
Function: This tool is used for cutting bushes, reeds, and grasses.
HTMLText_C3AA3AE1_F2EB_1E4E_41EC_21B757D21485.html =
Sampan
Sampan dayung berbentuk panjang langsing dengan bahagian haluan dan kemudi runcing. Bagian dalam terdiri dari dua lantai, terbuat dari bambu yang disusun memanjang dan diikat dengan rotan, penahan lantai terbuat dari kayu. Pada bahagian tengah badan terdapat tempat berteduh beratapkan daun Bingkuang yang disusun dan diikat dengan benang nilon dan diapit dengan belahan bambu. Sampan dayung seperti ini banyak digunakan masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan sebagai alat transportasi, membawa barang-barang hasil panen dan menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup, selain itu sampan ini digunakan untuk dilombakan.


---
Rowing Sampan
The rowing sampan has a long, slender shape with pointed bow and stern. The interior consists of two levels of flooring made from bamboo strips arranged lengthwise and tied together with rattan, supported by wooden beams. In the middle section of the boat, there is a shelter roofed with Bingkuang leaves, which are tied with nylon thread and flanked by split bamboo. This type of sampan is widely used by people living in island regions as a means of transportation, to carry harvested goods, and for fishing to meet daily needs. Additionally, this sampan is also used in racing competitions.
HTMLText_F50CDAF2_EEF5_0A4E_41D5_1D72571D532D.html =
Sampan
Sampan dayung berbentuk panjang langsing dengan bahagian haluan dan kemudi runcing. Bagian dalam terdiri dari dua lantai, terbuat dari bambu yang disusun memanjang dan diikat dengan rotan, penahan lantai terbuat dari kayu. Pada bahagian tengah badan terdapat tempat berteduh beratapkan daun Bingkuang yang disusun dan diikat dengan benang nilon dan diapit dengan belahan bambu. Sampan dayung seperti ini banyak digunakan masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan sebagai alat transportasi, membawa barang-barang hasil panen dan menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup, selain itu sampan ini digunakan untuk dilombakan.


---
Rowing Sampan
The rowing sampan has a long, slender shape with pointed bow and stern. The interior consists of two levels of flooring made from bamboo strips arranged lengthwise and tied together with rattan, supported by wooden beams. In the middle section of the boat, there is a shelter roofed with Bingkuang leaves, which are tied with nylon thread and flanked by split bamboo. This type of sampan is widely used by people living in island regions as a means of transportation, to carry harvested goods, and for fishing to meet daily needs. Additionally, this sampan is also used in racing competitions.
HTMLText_F744C920_EF7E_1DB4_41D9_893A6CA8AFB1.html =
Sangkar Burung Kuaran
Bahan : Kayu
Didapat: Kab.Kampar
Fungsi: Digunakan sebagai tempat burung kuaran


---
Bird Cage for Kuaran
Material: Wood
Origin: Kampar Regency
Function: Used as a cage for kuaran birds.
HTMLText_B5375360_E1D4_3D2F_41C4_9A6A227442E7.html =
Sarung Dayak Iban
Bahan : Benang Katun
Didapat: Kalimantan Barat
Deskripsi:
Kain Tenun Dayak Iban adalah kain tradisional yang terbuat dari benang katun dan berasal dari Kalimantan Barat. Kain ini digunakan sebagai pelengkap pakaian dalam upacara adat oleh Suku Dayak Iban. Motif-motifnya dibuat dengan teknik tenun khas yang diwariskan secara turun-temurun, menampilkan simbol-simbol yang sarat makna spiritual dan budaya. Selain sebagai hiasan atau pelengkap busana, kain ini juga mencerminkan identitas, status sosial, dan kepercayaan masyarakat Dayak dalam kehidupan adat mereka.


---
Dayak Iban Woven Cloth
Material: Cotton Thread
Place of Origin: West Kalimantan


Description:
The Dayak Iban Woven Cloth is a traditional textile made from cotton thread and originates from West Kalimantan. It is used as a complementary garment during traditional ceremonies by the Dayak Iban people.


The motifs are created using a distinctive weaving technique passed down through generations, showcasing symbols rich in spiritual and cultural meaning. Beyond its decorative purpose, this cloth reflects the identity, social status, and belief system of the Dayak community in their customary way of life.
HTMLText_F0241777_EA33_BE47_41DD_9B87FF8F02CC.html =
Sarung Songket Kotak
Bahan: Kain Katun
Bentuk: Berbentuk persegi panjang dengan warna dasar merah hati, motif kotak-kotak orange dan di bagian tengahnya terdapat motif bunga tabur di dalam panil-panil


---
Checkered Songket Sarong
Material: Cotton Fabric
Shape: Rectangular in shape with a maroon base color, orange checkered motifs, and scattered flower patterns within the panels at the center.


HTMLText_F23A9FDF_E9A9_27EA_41C6_98E36709107C.html =
Sarung Songket
Bahan: Kain Sutra dan Katun
Deskripsi:
Berbentuk persegi panjang dengan warna dasar kuning dengan motif bunga tabur, belah wajik dan flora.


---
Sarung Songket
Material: Silk and Cotton Fabric
Description:
Rectangular in shape with a yellow base color, featuring scattered floral patterns, diamond shapes, and floral motifs.


HTMLText_F3573BBA_EA31_96C8_41EA_50803E39BABB.html =
Sarung Sutra Bintang
Bahan: Kain Sutra
Bentuk: Berbentuk persegi panjang dengan motif bunga dan bintang. Dengan warna dasar merah muda.


---
Silk Sarong with Star Motif
Material: Silk Fabric
Shape: Rectangular in shape with floral and star motifs, featuring a light pink base color.



HTMLText_F0455870_EA32_9259_41E4_3806FEC16007.html =
Sarung Sutra Ungu Motif Naga
Bahan: Kain Sutra
Bentuk: Berbentuk persegi panjang dengan warna dasar ungu, motif naga, kupu-kupu dan flora.


---
Purple Silk Sarong with Dragon Motif
Material: Silk Fabric
Shape: Rectangular in shape with a purple base color, decorated with dragon, butterfly, and floral motifs.



HTMLText_F3509F89_EA31_8ECB_41D8_0BB432A83874.html =
Sarung
Bahan: Kain Katun
Bentuk: Berbentuk persegi panjang bermotif petak-petak berlapis warna merah


---
Sarung
Material: Cotton Fabric
Shape: Rectangular in shape with layered red checkered motifs.



HTMLText_F59E59B2_ED0E_3C94_41E2_0E67C8049EEC.html =
Sawah
Sawah adalah sebidang tanah yang telah digarap untuk dapat dikembangkan menjadi
lahan budidaya tanaman padi. Di indonesia kepandaian mengolah lahan budidaya tanaman padi sudah dikenali sejak masa lampau yang merupakan perkembangan dari pengetahuan bercocok tanam dengan pola berladang pada masa neolitikum atau sekitar 2000 s.d. 1000 SM.
Pada masa itu manusia telah memanfaatkan hutan belukar, dengan cara menebang dan membakar pohon dan belukar. Kemudian dikembangakan menjadi ladang untuk ditanami tumbuhan yang dapat memenuhi kebutuhan bahan pangan. Tumbuhan yang mula-mula ditanam, antara lain dari jenis umbi-umbian dan biji-bijian seperti keladi, ubi jalar, jerawut, padi dan kacang.
Pengolahan lahan yang ditampilkan disini adalah model pengolahan sawah di daerah kampar yang di kerjakan dengan menggunakan peralatan yang masih sederhana dan tradisional.


---
Rice Field
A rice field is a plot of land that has been cultivated to serve as a site for rice farming. In Indonesia, the skill of cultivating rice fields has been known since ancient times, evolving from early farming knowledge during the Neolithic period, around 2000 to 1000 BCE.


During that time, humans began utilizing bushland by cutting and burning trees and shrubs. These cleared areas were then developed into fields for planting crops that could meet their food needs. The first plants to be cultivated included tubers and grains such as taro, sweet potatoes, millet, rice, and beans.


The land cultivation method presented here is a traditional rice farming model from the Kampar region, carried out using simple and traditional tools.
HTMLText_C6535101_FFB2_F4EB_41D1_6E08BDDD0F58.html =
Sekis Kristalin
Batuan Sekis adalah batuan metamorf (malihan) yang berasal dari batuan basalt. Umumnya, batuan sekis berwarna hitam, keunguan, kehijauan, kecoklatan, keemasan, kekuningan dan kemerahan. Untuk ukuran butir dari sekis berukuran medium atau menengah. Komposisi yang terkandung di dalam batuan sekis ini yakni mika dan granit. Sementara itu, struktur dari sekis sendiri berfoliasi. Suhu serta tekanan saat proses terbentuk batuan sekis ini sangat tinggi. Oleh karena itu, batuan sekis memiliki ciri-ciri bergelombang dan terkadang ada kristal garnet di dalamnya. Batuan Sekis biasanya dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam konstruksi bangunan dan sebagai batu hias. Komposisi mineral dalam batuan sekis dapat digunakan untuk memperkirakan suhu dan tekanan yang terjadi selama metamorfisme suatu daerah.


---
Crystalline Schist
Schist is a metamorphic rock that originates from basalt. Generally, schist rocks come in colors such as black, purplish, greenish, brownish, golden, yellowish, and reddish. The grain size of schist is typically medium. The main mineral composition found in schist includes mica and granite. Structurally, schist is foliated. The temperature and pressure involved in the formation of schist are extremely high, which gives the rock its characteristic wavy texture and sometimes contains garnet crystals.


Schist is commonly used as a raw material in construction and as decorative stone. The mineral composition within schist can also be used to estimate the temperature and pressure conditions that occurred during the metamorphism of a given area.
HTMLText_F0FCD233_EA2E_B1D8_41AE_4FEDFDF5C103.html =
Selendang Panjang Sutra Warna Coklat Tua
Bahan: Kain Sutra
Bentuk: Berbentuk persegi panjang dengan motif kotak-kotak dan flora. Serta memiliki warna dasar coklat tua.


---
Dark Brown Silk Long Scarf
Material: Silk Fabric
Shape: Rectangular in shape with checkered and floral motifs, and a dark brown base color.



HTMLText_F29D80AF_E9A7_D9AA_41E9_523E5EABC513.html =
Selendang
Bahan: Kain Katun
Deskripsi:
Berbentuk persegi panjang warna kuning bermotif bunga tabur dan sulur tumbuhan


---
Selendang
Material: Cotton Fabric
Description:
Rectangular in shape, yellow in color, with scattered floral patterns and vine motifs.


HTMLText_F2787345_EAD2_B7B8_41A4_380413179833.html =
Seletup
Seletup merupakan salah satu permainan tradisional masyarakat Melayu. Dimainkan oleh anak laki-laki, dengan menggunakan alat bantu yang terbuat dari bambu sebagai laras dan tangkai penyodok, serta buah seletup sebagai pelurunya. Dimainkan dengan memasukan peluru kedalam lubang laras seletup kemudian disodok hingga peluru tersebut meluncur keluar.


---
Seletup
Seletup is one of the traditional games of the Malay community, typically played by boys. The game uses a bamboo tube as the barrel and a wooden stick as the plunger, with buah seletup (a small fruit or object) as the projectile. To play, the projectile is inserted into the barrel and then pushed using the stick until it shoots out from the other end.
HTMLText_F588407B_EEF5_163E_41E9_E1A71F2D404B.html =
Sempoa
Bahan : Kayu
Fungsi : Alat Menghitung / Perniagaan


---
Abacus
Material: Wood
Function: Counting tool / Commerce


HTMLText_2EDD344C_057A_C49A_4175_CB812E3D90B4.html =
Senapan
Bahan : Kayu dan Besi
Asal daerah : Pekanbaru
Fungsi : Sebagai senjata oleh masyarakat Kunto Darussalam, Kab. Rokan Hulu untuk melawan atau mengusir penjajah Belanda.


---
Rifle
Material: Wood and iron
Region of Origin: Pekanbaru
Function: Used as a weapon by the people of Kunto Darussalam, Rokan Hulu Regency, to fight against or drive out Dutch colonial forces.
HTMLText_F283FA74_EAD1_9658_41D7_95979F13B8DA.html =
Seruling
Seruling adalah salah satu alat musik tertua yang diketahui manusia. Beberapa seruling yang ditemukan oleh para arkeolog diperkirakan berumur antara 35.000 hingga 43.000 tahun. Seruling umumnya berbentuk tabung panjang dengan lubang-lubang nada di sepanjang badannya dan biasanya seruling terbuat dari bambu. Seruling sering digunakan untuk memainkan melodi utama dalam sebuah lagu, sebagai pengiringi alat musik lain, disebagian wilayah seruling juga digunakan dalam acara adat, seperti upacara perkawinan, khitanan, selain itu seruling juga dimainkan dalam pertunjukan seni musik tradisional, seperti gamelan, keroncong, atau dangdut. Seruling dimainkan dengan cara ditiup pada lubang yang terdapat di ujung seruling. Untuk menghasilkan nada yang berbeda, pemain seruling harus menutup dan membuka lubang-lubang nada yang ada di badan seruling.


---
Flute
The flute is one of the oldest musical instruments known to mankind. Some flutes discovered by archaeologists are estimated to be between 35,000 and 43,000 years old. A flute is generally a long tube with tone holes along its body and is typically made of bamboo.


The flute is often used to play the main melody of a song or to accompany other musical instruments. In some regions, it is also used in traditional ceremonies such as weddings and circumcision rituals. Additionally, the flute is played in traditional music performances such as gamelan, keroncong, or dangdut.


The flute is played by blowing air into a hole at the end of the instrument. To produce different notes, the player must open and close the tone holes along the body of the flute.
HTMLText_C12A57E7_FFB7_BB36_41E1_8EB86B1337BB.html =
Siamang
KLASIFIKASI ILMIAH Siamang tergolong dalam Filum Chordata, Kelas Mamalia, termasuk anggota bangsa (ordo) Primata, suku (famili) Hylobatidae, dan satu-satunya anggota dari marga (genus) Symphalangus dengan nama ilmiah Symphalangus syndactylus.


MORFOLOGI Siamang merupakan kera berbadan Panjang dan tidak berekor dari keluarga owa. Siamang memiliki bulu yang sangat lebat dan panjang yang menutupi sebagian besar tubuhnya. Badannya sangat hitam mengkilap, kecuali bagian muka yang kadang-kadang ditumbuhi beberapa helai rambut berwarna putih, serta alis mata cokelat kemerahan, dahi yang rendah, serta hidungnya yang lebar dan pesek. Ciri khas yang dimiliki hewan ini yaitu adanya selaput di antara jari-jari tangan dan kakinya dan kantung suara yang terletak di leher yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan gema jika siamang sedang bersuara dan bernyanyi.


UKURAN Panjang tubuh dari kepala hingga kaki berkisar antara 55 hingga 65 cm dengan bobot 6 hingga 22,5 kg.


PERILAKU Siamang sering membuat suara gaduh pada waktu pagi dan sore hari, kecuali cuaca buruk. Hidupnya umumnya menyendiri atau dalam kelompok kecil yang terdiri atas satu jantan, dua betina atau induk, dan dua anak. Dibandingkan owa, binatang ini lebih mudah dihampiri manusia sampai jarak yang tidak terlalu jauh.


HABITAT Habitat siamang yaitu hutan primer di dataran rendah maupun hutan pegunungan sampai ketinggian 2.800 meter di atas permukaan laut. Siamang merupakan kera arboreal karena sebagian besar waktunya dihabiskan di atas tajuk pohon untuk beristirahat dan bermain dan hanya sekali-sekali turun untuk mencari makan. Siamang merupakan primata endemik yang menghuni hutan-hutan di Pulau Sumatera. Daerah penyebarannya yaitu hutan sekitar Pegunungan Bukit Barisan dan Sumatera bagian timur, kecuali Lampung.


MAKANAN Siamang memakan buah-buahan matang serta daun yang masih muda, selain itu siamang juga memakan serangga-serangga kecil.


PERKEMBANGBIAKAN Siamang berkembang biak setiap dua atau tiga tahun sekali dengan melahirkan satu ekor anak setelah masa bunting selama 230 hingga 235 hari (7 bulan). Siamang dapat hidup di alam liar sekitar 25 hingga 30 tahun.


---
Siamang
SCIENTIFIC CLASSIFICATION
The siamang belongs to the phylum Chordata, class Mammalia, order Primates, family Hylobatidae, and is the only member of the genus Symphalangus, with the scientific name Symphalangus syndactylus.


MORPHOLOGY
The siamang is a long-bodied, tailless ape from the gibbon family. It has very thick and long fur covering most of its body. Its body is glossy black, except for the face which may have a few white hairs, reddish-brown eyebrows, a low forehead, and a wide, flat nose. A distinctive feature of this animal is the membrane between its fingers and toes, and a throat pouch that can expand to produce echoes when the siamang calls or sings.


SIZE
The body length from head to foot ranges from 55 to 65 cm, with a weight between 6 and 22.5 kg.


BEHAVIOR
Siamangs often make loud calls in the morning and late afternoon, except during bad weather. They usually live alone or in small groups consisting of one male, two females or a mother, and two offspring. Compared to gibbons, siamangs are more approachable by humans from a relatively close distance.


HABITAT
Siamangs inhabit primary forests in lowland and montane areas up to 2,800 meters above sea level. They are arboreal apes, spending most of their time in the tree canopy for resting and playing, only occasionally coming down to the ground to forage. Siamangs are endemic primates found in the forests of Sumatra. Their distribution includes the forests around the Bukit Barisan Mountains and eastern Sumatra, except Lampung.


DIET
Siamangs eat ripe fruits and young leaves. They also consume small insects.


REPRODUCTION
Siamangs reproduce every two or three years by giving birth to one offspring after a gestation period of 230 to 235 days (7 months). In the wild, siamangs can live for about 25 to 30 years.
HTMLText_FCC3BEE8_EA52_8E48_41E2_EF75F90EC61A.html =
Sitinjak/Engrang
Sitinjak/Engrang sudah ada sejak dulu dan merupakan permainan yang membutuhkan keterampilan dan keseimbangan tubuh. Pada zaman dahulu engrang digunakan sebagai alat bantu untuk berjalan di daerah yang sulit dijangkau, seperti daerah berawa atau daerah dengan permukaan yang tidak rata. Seiring berjalannya waktu, engrang kemudian berkembang menjadi permainan tradisional yang populer di berbagai daerah di Indonesia. Permainan ini biasanya terbuat dari dua batang kayu atau bambu yang berbentuk lurus dengan panjang kurang lebih 2 meter, sedangkan untuk tumpuan bawah dibuat berbentuk segitiga. Cara bermain engrang cukup sederhana yaitu pemain cukup menaiki tumpuan kaki pada tongkat bambu tersebut, kemudian pemainnya diminta untuk berjalan dengan menggunakan kaki egrang. Pemain harus menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh. Semakin tinggi tumpuan kaki, semakin sulit juga permainannya. Permainan ini sering dimainkan pada acara-acara perayaan, seperti perayaan kemerdekaan atau festival budaya, selain itu engrang juga sering digunakan sebagai salah satu atraksi dalam pertunjukan seni.


---
Sitinjak / Egrang (Stilt Walking)
Sitinjak, also known as egrang or stilt walking, has existed since ancient times and is a traditional game that requires skill and body balance. In the past, stilts were used as a practical tool to walk across difficult terrain, such as swampy areas or uneven ground. Over time, egrang evolved into a popular traditional game across various regions of Indonesia.


The game typically uses two straight wooden or bamboo poles, each about 2 meters long. The footrests are usually shaped like a triangle at the bottom. To play, the player steps onto the footrests and tries to walk using the stilts. The main challenge is maintaining balance to avoid falling. The higher the footrests, the more difficult the game becomes.


This game is often played during celebrations such as Independence Day events or cultural festivals. It is also commonly performed as part of traditional arts or community attractions.
HTMLText_BD174E3F_FED2_CD17_41EF_DD203539C221.html =
Soluk
Soluk terbuat dari emas dan berfungsi sebagai penutup kepala yang biasanya digunakan oleh para pemuka adat (ninik mamak) disaat ada acara- acara adat di daerah Teluk Kuantan Singingi seperti pada acara pelantikan dan pemberian gelar adat.


---
Soluk
The soluk is made of gold and functions as a head covering typically worn by traditional leaders (ninik mamak) during customary ceremonies in the Teluk Kuantan Singingi region, such as inauguration events and the conferral of traditional titles.
HTMLText_F301D151_EAD3_F258_41D9_278F27232972.html =
Sosor Pelaminan
Bahan: Kertas Prada, benang emas dan kain katun
Deskripsi:
Sosor Pelaminan adalah hiasan pelengkap dalam dekorasi pelaminan adat Melayu yang berfungsi sebagai ornamen estetis di bagian atas atau tepi pelaminan. Hiasan ini dibuat dari bahan seperti kertas prada, benang emas, dan kain katun, yang dirangkai membentuk pola-pola indah dan simetris.


Motif pada sosor pelaminan biasanya mengusung unsur alam dan simbol budaya Melayu, seperti sulur, bunga, atau pucuk rebung, yang melambangkan keindahan, kemakmuran, dan harapan bagi pasangan pengantin. Warna-warna yang digunakan cenderung cerah dan mewah, seperti emas, merah, atau kuning, menciptakan nuansa sakral dan meriah pada suasana pelaminan.


Sosor pelaminan tidak hanya berfungsi sebagai dekorasi, tetapi juga mengandung makna filosofis tentang keharmonisan rumah tangga dan penghormatan terhadap adat istiadat dalam budaya Melayu.


---
Sosor Pelaminan
Sosor Pelaminan is a decorative element used in traditional Malay wedding stage (pelaminan) setups, serving as an aesthetic ornament placed along the upper or edge parts of the pelaminan. It is crafted from materials such as kertas prada (gold foil paper), golden threads, and cotton fabric, arranged in intricate and symmetrical patterns.


The motifs commonly featured on the sosor pelaminan are inspired by nature and Malay cultural symbols, such as vines (sulur), flowers, or pucuk rebung (bamboo shoots), which symbolize beauty, prosperity, and hopeful beginnings for the bride and groom. Bright and luxurious colors like gold, red, or yellow are often used to create a sacred and festive atmosphere.


More than just decoration, sosor pelaminan carries philosophical meaning, representing household harmony and deep respect for Malay customs and traditions.
HTMLText_F3CD530D_EAD6_B7C8_41E7_6DA59AF1AE26.html =
Tabir Pelaminan
Bahan: Benang emas dan kain prada
Bentuk: Berbentuk persegi panjang dengan warna dasar merah, motif wajik, belah wajik, flora dan sulur daun
Deskripsi:
Tabir Pelaminan merupakan elemen penting dalam pelaminan adat Melayu yang berfungsi sebagai latar belakang singgasana pengantin. Dengan bentuk persegi panjang, warna dasar merah, serta dihiasi motif wajik, belah wajik, flora, dan sulur daun, tabir ini mencerminkan keindahan, kemuliaan, dan harapan akan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.


---
Tabir Pelaminan
Tabir Pelaminan is an essential element in traditional Malay wedding stages, serving as the backdrop for the bridal throne (singgasana pengantin). It is rectangular in shape, made from benang emas (gold thread) and kain prada (decorative cloth), with a dominant red base color.


The fabric is adorned with motifs such as wajik (diamond shapes), belah wajik (split diamonds), floral patterns, and sulur daun (leafy vines), which symbolize beauty, nobility, and aspirations for a harmonious and prosperous married life.


Beyond its visual appeal, the tabir pelaminan reflects the cultural richness and deep values embedded in Malay wedding traditions.
HTMLText_D2C0A4B0_E0DC_5B2F_41D1_E5555CE90C89.html =
Tabung dan anak panah sakai
Bahan : Bambu, Logam dan Racun
Asal Didapat : Mandau, Kab. Bengkalis.
Deskripsi:
Sebagai alat untuk berperang dalam suasana bermusuhan, dan salah satu peralatan upacara adat jika mengakat kepala suku juga sebagai alat berburu dalam menunjung kebutuhan hidup.


---
Sakai Quiver and Arrows


Materials: Bamboo, Metal, and Poison
Place of Origin: Mandau, Bengkalis Regency


Description:
Used as a weapon during conflicts or hostile situations, the Sakai quiver and arrows also serve as ceremonial tools during traditional rituals, such as the inauguration of a tribal chief. Additionally, they are used for hunting as a means to support daily livelihood.
HTMLText_F0B6F82A_EAD1_91C9_41E0_527831D508D1.html =
Takraw / Sepak Raga
Bahan: Rotan
Deskripsi:
Takraw adalah cabang olahraga yang berasal dari sejenis permainan rakyat. Permainan ini mirip dengan voli, namun pemain menggunakan kaki untuk memukul bola yang terbuat dari rotan, Setiap pemain hanya diizinkan memainkan bola sebelum bola disepak tiga kali berturut turut. Permainan ini berasal dari zaman kesultanan melayu dikenal sebagai sepak raga dalam bahasa melayu


---
Takraw / Sepak Raga
Material: Rattan
Description:
Takraw is a sport that originated from a traditional folk game. It is similar to volleyball, but instead of using hands, players use their feet to strike a ball made of rattan. Each player is allowed to touch or kick the ball up to three consecutive times before it must be passed or returned.


This game dates back to the era of the Malay sultanates and is traditionally known as sepak raga in the Malay language. It emphasizes agility, coordination, and acrobatic skill, and has evolved into a competitive sport widely played across Southeast Asia.
HTMLText_C7A36929_D142_E28E_41EA_0D365BB51AC9.html =
Tali Merdeka
Tali Merdeka adalah permainan lompat tali tradisional yang berasal dari Riau. Permainan ini menggunakan tali yang terbuat dari rangkaian karet gelang yang disambung memanjang. Disebut "Tali Merdeka" karena gerakan tangan pemain saat lompatan terakhir menyerupai simbol orang yang merdeka dengan mengangkat tangan setinggi kepalan. Cara bermain tali merdeka pertama siapkan tali yang terbuat dari rangkaian karet gelang dengan panjang sekitar 3-4 meter, setelah itu kedua pemain yang menjadi pemegang tali merentangkan tali karet, pemain lainnya secara bergantian melompati tali tersebut, tinggi tali dinaikkan secara bertahap, mulai dari setinggi mata kaki, lutut, pinggang, dada, hingga akhirnya setinggi tangan yang diacungkan ke atas


---
Merdeka Rope
Tali Merdeka is a traditional jump rope game that originates from Riau, Indonesia. The game uses a rope made by linking together rubber bands into a long elastic chain. It is called “Tali Merdeka” (“Freedom Rope”) because, during the final jump, the player’s hand movements resemble the symbol of freedom — with arms raised and fists clenched high.


To play, a rope about 3 to 4 meters long is prepared using the linked rubber bands. Two players act as rope holders and stretch the rope, while other players take turns jumping over it. The rope height increases gradually, starting from ankle level, then moving to the knee, waist, chest, and finally up to the height of a raised hand.


This game encourages agility, coordination, and teamwork, and was a favorite pastime for children, especially girls, during breaks or dry seasons.
HTMLText_F71ACA72_EF0A_1F94_41E5_3769F26BE6A3.html =
Tali Ulur
Bahan : Rotan
Fungsi: Digunakan sebagai menurunkan madu dari pohon


---
Rope Pulley
Material: Rattan
Function: Used to lower honey from trees.
HTMLText_BFB6E522_FEDD_5F2E_41E8_0C3335756A7C.html =
Tampuk Bantal
Terbuat dari perak dan berbentuk bundar pipih, dihiasi penuh dengan bunga sulur yang timbul mengelilingi lingkaran. Pada bagian tengah terdapat punat, kecil dengan ukiran timbul, kemudian terdapat motif lingkaran timbul bertingkat kecil, menengah dan pada tepi tampuk bantal. Sekeliling tepi tampuk bantal terdapat lubang kecil yang berfungsi untuk mengaitkan benang. Tampuk bantal merupakan hiasan yang dipasangkan pada ujung bantal menggunakan benang.


---
Pillow End Ornament
Made of silver and shaped in a flat circular form, it is fully adorned with raised vine flower patterns encircling the entire piece. At the center lies a small raised knob with embossed carvings, surrounded by concentric raised circular motifs in small, medium, and outermost sizes. Around the edge of the ornament are small holes that serve as thread loops. The pillow end ornament is a decorative piece attached to the ends of a pillow using thread.
HTMLText_BDD22CEF_FEDF_4D37_41D1_87876FAAF03C.html =
Tampuk Bantal
Terbuat dari perak dengan bentuk persegi panjang pipih, dihiasi ukiran motif wajik pada bagian tengah yang di dalamnya terdapat ukiran motif sulur daun, pada bagian tepi tampuk bantal terdapat lubang kecil yang mengelilingi untuk mengaitkan benang. Tampuk bantal merupakan hiasan yang dipasangkan pada ujung bantal menggunakan benang.


---
Pillow End Ornament
Made of silver in a flat rectangular shape, it is decorated with a diamond-shaped motif in the center, within which are carvings of leaf vine patterns. Along the edges of the ornament are small surrounding holes used for threading. The pillow end ornament is a decorative piece attached to the ends of a pillow using thread.
HTMLText_C1D8C0F5_FEDD_552B_41E8_200ECD3074C8.html =
Tampuk Bantal
Terbuat dari perak dengan bentuk persegi panjang pipih, dihiasi ukiran timbul bunga salur pada tepi dan di tengahnya terdapat pusat punat berbentuk lingkaran kecil. Sekeliling tepi tampuk bantal terdapat lubang kecil yang berfungsi untuk mengaitkan benang. Tampuk bantal merupakan hiasan yang dipasangkan pada ujung bantal menggunakan benang.


---
Pillow End Ornament
Made of silver in a flat rectangular shape, it is adorned with embossed floral vine carvings along the edges, with a central raised dot in the form of a small circle. Around the edge of the ornament are small holes that function as thread loops. The pillow end ornament is a decorative piece attached to the ends of a pillow using thread.
HTMLText_F4EDD3A3_EF1A_6CB4_41DC_BBCF02075408.html =
Tangguk
Bahan : Rotan
Fungsi: Digunakan sebagai alat menangkap ikan pada air yang dangkal di sungai dan dipinggir sungai oleh suku sakai


---
Tangguk
Material: Rattan
Function: Used as a tool to catch fish in shallow waters of rivers and riverbanks by the Sakai tribe.
HTMLText_BFE442A1_E1D4_7F30_41DB_D22DB02B3F7D.html =
Tanjak Bugis Tak Balik
Tanjak Bugis Tak Balik adalah penutup kepala tradisional Melayu yang memiliki ciri khas lipatan berombak tiga di bagian depan dan didominasi oleh warna merah. Tanjak ini melambangkan penyatuan identitas orang Bugis dengan masyarakat Melayu serta kesetiaan kepada Sultan Melayu. Selain berfungsi sebagai hiasan kepala, tanjak ini mengandung nilai-nilai budaya, simbol kepahlawanan, dan warisan istana yang digunakan di berbagai wilayah Melayu seperti Semenanjung Malaysia, Kalimantan, dan Kepulauan Riau. Keberadaannya memperkuat identitas dan nilai-nilai luhur dalam tradisi masyarakat Melayu.


---
Bugis Tak Balik Tanjak
The Bugis Tak Balik Tanjak is a traditional Malay headgear distinguished by its unique three-wave fold at the front and its dominant red color. This tanjak symbolizes the integration of Bugis identity with the Malay community, as well as loyalty to the Malay Sultan.


Beyond being a decorative headpiece, it carries deep cultural values, serving as a symbol of heroism and royal heritage. It is used across various Malay regions, including Peninsular Malaysia, Kalimantan, and the Riau Archipelago.


Its presence reinforces cultural identity and the noble values upheld in Malay traditions.
HTMLText_F23700FB_EAF6_924F_41EA_36C5DDAA23B2.html =
Tanjak Datuk Laksamana Hang Tuah


Tanjak Datuk Laksamana Hang Tuah adalah penutup kepala tradisional Melayu yang terinspirasi dari tokoh legendaris Hang Tuah, seorang laksamana terkenal dari Kesultanan Melaka yang dikenal karena keberanian, kesetiaan, dan kepemimpinannya. Tanjak ini menjadi simbol kehormatan, keberanian, dan kewibawaan seorang panglima Melayu.


Tanjak ini biasanya dibuat dari kain songket bermotif khas, dengan warna dominan seperti hitam, emas, atau biru tua yang melambangkan kekuatan dan kemuliaan. Bentuk lipatannya tegas dan menjulang, mencerminkan ketegasan dan kesiapsiagaan seorang pemimpin.


Dalam konteks budaya Melayu, tanjak ini tidak hanya sebagai pelengkap busana adat, tetapi juga sebagai simbol kebangsawanan, kepemimpinan, dan warisan sejarah yang mengingatkan akan semangat perjuangan dan keagungan nilai-nilai Melayu yang dijunjung tinggi hingga kini.


---
Tanjak Datuk Laksamana Hang Tuah


Tanjak Datuk Laksamana Hang Tuah is a traditional Malay headgear inspired by the legendary figure Hang Tuah, a renowned admiral of the Malacca Sultanate known for his bravery, loyalty, and leadership. This tanjak symbolizes honor, courage, and the authority of a Malay warrior leader.


It is typically crafted from intricately patterned songket fabric, with dominant colors such as black, gold, or deep blue—representing strength and nobility. The folds are firm and elevated, reflecting decisiveness and readiness of a true leader.


In the context of Malay culture, this tanjak is more than a ceremonial accessory. It serves as a powerful symbol of nobility, leadership, and historical legacy, evoking the enduring spirit of struggle and the proud values of the Malay heritage.
HTMLText_41135A80_08BA_9BC0_418B_D19707DB8E70.html =
Tanjak Diraja
(Tanjak Diraja Dendam Tak Sudah)


Tanjak Diraja adalah penutup kepala adat Melayu yang dikenakan oleh raja atau sultan dalam upacara kebesaran dan acara resmi kerajaan. Tanjak ini melambangkan kedaulatan, kekuasaan, dan kehormatan tertinggi dalam struktur sosial dan budaya Melayu.


Tanjak ini biasanya dibuat dari kain songket berkualitas tinggi, dengan warna emas atau kuning keemasan sebagai warna utama yang identik dengan kemegahan dan simbol kebangsawanan. Bentuknya menjulang dan dilipat dengan teknik khusus yang hanya digunakan untuk kalangan istana. Lipatan tanjak Diraja umumnya lebih rumit dan eksklusif dibanding tanjak biasa.


Sebagai bagian dari pakaian kebesaran, tanjak Diraja bukan sekadar aksesori, tetapi juga menjadi simbol legitimasi kekuasaan, kemuliaan adat, serta kesinambungan warisan budaya kerajaan Melayu yang dijunjung tinggi secara turun-temurun.


---
Royal Tanjak
(Tanjak Diraja Dendam Tak Sudah)


The Royal Tanjak is a traditional Malay headgear worn by kings or sultans during grand ceremonies and official royal events. It symbolizes sovereignty, authority, and the highest honor within the Malay social and cultural structure.


This tanjak is typically crafted from high-quality songket fabric, with gold or golden-yellow as the dominant color—representing grandeur and nobility. Its towering shape is folded using a special technique reserved exclusively for the royal court. The folds of the Royal Tanjak are usually more intricate and exclusive than those of common tanjak.


As part of regal attire, the Royal Tanjak is not merely an accessory—it serves as a symbol of legitimate power, cultural dignity, and the enduring legacy of the Malay royal heritage, preserved and honored through generations.
HTMLText_B14590CB_E1F4_3B71_41E3_7EE62CFBE8C9.html =
Tanjak Masyarakat Bali
Dari : Bali
Deskripsi:
Tanjak Bali, yang lebih dikenal dengan sebutan "Udeng", adalah penutup kepala tradisional yang dikenakan oleh laki-laki Bali dalam berbagai kegiatan, terutama saat upacara adat dan keagamaan. Terbuat dari kain katun atau sutra , udeng dilipat dan diikat dengan cara khusus sehingga membentuk simpul di bagian depan.
Udeng tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap pakaian adat, tetapi juga memiliki makna spiritual. Simpul di tengah melambangkan konsentrasi pikiran dan niat yang lurus, sedangkan warna dan motif udeng dapat menunjukkan status sosial, jenis upacara, atau bahkan kasta pemakainya. Penggunaan tanjak atau udeng mencerminkan kesucian, kedisiplinan, dan penghormatan terhadap tradisi dalam kehidupan masyarakat Bali.


---
Balinese Tanjak (Udeng)
Origin: Bali


Description:
The Balinese Tanjak, more commonly known as Udeng, is a traditional head covering worn by Balinese men during various activities, especially in customary and religious ceremonies. Made from cotton or silk fabric, the udeng is folded and tied in a specific way to form a knot at the front.


The udeng not only serves as a complement to traditional attire but also holds spiritual significance. The knot in the center symbolizes focused thought and pure intention, while the colors and patterns of the udeng can reflect social status, the type of ceremony, or even the wearer’s caste.


The use of the tanjak or udeng represents purity, discipline, and respect for tradition in Balinese cultural life.
HTMLText_BD17C684_E03C_E7F7_41D1_82ABC7B08596.html =
Tanjak Masyarakat Bengkulu


Dari: Bengkulu
Deskripsi:
Tanjak Masyarakat Bengkulu adalah penutup kepala tradisional yang dikenakan oleh kaum pria dalam berbagai upacara adat, pernikahan, dan acara kebudayaan. Tanjak ini merupakan bagian penting dari busana adat Melayu Bengkulu yang mencerminkan kehormatan, kejantanan, dan status sosial pemakainya.
Biasanya terbuat dari kain songket Bengkulu yang kaya akan motif khas seperti bunga raflesia, pucuk rebung, atau motif geometris Melayu, tanjak dilipat dengan teknik tertentu hingga membentuk bagian depan yang runcing atau menjulang ke atas. Bentuk tersebut melambangkan semangat, keberanian, dan keluhuran budi.
Tanjak tidak hanya sebagai pelengkap busana, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis dan identitas budaya yang diwariskan secara turun-temurun, menjadikannya simbol penting dalam warisan budaya masyarakat Melayu Bengkulu.


---
Tanjak of the Bengkulu People
Origin: Bengkulu


Description:
The Tanjak of the Bengkulu people is a traditional headgear worn by men during various customary ceremonies, weddings, and cultural events. It is an essential part of the traditional Malay attire in Bengkulu, symbolizing honor, masculinity, and the wearer’s social status.


Usually made from Bengkulu’s richly patterned songket fabric, featuring motifs such as the rafflesia flower, bamboo shoots (pucuk rebung), or Malay geometric designs, the tanjak is folded using a specific technique to form a pointed or upward-facing front. This shape represents spirit, bravery, and noble character.


More than a fashion accessory, the tanjak embodies philosophical values and cultural identity, passed down through generations, making it a meaningful symbol in the cultural heritage of the Malay community in Bengkulu.
HTMLText_B8C5D209_E02C_3EF0_41EB_F68C5A1B5457.html =
Tanjak Masyarakat Jambi


Dari: Jambi
Deskripsi:
Tanjak masyarakat Jambi adalah penutup kepala tradisional yang mencerminkan kehormatan, jati diri, dan budaya Melayu Jambi. Dibuat dari kain songket atau batik bermotif khas, tanjak ini digunakan dalam berbagai upacara adat dan acara resmi. Selain sebagai pelengkap busana, tanjak memiliki makna filosofis tentang status sosial, tata krama, dan kebanggaan terhadap warisan budaya yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jambi.


---
Tanjak of the Jambi People
Origin: Jambi


Description:
The Tanjak of the Jambi people is a traditional headgear that symbolizes honor, identity, and the rich Malay culture of Jambi. It is made from songket or batik fabric featuring distinctive local motifs, and is worn during traditional ceremonies and formal events.


Beyond its function as part of traditional attire, the tanjak holds philosophical meaning related to social status, etiquette, and pride in cultural heritage—values that are preserved and upheld by the Jambi community.
HTMLText_B604334D_E1EC_5D71_41DD_870E6290E4A2.html =
Tanjak Masyarakat SULTENG
Dari: Sulawesi Tengah
Deskripsi:
Tanjak Masyarakat Sulawesi Tengah merupakan penutup kepala tradisional yang dikenakan oleh kaum pria, khususnya dalam upacara adat dan pertunjukan budaya daerah. Tanjak ini mencerminkan identitas, kewibawaan, dan kehormatan dalam struktur sosial masyarakat Sulawesi Tengah, terutama pada suku-suku seperti Kaili dan Bugis yang menetap di wilayah tersebut.
Biasanya, tanjak Sulawesi Tengah terbuat dari kain tenun lokal dengan motif khas daerah, seperti motif geometris atau alam, dan dililitkan di kepala dengan bentuk tertentu yang menunjukkan status sosial atau peran adat seseorang. Warna-warna tanjak juga sering mencerminkan nilai simbolik—seperti keberanian, kesucian, atau kebijaksanaan.
Penggunaan tanjak ini menunjukkan pengaruh budaya Melayu dan Islam yang telah berasimilasi dengan tradisi lokal, menjadikannya sebagai salah satu unsur penting dalam busana adat pria Sulawesi Tengah.


---
Tanjak of Central Sulawesi
Origin: Central Sulawesi


Description:
The Tanjak of Central Sulawesi is a traditional male headpiece typically worn during cultural performances and customary ceremonies. It symbolizes identity, dignity, and honor within the social structure of Central Sulawesi communities, especially among ethnic groups such as the Kaili and Bugis who inhabit the region.


This tanjak is usually made from locally woven fabric featuring regional motifs, such as geometric or nature-inspired patterns, and is wrapped around the head in a specific style that often indicates the wearer’s social status or ceremonial role. The colors used also carry symbolic meanings—such as bravery, purity, or wisdom.


The use of the tanjak reflects the influence of Malay and Islamic cultures that have blended with local traditions, making it a significant element in the traditional attire of Central Sulawesi men.
HTMLText_BA7309D1_E034_ED10_41E8_E5A7B5E3653C.html =
Tanjak Masyarakat Sulawesi Utara


Dari: Sulawesi Utara
Deskripsi:
Tanjak masyarakat Sulawesi Utara adalah penutup kepala tradisional pria yang mencerminkan wibawa, kesopanan, dan penghormatan terhadap adat serta leluhur. Dibuat dari kain tenun khas daerah dengan bentuk lipatan sederhana namun bermakna, tanjak ini digunakan dalam berbagai acara adat dan budaya sebagai bagian dari identitas dan kebanggaan budaya lokal.


---
Tanjak of the North Sulawesi People
Origin: North Sulawesi


Description:
The Tanjak of the North Sulawesi people is a traditional male headgear that reflects authority, modesty, and respect for customs and ancestral heritage. Made from locally woven fabric, its simple yet meaningful fold design is worn during various traditional and cultural events.


This tanjak serves as a symbol of cultural identity and local pride, playing an important role in preserving and expressing the traditions of North Sulawesi.
HTMLText_B2734AAF_E1F4_EF30_41E7_332DB1352E57.html =
Tanjak Pengeran Antasari
Dari: Kalimantan Selatan
Deskripsi:
Tanjak Pangeran Antasari adalah penutup kepala tradisional bergaya Melayu yang dikenakan oleh Pangeran Antasari, pahlawan nasional dari Kesultanan Banjar. Tanjak ini memiliki bentuk runcing ke atas, dibuat dari kain songket atau tenun tradisional, dan dikenakan oleh laki-laki sebagai lambang kehormatan, keberanian, dan status bangsawan. Lebih dari sekadar hiasan, tanjak memiliki makna filosofis dalam budaya Melayu, mencerminkan kewibawaan dan warisan sejarah, yang telah digunakan sejak masa Kesultanan Sriwijaya.


---
Tanjak of Prince Antasari
Origin: South Kalimantan


Description:
The Tanjak of Prince Antasari is a traditional Malay-style headgear worn by Prince Antasari, a national hero from the Banjar Sultanate. This tanjak features an upward-pointing shape and is crafted from songket or traditional woven fabric. It is worn by men as a symbol of honor, courage, and noble status.


More than just a decorative item, the tanjak carries deep philosophical meaning in Malay culture, reflecting authority and historical heritage. It has been worn since the time of the Srivijaya Kingdom, signifying pride and the enduring legacy of Malay nobility.
HTMLText_42621056_08B9_8740_4181_27071CD43F19.html =
Tanjak Podong


Dari: Bajau sabah
Deskripsi:
Tanjak Podong adalah penutup kepala tradisional khas masyarakat Mandailing di wilayah Sumatera Utara, khususnya dari etnis Batak Mandailing. Tanjak ini memiliki bentuk yang unik dan mencerminkan status, kehormatan, dan kearifan lokal dalam adat Mandailing.
Tanjak Podong biasanya terbuat dari ulos kain tenun khas Batak dengan motif dan warna yang khas seperti hitam, merah, dan putih yang sarat akan makna filosofis. Bentuk tanjak ini menyerupai lipatan tegak ke atas, menunjukkan ketegasan, kewibawaan, dan kedewasaan pemakainya. Tanjak ini umumnya dikenakan oleh pria dalam acara adat seperti perkawinan, pelantikan raja adat, atau upacara adat besar lainnya.
Selain sebagai pelengkap busana adat, Tanjak Podong juga melambangkan identitas dan kedudukan sosial, serta menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur dan tradisi Mandailing yang kaya akan nilai budaya.


---
Tanjak Podong
Origin: Bajau, Sabah


Description:
Tanjak Podong is a traditional headgear originating from the Bajau community in Sabah. However, the description provided corresponds more closely to the Mandailing ethnic group in North Sumatra, Indonesia. In the Mandailing context, Tanjak Podong is a distinctive traditional head covering that symbolizes status, honor, and local wisdom within Mandailing customs.


Typically made from ulos, a woven Batak fabric rich in symbolic meaning, this tanjak features dominant colors such as black, red, and white—each carrying philosophical significance. Its upward-pointing fold reflects firmness, authority, and maturity.


This tanjak is usually worn by men during traditional events such as weddings, the inauguration of adat (customary) kings, or other major ceremonies. Beyond its role as traditional attire, the Tanjak Podong represents identity, social standing, and deep respect for ancestral heritage and the rich cultural values of the Mandailing people.
HTMLText_BBDD090D_E03C_2AF1_41D6_B1D592111CD2.html =
Tanjak Raja Sisingamangaraja


Dari: Tapanuli Utara
Deskripsi:
Tanjak Raja Sisingamangaraja adalah penutup kepala tradisional yang dikenakan oleh Raja Sisingamangaraja, pemimpin spiritual dan pejuang suku Batak Toba di Sumatera Utara. Tanjak ini bukan sekadar hiasan, melainkan simbol kewibawaan, kekuasaan, dan identitas kultural Batak.
Berbeda dengan tanjak khas Melayu, tanjak Raja Sisingamangaraja memiliki bentuk sederhana namun tegas, terbuat dari ulos, kain tenun khas Batak yang sarat makna simbolis. Warna dominan seperti merah, hitam, dan putih melambangkan keberanian, ketegasan, dan kesucian dalam filosofi Batak.
Sebagai bagian dari pakaian kebesaran raja, tanjak ini dikenakan dalam upacara adat besar dan momen penting, menunjukkan status spiritual dan politik pemakainya. Keberadaannya mencerminkan perpaduan antara adat, kepemimpinan, dan perjuangan melawan penjajahan, menjadikan tanjak ini sebagai lambang kehormatan dan warisan budaya Batak yang sangat dihormati.


---
Tanjak of Raja Sisingamangaraja
Origin: North Tapanuli


Description:
The Tanjak of Raja Sisingamangaraja is a traditional headpiece worn by Raja Sisingamangaraja, the spiritual leader and warrior of the Batak Toba people in North Sumatra. This tanjak is more than just an ornament—it represents authority, power, and the cultural identity of the Batak people.


Unlike the more elaborate Malay tanjak, this version has a simple yet firm form, made from ulos, the symbolic woven fabric of the Batak. Dominant colors such as red, black, and white reflect bravery, firmness, and purity according to Batak philosophy.


As part of royal ceremonial attire, the tanjak is worn during grand traditional events and significant moments, symbolizing the wearer’s spiritual and political stature. It reflects the unity of tradition, leadership, and resistance against colonialism, making this tanjak a deeply respected emblem of Batak cultural heritage and honor.
HTMLText_40680E02_08BA_9AC0_4181_B373EDE236F3.html =
Tanjak Terengganu


Dari: Tanjak Laksamana dan menteri besar terengganu
Deskripsi:
Tanjak Laksamana Terengganu adalah penutup kepala tradisional khas Melayu yang berasal dari Terengganu, Malaysia, dan secara khusus dikenakan oleh laksamana atau panglima perang dalam struktur istana. Tanjak ini mencerminkan keberanian, kehormatan, dan kedudukan tinggi dalam adat dan sistem pemerintahan kerajaan Melayu.
Tanjak ini biasanya dibuat dari kain songket dengan warna dominan hitam, biru tua, atau merah tua, dihiasi dengan benang emas atau perak untuk menunjukkan keagungan dan kewibawaan. Bentuk lipatannya tegas dan kokoh, dengan ujung menjulang ke atas atau menyerong, melambangkan kesiapsiagaan dan ketegasan seorang panglima.
Secara filosofi, Tanjak Laksamana Terengganu tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap busana adat, tetapi juga sebagai simbol keperwiraan, kesetiaan kepada raja, dan identitas budaya Melayu. Keberadaannya menjadi bagian penting dari warisan istana dan nilai-nilai kepemimpinan tradisional dalam masyarakat Melayu Terengganu.


---
Tanjak Terengganu


Origin: Worn by the Laksamana and Chief Ministers of Terengganu


Description:
Tanjak Laksamana Terengganu is a traditional Malay headgear from Terengganu, Malaysia, specifically worn by the laksamana (admiral or war commander) or high-ranking officials within the royal court. This tanjak symbolizes bravery, honor, and a high status within the Malay royal and governmental hierarchy.


It is typically crafted from luxurious songket fabric in dominant shades such as black, deep blue, or maroon, adorned with gold or silver threads to represent grandeur and authority. The fold is sharp and upright—often slanted or pointed upward—symbolizing readiness, strength, and leadership.


Philosophically, the Tanjak Laksamana Terengganu is not merely a component of ceremonial dress, but a cultural emblem of valor, loyalty to the king, and Malay identity. Its presence reflects the nobility of traditional leadership and remains an important part of the royal heritage and customs of the Malay society in Terengganu.
HTMLText_82C30479_E1D4_5B10_41EA_DB117ED014D8.html =
Tanjak Untung Surapati
Dari: Surabaya
Deskripsi:
Tanjak Untung Surapati adalah penutup kepala tradisional yang dikaitkan dengan sosok Untung Surapati, seorang pahlawan nasional Indonesia yang dikenal dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda pada abad ke-17. Dalam konteks budaya, tanjak ini merepresentasikan kebangsawanan, keberanian, dan kehormatan.
Tanjak ini biasanya terbuat dari kain tenun atau songket, dengan lipatan khas berbentuk runcing ke atas, mencerminkan karakter gagah dan tegas. Gaya tanjak yang dikenakan Untung Surapati menunjukkan perpaduan antara pengaruh budaya Jawa, Bali, dan Melayu, karena latar belakang kehidupannya yang beragam.
Selain sebagai pelengkap busana adat atau simbol status, Tanjak Untung Surapati juga menjadi lambang semangat perlawanan, martabat, dan identitas pejuang nusantara, serta bukti kuatnya nilai budaya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.


---
Tanjak of Untung Surapati
Origin: Surabaya


Description:
The Tanjak of Untung Surapati is a traditional headpiece associated with Untung Surapati, an Indonesian national hero known for his resistance against Dutch colonial rule in the 17th century. Culturally, this tanjak represents nobility, courage, and honor.


It is typically made from woven or songket fabric and features a sharp, upward-folded design that reflects boldness and strength. The style of the tanjak worn by Untung Surapati illustrates a blend of Javanese, Balinese, and Malay cultural influences, echoing his diverse life background.


More than just a traditional accessory or status symbol, the Tanjak of Untung Surapati stands as a powerful emblem of resistance, dignity, and the identity of a Nusantara warrior. It reflects the deep cultural values that supported Indonesia’s struggle for independence.
HTMLText_2499D4D5_0C93_534A_4166_563640AE86F0.html =
Tekat Api-api
Tekat api-api adalah salah satu bentuk sulaman tradisional khas Melayu yang ditandai dengan motif sulur atau bunga yang menyerupai nyala api. Motif ini disulam menggunakan benang emas atau perak di atas kain beludru, satin, atau kain halus lainnya, sehingga menghasilkan kesan mewah dan bercahaya.


Nama "api-api" diambil dari bentuk motifnya yang meliuk dan meruncing, menyerupai lidah api yang menyala. Motif ini memiliki makna simbolik yang menggambarkan semangat, keagungan, dan kemuliaan. Tekat ini biasanya digunakan untuk menghiasi pelaminan, busana pengantin, tutup dulang, atau perlengkapan adat lainnya.


---
Tekat Api-api
Tekat api-api is a form of traditional Malay embroidery distinguished by flame-like vine or floral motifs. These motifs are embroidered using gold or silver threads onto velvet, satin, or other fine fabrics, resulting in a luxurious and radiant appearance.


The name "api-api" comes from the motif’s swirling and tapering shapes, resembling tongues of fire. This design carries symbolic meaning, representing spirit, grandeur, and nobility. This embroidery is commonly used to decorate wedding thrones (pelaminan), bridal attire, tray covers, and other ceremonial accessories.
HTMLText_D1E108A4_F3E5_1AD6_41E6_7A4A32452A31.html =
Tekat Gelang
Tekat galang adalah salah satu jenis sulaman tradisional dalam budaya Melayu yang digunakan untuk memperindah kain atau perlengkapan adat. Istilah "galang" merujuk pada bentuk motif atau hiasan yang biasanya disusun memanjang dan berlapis seperti gelang atau ikatan, sehingga memberikan kesan tersusun rapi dan seimbang.


Teknik ini dikerjakan secara manual menggunakan benang emas atau perak, dan biasanya diaplikasikan pada kain beludru, terutama pada selempang, baju adat, tirai pelaminan, atau alas sesaji adat. Motif yang digunakan bisa berupa sulur, flora, atau bentuk geometris, yang memiliki makna simbolis tentang kemuliaan, keindahan, dan keteraturan hidup.


Tekat galang tidak hanya menambah keindahan secara visual, tetapi juga mencerminkan status sosial, nilai estetika, serta kekayaan budaya dan spiritual masyarakat Melayu yang diwariskan secara turun-temurun.


---
Tekat Gelang
Tekat gelang is a type of traditional embroidery in Malay culture used to embellish fabric or ceremonial accessories. The term gelang refers to the motif or decoration shape, typically arranged in elongated, layered patterns resembling bracelets or bindings, giving a sense of neatness and balance.


This technique is manually crafted using gold or silver thread and is usually applied to velvet fabric, especially on sashes, traditional clothing, wedding curtains, or ceremonial offering mats. The motifs may include vines, floral patterns, or geometric shapes, symbolizing nobility, beauty, and the harmony of life.


Tekat gelang not only enhances visual beauty but also reflects social status, aesthetic values, and the rich cultural and spiritual heritage of the Malay community passed down through generations
HTMLText_D0DE702E_F3EB_09D2_41E0_F3BF1D0E9F3C.html =
Tekat Gim
Tekat gim adalah salah satu jenis sulaman tradisional Melayu yang menggunakan benang emas atau perak (disebut gim) untuk membuat motif-motif timbul di atas kain, seperti beludru atau satin. Kata "gim" sendiri mengacu pada benang logam berkilau yang digunakan dalam sulaman ini.


Motif dalam tekat gim biasanya berupa bunga, daun, sulur, atau bentuk geometris, dan dikerjakan dengan teknik jahit tangan secara teliti agar menghasilkan pola yang rapi dan mewah. Tekat gim sering dijumpai pada busana pengantin, selempang, tirai pelaminan, dan perlengkapan adat lainnya, terutama dalam masyarakat Melayu di Riau, Palembang, dan sekitarnya.


---
Tekat Gim
Tekat gim is a type of traditional Malay embroidery that uses gold or silver threads (known as gim) to create raised motifs on fabrics such as velvet or satin. The word "gim" refers specifically to the shiny metallic threads used in this embroidery.


The motifs in tekat gim commonly include flowers, leaves, vines, or geometric patterns, and are hand-stitched meticulously to produce neat and luxurious designs. This embroidery is often found on bridal attire, sashes, wedding canopies (tirai pelaminan), and other ceremonial accessories, especially among Malay communities in Riau, Palembang, and surrounding regions.
HTMLText_D74058D0_F3EB_1A4E_41A7_5119F79526A2.html =
Tekat Kelingkan
Tekat kelingkan adalah sulaman tradisional Melayu yang menggunakan benang emas atau perak untuk membentuk motif hiasan pada kain. Sulaman ini mencerminkan keindahan, kemewahan, dan nilai budaya tinggi, serta sering digunakan pada busana dan perlengkapan adat. Proses pembuatannya yang rumit menjadikan tekat kelingkan sebagai salah satu warisan seni tekstil yang bernilai dan dijaga secara turun-temurun.


---
Tekat Kelingkan
Tekat kelingkan is a traditional Malay embroidery that uses gold or silver threads to create decorative motifs on fabric. This embroidery reflects beauty, luxury, and high cultural values, and is often used on traditional clothing and ceremonial accessories. Its intricate production process makes tekat kelingkan one of the most valuable and carefully preserved textile art heritages passed down through generations.


HTMLText_D0FA6166_F3EF_0A52_41E0_423B8D19ED90.html =
Tekat Laut
Tekat gim adalah salah satu jenis sulaman tradisional Melayu yang menggunakan benang emas atau perak (disebut gim) untuk membuat motif-motif timbul di atas kain, seperti beludru atau satin. Kata "gim" sendiri mengacu pada benang logam berkilau yang digunakan dalam sulaman ini.


Motif dalam tekat gim biasanya berupa bunga, daun, sulur, atau bentuk geometris, dan dikerjakan dengan teknik jahit tangan secara teliti agar menghasilkan pola yang rapi dan mewah. Tekat gim sering dijumpai pada busana pengantin, selempang, tirai pelaminan, dan perlengkapan adat lainnya, terutama dalam masyarakat Melayu di Riau, Palembang, dan sekitarnya.


---
Sea Embroidery
Tekat laut is a traditional form of Malay embroidery that uses gold or silver threads to create distinctive motifs inspired by marine elements, such as waves, shells, fish, and sea flora. The term laut (meaning "sea") refers to the decorative patterns or themes that symbolize maritime life, which hold deep meaning in the coastal Malay cultural tradition.


Like other types of tekat, tekat laut is handcrafted on fabrics such as velvet or satin using meticulous hand-stitching techniques to produce a raised, shimmering, and luxurious effect. This type of embroidery is commonly applied to traditional garments, wedding decorations, and ceremonial accessories, particularly within coastal Malay communities in regions such as Riau.
HTMLText_D0E64A26_F3ED_F9D2_41E5_82174C511B6B.html =
Tekat Manik-manik
Tekat kelingkan adalah sulaman tradisional Melayu yang menggunakan benang emas atau perak untuk membentuk motif hiasan pada kain. Sulaman ini mencerminkan keindahan, kemewahan, dan nilai budaya tinggi, serta sering digunakan pada busana dan perlengkapan adat. Proses pembuatannya yang rumit menjadikan tekat kelingkan sebagai salah satu warisan seni tekstil yang bernilai dan dijaga secara turun-temurun.


---
Beaded Embroidery
Tekat manik-manik is a traditional Malay embroidery technique that incorporates beads to form decorative motifs on fabric. This type of embroidery showcases beauty, elegance, and cultural richness. It is commonly used to embellish traditional attire and ceremonial accessories. With its detailed and meticulous craftsmanship, tekat manik-manik represents a valuable cultural heritage that continues to be preserved and passed down through generations.
HTMLText_26F996B4_0C91_5FCA_4175_97B5822370D3.html =
Tekat Perada
Tekat perada adalah jenis sulaman tradisional yang menggunakan benang emas atau perak yang disulam di atas kain, seperti beludru atau satin, untuk menghasilkan motif hiasan yang timbul dan mengilap. Teknik ini sering digunakan pada pakaian adat Melayu, terutama untuk keperluan upacara adat, pelaminan, serta perlengkapan pengantin.


Motif yang digunakan dalam tekat perada umumnya berupa bentuk flora, sulur, atau pola geometris yang memiliki makna filosofis. Proses pembuatannya dilakukan secara manual dengan tingkat ketelitian tinggi, menjadikan setiap hasil sulaman bernilai seni dan budaya.


Tekat perada mencerminkan keanggunan, kemewahan, dan status sosial dalam tradisi masyarakat Melayu, sekaligus menjadi warisan budaya yang terus dilestarikan dari generasi ke generasi.


---
Tekat Perada
Tekat perada is a type of traditional embroidery that uses gold or silver threads stitched onto fabric such as velvet or satin to create raised and shimmering decorative motifs. This technique is commonly used in Malay traditional attire, especially for ceremonial purposes, wedding decorations, and bridal accessories.


The motifs found in tekat perada typically feature floral forms, vines, or geometric patterns with philosophical meanings. The embroidery process is done manually with a high level of precision, making each embroidered piece a work of artistic and cultural value.


Tekat perada reflects elegance, luxury, and social status in Malay cultural traditions, while also serving as a cultural heritage passed down from generation to generation.
HTMLText_D04F2C0C_F39D_79D7_41D8_D9D07B77C8CF.html =
Tekat Sambow
Tekat Sambow adalah salah satu bentuk seni sulaman tradisional khas Melayu yang diterapkan pada kain untuk memperindah busana adat, terutama dalam pakaian pengantin dan pelaminan. Kata "tekat" merujuk pada teknik sulam timbul menggunakan benang emas atau perak, sedangkan "sambow" mengacu pada motif atau hiasan berbentuk menyerupai tumbuhan menjalar, seperti sulur-suluran atau kelopak bunga.


Teknik tekat sambow dilakukan secara manual di atas kain beludru atau kain halus lainnya, menghasilkan motif yang timbul dan berkilau. Hiasan ini biasanya diaplikasikan pada selempang, kain songket, tirai pelaminan, atau perlengkapan adat lainnya, untuk memberikan kesan megah, anggun, dan penuh makna budaya.


Tekat Sambow mencerminkan nilai estetika tinggi, ketelitian, dan kearifan lokal masyarakat Melayu, serta menjadi bagian penting dalam warisan budaya tekstil tradisional di daerah seperti Riau, Palembang, dan sekitarnya.


---
Tekat Sambow
Tekat Sambow is a form of traditional embroidery art distinctive to Malay culture, applied to fabric to beautify traditional attire, particularly in wedding garments and ceremonial decorations. The word tekat refers to the raised embroidery technique using gold or silver threads, while sambow refers to motifs or decorations resembling creeping plants, such as vines or flower petals.


The tekat sambow technique is done manually on velvet or other fine fabrics, resulting in raised and shimmering motifs. This decorative embroidery is commonly applied to sashes, songket cloths, wedding drapes, or other ceremonial accessories, creating a grand, elegant impression filled with cultural meaning.


Tekat Sambow reflects high aesthetic value, precision, and local wisdom of the Malay people. It is an essential part of traditional textile heritage in regions such as Riau, Palembang, and their surroundings.
HTMLText_F2C4C730_EAFE_9FD8_41D1_14564150DEFA.html =
Telepon Engkol
Bahan: Plastik
Fungsi: Sebagai Alat Komunikasi


---
Crank Telephone
Material: Plastic
Function: Used as a communication device
HTMLText_FEA1A788_EA51_7EC8_41AE_8DC21D4E236E.html =
Tempat Air
Bahan : Kayu
Asal ditemukan: Kampar
Fungsi : Sebagai tempat penyimpanan air nira


---
Water Container
Material: Wood
Place of Origin: Kampar
Function: Used as a storage container for palm sap (nira).




HTMLText_F75F1600_E9D9_5856_41A2_225A3F4EF700.html =
Tempat Buah
Bahan: Kuningan
Fungsi: Sebagai wadah yang digunakan untuk tempat buah-buahan


---
Flower Container
Material: Brass
Function: Used as a container for holding fruits.


HTMLText_F780B9E9_E9E9_6BD6_41D9_E17999A207DD.html =
Tempat Buah
Terbuat dari silika dengan wadah cekung seperti mangkuk, berbentuk bundar, dan permukaan dasar cenderung datar. Lingkaran bibir wadah lebih lebar daripada lingkaran badannya. Sekeliling bibir wadah berwarna hijau, bergelombang, dan memiliki lekukan sehingga tampak seperti mahkota bunga. Permukaan wadah memiliki desain berpola geometris berupa garis-garis bertikal. Wadahnya memiliki kaki rendah bulat dengan alas pipih bundar. Tempat buah ini diperkirakan berasal dari Eropa dan dibuat sekitar akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 masehi. Berfungsi sebagai perlengkapan peralatan makan pada saat menjamu tamu kerajaan.



---


Fruit Bowl
Made of silica, this bowl-shaped container has a round form with a slightly flat base. The rim is wider than the body and features a green, wavy, and indented edge resembling a flower crown. The surface of the bowl displays a geometric pattern consisting of vertical lines. It has a low, rounded foot with a flat, circular base.


This fruit bowl is estimated to originate from Europe and was made between the late 19th and early 20th century AD. It served as part of a dining set used for serving guests during royal banquets.
HTMLText_F18A6ED4_EA76_8E58_41D0_637CDB080253.html =
Tempat Tepung Tawar
Bahan: Kuningan
Fungsi: Sebagai wadah untuk meletakkan bahan-bahan dalam proses tepung tawar
Deskripsi:
Tepung tawar adalah tradisi masyarakat Melayu yang masih lestari hingga kini. Tradisi ini sangat erat kaitannya dengan kebudayaan Melayu yang melambangkan kebahagiaan, keselamatan, kesejahteraan, dan berbagai hal baik lainnya. Tujuan dari tradisi tepung tawar adalah untuk memberikan doa selamat dan berkat kepada orang yang akan ditepuk tepung tawar. Untuk melakukan proses tepung tawar dibutuhkan adanya tempat tepung tawar yang terbuat dari bahan kuningan yang berfungsi sebagai wadah untuk meletakkan bahan-bahan yang diperlukan dalam proses tepung tawar. Adapun untuk bahan-bahan yang dibutuhkan selama proses ini antara lain beras, kunyit, beras bertih, inai yang digiling, daun perinjis (percikan) dan air mawar.


---
Tepung Tawar Container
Material: Brass
Function: Used as a container for holding the ingredients during the tepung tawar ceremony.
Description:
Tepung tawar is a traditional Malay ritual that has been preserved to this day. Deeply rooted in Malay culture, the ritual symbolizes happiness, safety, prosperity, and other positive values. The purpose of tepung tawar is to bestow blessings and good wishes upon the person receiving the ritual.


To perform the tepung tawar ceremony, a special brass container is used to hold the ingredients required for the ritual. These ingredients typically include rice, turmeric, popped rice, ground henna, perinjis (sprinkling) leaves, and rose water.
HTMLText_F2C3D321_EAFE_97FB_41E9_7260D7D180CE.html =
Teodolit
Bahan: Kuningan
Fungsi: Sebagai Alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak.


---
Theodolite
Material: Brass
Function: A land surveying instrument used to measure horizontal and vertical angles to determine land elevation.
HTMLText_FC682402_EA32_B1B9_41C1_58326A932D06.html =
Tepak Sirih Cembul Manggis
Bahan: Kuningan
Asal daerah: Kampar
Fungsi: Digunakan Sebagai wadah penyimpanan perlengkapan menyirih


---
Betel Nut Container – Cembul Manggis Type
Material: Brass
Region of Origin: Kampar
Function: Used as a container for storing betel chewing equipment.


HTMLText_FEECB1CF_EA37_F247_41D8_ABCF5A334517.html =
Tepak Sirih
Bahan: Kuningan
Asal daerah: Pekanbaru
Fungsi: Digunakan Sebagai wadah penyimpanan perlengkapan menyirih


---
Betel Nut Container
Material: Brass
Region of Origin: Pekanbaru
Function: Used as a container for storing betel chewing equipment.


HTMLText_F5FBA1DA_EEFB_F67E_41E0_256635FB52E1.html =
Timbangan
Asal didapat : Kab. Kampar
Fungsi : Untuk mengukur / menimbang dalam perniagan


---
Timbangan
Origin: Kampar Regency
Function: Used for measuring/weighing in trade
HTMLText_F7EFC2E6_EF0A_2CBC_41EB_D15AF9066338.html =
Timo
Bahan : Rotan
Fungsi: Digunakan sebagai tempat meletakkan hasil panen lebah (Madu)


---
Timo
Material: Rattan
Function: Used as a container to place harvested honey.
HTMLText_247B822B_0C91_56DE_4170_4C1508511917.html =
Tongkah Kerang
Tongkah merupakan papan yang terbuat dari jenis kayu Pulai dan Jelutung yang digunakan untuk tumpuan atau titian yang biasanya dipasang pada tempat becek dan basah (berlumpur). Tongkah rata-rata dibuat dengan ukuran panjang 2 meter hingga 2,5 meter, lebar 50 cm hingga 80 cm dan tebal 3 cm hingga 5 cm. Tongkah menjadi alat bantu ketika menongkah atau mencari kerang darah (Anadara Granosa) oleh orang Duanu (Suku Orang Laut) di Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Teknik menongkah sudah menjadi tradisi orang Duanu dalam mencari kerang di pantai lumpur. Kegiatan ini dilakukan sebanyak 20 kali dalam sebulan ketika air sedang surut. Ketika orang Duanu menongkah, salah satu kaki digunakan sebagai tumpuan untuk tongkah dan tempat mengumpulkan kerang, sementara kaki yang satunya digunakan sebagai pengayuh.


---
Tongkah Kerang
Tongkah is a board made from Pulai or Jelutung wood, used as a footing or pathway typically placed on muddy and wet areas. Tongkah boards are usually made with a length of 2 to 2.5 meters, a width of 50 to 80 centimeters, and a thickness of 3 to 5 centimeters. Tongkah serves as an aid in the traditional practice of "menongkah" or collecting blood clams (Anadara granosa) by the Duanu people (Sea Nomad Tribe) in Indragiri Hilir, Riau Province. The menongkah technique has become a long-standing tradition among the Duanu for harvesting clams in muddy coastal areas. This activity is usually carried out up to 20 times a month during low tide. While menongkah, one foot is used for balancing on the tongkah and collecting clams, while the other foot functions as a paddle.
HTMLText_F65C42F9_E585_1DCE_41CE_B82776DD4F3F.html =
Topeng Apek Sampan Kotak
Didapat: Pekanbaru
Deskripsi:
Topeng Apek Sampan Kotak adalah salah satu jenis topeng tradisional yang berasal dari budaya Melayu Riau, khususnya digunakan dalam seni pertunjukan rakyat seperti teater rakyat atau tari tradisional. Topeng ini mewakili karakter "apek", yaitu sosok orang tua laki-laki keturunan Tionghoa yang digambarkan dengan gaya khas dan lucu.


Topeng ini memiliki bentuk kotak dan menampilkan ekspresi wajah yang mencolok, biasanya dengan ciri khas seperti alis tebal, mata sipit, kumis panjang, dan senyum menyeringai. Bentuknya yang kotak melambangkan sifat keras kepala atau watak unik, dan digunakan untuk menghibur penonton melalui dialog jenaka atau gerakan lucu.


Dalam pertunjukan, Topeng Apek Sampan Kotak sering digunakan untuk menggambarkan karakter tua yang cerewet namun bijak, dan menjadi simbol asimilasi budaya Melayu dan Tionghoa di daerah pesisir. Topeng ini bukan hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga menyampaikan kritik sosial dan nilai budaya lokal melalui cerita yang dibawakan.


---
Topeng Apek Sampan Kotak
Origin: Pekanbaru
Description:
Topeng Apek Sampan Kotak is a type of traditional mask originating from the Malay Riau culture, specifically used in folk performing arts such as folk theater or traditional dance. This mask represents the character "apek," an elderly Chinese male figure portrayed with a distinctive and humorous style.


The mask has a square shape and displays a striking facial expression, typically featuring thick eyebrows, slanted eyes, a long mustache, and a wide grin. Its square shape symbolizes stubbornness or a unique character trait and is used to entertain the audience through comedic dialogue or funny movements.


In performances, Topeng Apek Sampan Kotak is often used to portray an old man who is talkative yet wise, symbolizing the cultural assimilation between Malay and Chinese communities in coastal areas. The mask serves not only as entertainment but also conveys social criticism and local cultural values through the stories performed.
HTMLText_F1A3CF77_E585_04C2_41CB_67B4D5B5F340.html =
Topeng Awang
Bahan: Fiber
Didapat: Baru Keke, Kijang, Kepulauan Riau
Fungsi: Untuk menutup wajah teater tradisional Mak Yong


---
Awang Mask
Material: Fiber
Origin: Baru Keke, Kijang, Riau Archipelago
Function: Used to cover the face in traditional Mak Yong theater performances.
HTMLText_443F6694_094F_8BC0_4196_0EA0E26B95F0.html =
Topeng Inang Pengasih
Bahan: Fiber
Didapat: Baru Keke, Kijang, Kepulauan Riau
Deskripsi:
Untuk Penutup wajah teater tradisional Mak Yong


---
Topeng Inang Pengasih


Material: Fiber
Origin: Baru Keke, Kijang, Riau Archipelago
Description:
For face covering in traditional Mak Yong theater.
HTMLText_C115DA28_FFB5_F53A_41B4_7BB574758E08.html =
Trenggiling
KLASIFIKASI ILMIAH Trenggiling tergolong dalam Filum Chordata, Kelas Mamalia, termasuk bangsa (ordo) Pholidota, suku (famili) Manidae, dan marga (genus) Manis. Trenggiling memiliki nama ilmiah Manis javanica.


MORFOLOGI Trenggiling adalah satu-satunya mamalia bersisik yang hidup di Inndonesia dan dikenal dengan nama Trenggiling Jawa. Tubuhnya berukuran sedikit lebih besar daripada kucing, kakinya pendek dan ekornya panjang serta berat. Bagian atas badan dan ekornya ditutupi sisik yang tersusun seperti genting. Sisiknya berbentuk bundar dan di bagian dekat ujung ekor terdapat sisik halus. Sisik pada bagian punggung dan bagian luar kakinya berwarna cokelat terang. Binatang ini hampir tidak berambut, kecuali beberapa rambut yang tumbuh jarang pada kulit perut dan tenggorokannya yang berwarna merah. Trenggiling memiliki moncong yang panjang dengan bagian ujung meruncing.


UKURAN Trenggiling memiliki panjang kepala hingga badan 40 – 65 cm dengan panjang ekornya 35 - 57 cm. Bobot trenggiling ini mencapai 12 kg. Binatang ini tidak mempunyai gigi, namun memiliki lidah yang dapat dijulurkan dengan panjangnya mencapai 25 cm atau setengah dari panjang tubuhnya.


HABITAT Trenggiling jenis ini tersebar di wilayah Asia Tenggara. Persebarannya di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera, Bali dan Kalimantan. Semenanjung Kampar merupakan daerah penyebaran alami bagi Trenggiling Jawa. Habitatnya hutan pegunungan, dan kadang-kadang dekat daerah pertanian.


PERILAKU Trenggiling merupakan hewan nokturnal atau aktif mencari makan pada malam hari. Lidahnya yang berlendir dijulurkan untuk menggapai makanannya. Trenggiling merupakan binatang yang pandai memanjat dan cara memanjatnya mirip dengan gerakan ulat. Ekornya digunakan untuk membantu dalam memegang dahan. Sebaliknya, jika berjalan, gerakan trenggiling kurang lincah. Pada siang hari, trenggiling tidur melingkar di dalam sarang yang biasanya terdapat di dalam tanah, di bawah dedaunan ataupun celah pohon. Saat merasa terancam, trenggiling melindungi kepalanya dengan menggulung bagaikan bola, dengan kepala tersembunyi di bawah ekornya yang lebar. Cara lainnya adalah dengan menyebarkan bau busuk yang berasal dari zat yang dihasilkan kelenjar di dekat anusnya. Musuh alami trenggiling adalah anjing dan harimau.


MAKANAN Makanan utama trenggiling adalah semut dan rayap baik yang terdapat di dalam tanah, di permukaan tanah, maupun di atas pohon. Trenggiling mampu memakan semut dan rayap sebanyak 70.000 hingga 200.000 ekor per hari.


PERKEMBANG-BIAKAN Trenggiling berkembang biak dengan melahirkan satu hingga dua ekor anak setelah masa kebuntingan sekitar 130 hari. Trenggiling yang baru lahir memiliki sisik yang lunak. Induk trenggiling merawat anaknya selama tiga bulan dan membawa anaknya di atas pangkal ekor ketika bepergian mencari makan. Jika ada bahaya, anaknya segera dipindahkan ke bagian dada induknya.


---
Pangolin
SCIENTIFIC CLASSIFICATION
The pangolin belongs to the phylum Chordata, class Mammalia, order Pholidota, family Manidae, and genus Manis. Its scientific name is Manis javanica.


MORPHOLOGY
The pangolin is the only scaly mammal found in Indonesia and is known as the Javan pangolin. Its body is slightly larger than a cat, with short legs and a long, heavy tail. The upper part of its body and tail is covered with overlapping scales like roof tiles. The scales are round, with fine scales near the tip of the tail. The scales on the back and outer legs are light brown. This animal has almost no hair, except for a few sparse hairs on its belly and reddish throat. It has a long snout with a pointed tip.


SIZE
The pangolin has a head-to-body length of 40–65 cm, with a tail length of 35–57 cm. It can weigh up to 12 kg. This animal has no teeth but possesses a tongue that can extend up to 25 cm, about half the length of its body.


HABITAT
This species of pangolin is distributed across Southeast Asia. In Indonesia, it is found on the islands of Java, Sumatra, Bali, and Kalimantan. The Kampar Peninsula is a natural habitat for the Javan pangolin. Its habitat includes mountain forests and sometimes areas near farmlands.


BEHAVIOR
Pangolins are nocturnal animals, active at night when they search for food. They use their sticky tongues to reach their prey. Pangolins are excellent climbers, moving in a caterpillar-like motion, and use their tails for gripping branches. However, they are not agile when walking. During the day, they sleep curled up in nests usually located underground, under leaf litter, or in tree crevices. When threatened, pangolins protect their heads by curling into a ball, with their heads tucked beneath their wide tails. Another defense mechanism is releasing a foul odor from a gland near the anus. Natural predators of pangolins include dogs and tigers.


DIET
Their primary food sources are ants and termites, which they find in the ground, on the surface, or in trees. Pangolins can consume between 70,000 and 200,000 ants and termites per day.


REPRODUCTION
Pangolins reproduce by giving birth to one or two offspring after a gestation period of around 130 days. Newborn pangolins have soft scales. The mother cares for her young for three months and carries them at the base of her tail when foraging. If danger arises, she quickly moves the baby to her chest.
HTMLText_C5EABA6A_D147_2682_41E7_0D17362245B8.html =
Tulang Ikan Paus
Paus merupakan salah satu jenis mamalia yang hidup di laut yang termasuk hewan terbesar yang hidup di dunia, tergolong ordo cetacea. Beberapa jenis paus memiliki gigi, sedangkan beberapa lainnya tidak memiliki gigi, tetapi memiliki keping-keping tulang seperti sisir yang merupakan modifikasi selaput lendir. Paus bernafas dengan paru-paru melalui lubang hembusan yang dimilikinya. Berkembang biak dengan beranak, biasanya melahirkan satu anak dengan masa mengandung 11-16 bulan. Paus termasuk binatang pengembara dengan daya jelajah dapat mencapai 20.000 km/tahun. Perairan Indonesia merupakan jalur penting pengembaraannya dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik atau sebaliknya. Menurut WWF (World Wildlife Fund) populasinya tinggal sedikit sekali dan merupakan hewan yang dilindungi. Paus yang dipamerkan ini termasuk dalam famili Balaenopteredae, genus Balaenoptera (Indonesia : paus biru) yang ditemukan terdampar di perairan Kuala Kampar pada tanggal 3 Juli 1996.


---
Whale Bone
Whales are a type of marine mammal and are among the largest animals living on Earth. They belong to the order Cetacea. Some species of whales have teeth, while others do not; instead, they possess comb-like plates made of modified mucous membranes, known as baleen.


Whales breathe using lungs through a blowhole located on top of their heads. They reproduce by giving birth to live young, usually bearing one calf after a gestation period of 11 to 16 months.


Whales are migratory animals with a roaming range of up to 20,000 kilometers per year. Indonesian waters are an important migratory route for whales, connecting the Indian Ocean and the Pacific Ocean.


According to the World Wildlife Fund (WWF), whale populations are now critically low, and whales are classified as a protected species.


The whale exhibited here belongs to the family Balaenopteridae, genus Balaenoptera (known in Indonesia as the blue whale), which was found stranded in the waters of Kuala Kampar on July 3, 1996.
HTMLText_2A9C8F39_0569_44FA_417B_A8E43003920C.html =
Tumbuk Lada
Bahan : Besi dan Kayu
Fungsi : Digunakan untuk keperluan berburu dan alat mempertahankan diri sebagai pelengkap pakaian adat pada upacara perkawinan.


---
Pepper Pounder
Material: Iron and wood
Function: Used for hunting purposes and as a self-defense tool, as well as a traditional accessory worn with ceremonial attire during wedding ceremonies.


HTMLText_F7194B0F_EF76_7D8C_41E5_23C2123F17E8.html =
Tunam
Bahan : Rotan
Fungsi: Digunakan sebagai untuk mengasapin lebah agar lebah pergi dari sarangnya


---
Tunam
Material: Rattan
Function: Used to smoke bees so they leave their hives.
HTMLText_D1CF45B8_F3BD_0A3E_41E6_72A190DFFD67.html =
Wajan dan Kompor
Asal didapat: Kotamadya, Pekanbaru
Deskripsi:
Wajan dan kompor batik adalah alat penting untuk mencairkan malam(lilin batik) dalam proses membatik. Wajan menampung malam cair, sementara kompor menjaga suhu panasnya. Keduanya memastikan malam tetap dalam kondisi ideal untuk diaplikasikan ke kain menggunakan canting atau cap, sehingga berperan besar dalam kelancaran dan kualitas hasil batik.


---
Wok and Stove
Origin: Municipality of Pekanbaru
Description:
The batik wok and stove are essential tools used to melt malam (batik wax) in the batik-making process. The wok holds the melted wax, while the stove maintains its temperature. Together, they ensure the wax stays at the ideal consistency for application onto fabric using a canting or stamp (cap), playing a crucial role in the smooth execution and quality of the batik.
HTMLText_F1870BF3_E59B_03C3_41D3_4DD0DE236B8A.html =
Wayang Kulit


Wayang Kulit merupakan salah satu jenis wayang yang ada di indonesia. Berdasarkan hasil penelitian kesenian wayang merupakan budaya asli indonesia khususnya pulau jawa.
Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di indonesia pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja kahuripan (976-1012M). Kata wayang diduga berasal ari kata "wewayangan" yang artinya bayangan.
Wayang Kulit Purwa mengambil cerita kisah-kisah Mahabarata dana Ramayana. Peraga wayang dimainkan oleh seorang dalang terbuat dari lembaran kulit kerbau atau sapi yang di pahat menurut bentuk tokohnya dan dilukis engan warna warni yang mencerminkan perlambangan karakter dari sang tokoh. Pergelaran wayang kulit purwa diiringi seperangkat gamelan dan penyanyi wanita yang menyanyikan gending-gending disebut sinden.


---
Shadow Puppet Theater
Wayang Kulit is one of the traditional shadow puppet forms found in Indonesia. According to historical research, the art of wayang is considered an original cultural heritage of Indonesia, especially from the island of Java.


This cultural tradition is believed to have originated during the reign of King Airlangga, ruler of the Kahuripan Kingdom (976–1012 AD). The word wayang is thought to come from wewayangan, which means "shadow" or "reflection."


Wayang Kulit Purwa commonly features stories from the Indian epics Mahabharata and Ramayana. The puppets are operated by a puppeteer called the dalang and are made from sheets of water buffalo or cowhide, carved according to the character's form, and painted with vibrant colors that reflect the symbolic traits of each figure.


A Wayang Kulit performance is accompanied by a traditional Javanese gamelan orchestra and female vocalists known as sinden, who sing traditional gending songs throughout the show.
HTMLText_7AD3BDA2_43B5_C76F_41BD_B4213A5EFE1A.html =
Museum Sang Nila Utama di Pekanbaru, Riau, merupakan museum daerah yang memiliki peran penting dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya Melayu Riau. Museum ini menyimpan ribuan koleksi bersejarah dan budaya, seperti pakaian adat, alat musik tradisional, permainan rakyat, serta fosil dan artefak penting lainnya. Awalnya bernama Museum Negeri Provinsi Riau, museum ini resmi berdiri sejak 9 Januari 1991, kemudian berubah nama setelah otonomi daerah dan diberi nama “Sang Nila Utama” pada tahun 1993, terinspirasi dari seorang raja abad ke-13. Dengan lebih dari 4.000 koleksi, museum ini menjadi pusat edukasi dan pelestarian warisan budaya lokal yang berharga bagi masyarakat kini dan mendatang.


------


Sang Nila Utama Museum, located in Pekanbaru, Riau, is a regional museum that plays a vital role in preserving and promoting the cultural heritage of Riau Malay. The museum houses thousands of historical and cultural collections, including traditional clothing, musical instruments, folk games, as well as important fossils and artifacts.


Originally named the State Museum of Riau Province, it was officially established on January 9, 1991. Following regional autonomy, the museum was renamed "Sang Nila Utama" in 1993, inspired by a 13th-century king. With over 4,000 items in its collection, the museum serves as an educational hub and a center for safeguarding the region’s valuable cultural legacy for both present and future generations.
HTMLText_67A68A39_2CF9_1BCC_41C2_5E168DB5A72E.html =
Tiket Museum Sang Nila Utama:


Wisatawan Mancanegara (Dewasa): Rp. 15.000,-


Wisatawan Mancanegara (Anak-anak dibawah 10 tahun): Rp. 7.500,-
• Wisatawan Nusantara & Anak-anak dibawah 10 tahun: Rp. 3.000,-


-------


Sang Nila Utama Museum Ticket Prices:


• International Tourist (Adult): Rp. 15,000,-


• International Tourist (Children under 10 years): Rp. 7,500,-


• Domestic Tourist & Children under 10 years: Rp. 3,000,-
### Tooltip IconButton_0FABE1E5_4274_3EF5_418C_922B71A9444A.toolTip = Fullscreen ## Tour ### Description ### Title tour.name = Project_Museum_PA